Asyik bercanda dengan Edward, Vino menyadari bahwa jam kerjanya sudah habis dengan kedatangan kasir dari shift selanjutnya
Begitu juga dengan Edward, dan akhirnya mereka melakukan closingan lalu beberes untuk segera pulang.
Berbeda dengan Leon yang sibuk menerima telfon dari perusahaan karena ia kabur setelah makan siang, terkejut melihat penjaga kasir yang sudah terganti bukan Vino lagi.
Ia langsung mengedarkan pandangannya keseluruh arah namun tak mendapati Vino.
.
.
.
.
."Pulang bareng aku kak? " tawar Edward saat ia dan Vino sedang mengganti baju mereka di loker.
"Enggak apa - apa Ed aku pulang naik tranportasi umum aja. " tolak halus dari Vino.
Edward sedikit murung, hari ini ia berniat ingin mengajak Vino untuk nongkrong di taman seraya menikmati malam karena kebetulan besok mereka day off.
Melihat wajah kecewa Edward, Vino sedikit merasa bersalah.
"Kamu tahu Edward, aku benar-benar malu pada diriku sendiri selalu menjadi benalu apa lagi pada anak yang 10 tahun lebih muda dariku. " ucap Vino sambil menghela nafasnya berat.
"Dan kakak juga harus tahu, aku sama sekali tidak merasa direpotkan oleh kakak. Aku bahkan senang bisa membantu kakak.... Lagian aku mau ngajak kakak ke taman malam ini. " ucap Edward dan nadanya melirih di akhir.
Mendengar itu Vino sedikit luluh dan tersenyum. Tidak ada salahnya kan? Lagian besok libur masak langsung pulang.
"Hmmm.... Jika itu tidak merepotkan mu apa boleh buat. " ucapnya sambil terkekeh.
"Benarkah? Kalau begitu ayo udh mau maghrib. " ucap Edward antusias.
Ia pun langsung menarik tangan Vino dan berjalan menuju parkiran tanpa memperdulikan hal lain.
Sesampainya di parkiran Vino pun naik ke motor milik Edward "kita mau ke taman mana ed? " tanya Vino dengan suara yang agak keras karena suara motor Edward yang besar.
"Kakak ikut saja, sebelum itu lebih baik kita cari makanan biar sesampainya di taman bisa sambil makan. " balas Edward dan mulai melajukan motor gedenya.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat mereka dengan rahang yang mengeras tak lupa dengan tangan yang mencengkram erat kemudi hingga menimbulkan urat urat di tangan kekarnya.
Melihat motor yang dikendarai Edward mulai melaju, Leon pun mengambil inisiatif untuk mengikuti mereka.
Hingga pukul sudah menunjukkan 19.30 mereka sampai di taman ini. Taman yang cukup aesthetic dengan lampu - lampu yang berjejer rapi namun tetap tidak dapat menerangi semua tempat.
Banyak pohon besar yang berjejer rapi dengan kokoh.
melihat dari kondisi taman yang bagus pastinya menarik minat para remaja untuk sekedar nongkrong dan berkumpul bersama teman di bawah pohon pohon rindang itu.
Dan disinilah Leon berada di dalam mobil sambil melihat dua sejoli yang sedari tadi asyik bersenda gurau sambil makan.
Walau tempat itu gelap, mata Leon masih tetap jelas melihat bagaimana wajah bahagia Vino saat ber-interaksi dengan pria satunya.
Ada sedikit rasa sesak di hati Leon mengingat sudah lama sekali ia tak melihat wajah bahagia itu. Ditambah wajah itu tertawa bukan bersamanya melainkan orang lain.
Leon benar-benar penasaran 'apa hubungan Vino dengan pria itu? Dia cukup keren tapi wajahnya masih bocil' batin Leon.
Edward remaja berumur 19 tahun, dia cukup tinggi 187 cm, sifatnya sebenarnya cukup dingin karena dia bukan type orang yang akan bicara terlebih dahulu. Namun anehnya dia menjadi ramah jika berada di dekat Vino, hal itu buka tanpa sebab. Edward sudah menganggap Vino sebagai kakaknya sendiri mengingat sifat dewasa yang selalu ditunjukkan oleh Vino padanya.
.
.
.
.
.Sambil mendengar Edward yang bercerita Vino mencuri pandang pada mobil hitam yang terparkir tak jauh dari mereka.
Bodoh jika Vino tak menyadari bahwa sedari tadi mobil itu mengikuti mereka, dan juga....bodoh jika Vino tak menyadari bahwa orang yang berada didalam mobil itu adalah Leon.
Walau Vino terlihat fokus pada Edward dirinya tetap menyadari keberadaan Leon disekitarnya.
Jujur Vino benar-benar terkejut saat ia melihat keberadaan Leon di cafe tadi, badan Leon yang memiliki tubuh 2x lipat lebih besar darinya berdiri menjulang tepat didepan matanya.
Hal itu seakan-akan ia seperti kelinci yang siap dimangsa oleh serigala lapar. Rasa takutnya ia tutupi dengan berusaha profesional dalam bekerja.
Ditambah dengan mata milik Leon yang menatapnya dengan lekat, Vino sama sekali tak dapat memahami apa maksud dari tatapan itu. Intinya tatapan itu bukan seperti tatapan kesal yang biasanya Leon tunjukkan untuknya.
"Kak? " panggilan Edward membuat Vino sadar dari lamunannya.
Ia langsung melihat ke Edward "y... Ya? Edward? So... Sorry aku tiba-tiba melamun hehe... " ucap Vino gugup dan saat ia ingin melihat kearah mobil Leon, mobil itu menghilang.
Vino mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Leon dan tak dapat menemukannya setelah itu ia pun menghela nafasnya pelan dan kembali fokus ke dengan Edward.
"Kenapa kk? " tanya Edward lagi
"Ah tidak ada apa-apa ed maaf... Bisa lanjutkan ceritamu lagi? " dan setelah itu mereka kembali fokus satu sama lain.
.
.
.
.
.
.Ddrrtt...
Handphone milik Leon bergetar menunjukkan nama dari sekretaris nya. Setelah menerima telfon tersebut Leon kembali menatap kearah Vino yang masih fokus dengan Edward.
Ia melihat arloji ditangan kanannya dan memilih menghidupkan mesin mobilnya untuk pergi kembali ke perusahaan karena ada hal yang harus diurus.
Ia masih sempat melihat kearah Vino sekitar beberapa menit lalu setelah itu memutar stirnya untuk kembali ke perusahaan.
Air di kelopak mata miliknya mengalir perlahan, sesak rasanya ia hanya dapat melihat dari jauh. Orang yang selama ini selalu ada disisinya, orang yang selama ini berada dekat dengannya terasa sangat asing.
Mengingat bagaimana perlakuan Vino di cafe tadi seakan-akan mereka tak pernah bertemu. Terasa sangat asing... Padahal mereka sudah menjalin dunia pernikahan selama 10 tahun.
"Mungkin kamu berniat untuk menghukum ku Vino? Tapi bukankah ini terlalu berlebihan? " batinnya.
Air mata kembali mengalir lebih deras, seakan-akan mengerti keadaannya, langit seperti mengejek dirinya dan ikut menurunkan air hujan.
Semakin deras air mata miliknya yang membuat pengelihatannya sedikit buram ditambah dengan tetesan air hujan yang mulai menutupi kaca mobil miliknya. Pengelihatannya sangat terganggu.
Ia lebih memilih untuk menepi agar tak terjadi hal yang tak diinginkan. Setelah menepi ia menaruh kepalanya di stir mobil miliknya dan mulai menangis sepuasnya. Hingga akhirnya ia duduk dengan tegap dan mengusap matanya kasar menghilangkan semua raut kesedihan serta sisa sisa air mata di wajahnya.
Setelah mulai merasa tenang iapun kembali melanjutkan jalannya "besok aku akan kembali Vino. "
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASIO [End]
Non-FictionLeon selalu menganggap Vino adalah benalu yg tidak bisa hidup tanpanya dan selalu memperlakukan Vino dengan kasar seolah ia tidak berguna dihidupnya, hingga suatu hari ia sadar bahwa dialah yg tidak bisa hidup tanpa Vino *ini cerita bxb yg gk suka...