Kaki Danisa beranjak ke arah lapangan yang sudah sepi. Di jam segini, biasanya si kakak sudah selesai berlatih. Paling-paling, saat ini, Daniel sedang berada di dalam ruang ganti.
Seketika, ia menyesalkan dirinya yang tak mengiyakan Samudera. Membuatnya kembali harus bertemu dengan Isabella. Satu-satunya perempuan ular yang paling ia hindari.
"Kok di sini? Katanya di perpustakaan?" Suara Daniel memecah lamunan Danisa.
Gadis itu menengok. Mendapati kakaknya sudah menghampiri. Lapangan mulai kembali ramai dengan orang-orang yang mulai bubar dari ruang ganti.
"Males, ada Isabella," ketus Danisa cepat.
Daniel tertawa. "Dulu tahan-tahanin, kok sekarang nggak?"
Danisa tak menjawab. Ia berdiri, berjalan lebih dulu diikuti oleh kakaknya. "Hari ini nggak ada pertandingan?" tanya Danisa sambil mengarahkan pandangan ke sekeliling. Ia tidak hapal jadwal perlombaan festival.
"Nggak, minggu ini minggu libur sebelum final. Kalau ada pertandingan, palingan cuma bagian seni yang nggak penting." Daniel terkekeh dengan nada ejekan. Sebagai panitia seksi acara, ia cukup tahu jadwal dan tema pertandingan tiap minggunya. "Biar fokus lebih ke segmen sana."
Mengusung tema art and sport competition, selain pertandingan olahraga, sekolah juga mengadakan perlombaan bertemakan seni. Mulai dari dance, menyanyi dalam grup vokal maupun solo, lomba band sampai fotografi.
Danisa mengangguk sambil membuka pintu mobilnya. Ia membanting tubuh di jok mobil.
"Lo kenapa?" tembak Daniel langsung.
"Hah?"
"Biasanya sama Samudera, tuh!"
Danisa tak menjawab. Ia membuang wajah. "Dia mau terapi."
"Biasa juga lo ikutan..."
"Besok ujian," jawab Danisa lagi.
Dahi Daniel berkerut. "Lo lagi ada masalah lagi sama Samudera?" tanya Daniel mulai curiga. Adiknya itu, mau ada hujan badai ujian sesusah apapun, ia pasti akan tetap memilih pulang dengan Samudera.
Danisa menggeleng. Sejujurnya, mereka tidak punya masalah apapun. Kecuali, Samudera yang tiba-tiba mengutarakan perasaannya. Sekarang, hatinya sedang kacau. Kiano atau Samudera. Rasanya, kenapa tiba-tiba, Danisa jadi harus memilih?
Jika itu belum cukup, kehadiran Isabella tadi membuat Danisa ingin muntah. Rasanya, ada panas di dada ketika Isabella sembarang menyebut Samudera sebagai cowok pincang. Ya, memang, Samudera pincang, tetapi kenapa Danisa malah merasa tidak terima dan ikut marah?
"Mau langsung pulang?" tanya Daniel.
Danisa diam sejenak. Ia terlihat berpikir. "Boleh nggak gue mampir ke satu tempat dulu?"
Daniel memicingkan mata, "Ke mana?"
"Ke rumah sakit."
"Hah?"
Danisa mengulum senyum. Ia sedikit meringis lebih tepatnya.
"Mau ngapain?" tanya Daniel lagi. "Lo sakit?"
Danisa buru-buru menggeleng. "Gue... cuma mau lihat Samudera."
Daniel mengerenyitkan dahi. Adiknya ini sedang kenapa sih? Tetapi, ia pada akhirnya menstarter mobilnya. "Oke, di mana?" ucap Daniel tak mau banyak bertanya.
Danisa menyebutkan satu nama rumah sakit yang tak jauh dari sekolah mereka. Hanya butuh waktu beberapa belas menit, keduanya sudah sampai di rumah sakit itu.
Danisa berjalan di depan, sementara Daniel sedikit di belakang. Keduanya beriringan ke sebuah ruangan berpintu kaca. Tanpa perlu bertanya, Danisa sudah berjalan masuk. Tepat ketika di tikungan, ia berhenti mendadak, hampir membuat Daniel menubruknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/348785050-288-k967117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFREAKTION
Genç KurguBagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano mengajaknya bergabung dalam tim Publikasi-Dokumentasi Festival Sekolah. Walaupun Samudera-si anak kepala yayasan...