Di tengah malam yang pekat, bulan merah menggantung rendah di langit, sinarnya yang mencolok menciptakan bayangan-bayangan aneh di seluruh desa. Warna kemerahan itu menandakan masa-masa berbahaya, saat kekuatan gelap bangkit dari kegelapan, dan para pendekar bersiap menghadapi ancaman yang tak terduga.
"Tolong, tolong aku! Ibu, ayah, kakak... di mana kalian?" teriak seorang anak kecil yang berusaha lari menjauhi sesuatu yang berbahaya.
Anak itu bersembunyi di bawah pohon besar, berharap para vampir tidak menemukannya di sana. "Aku mohon, ibu, ayah, kakak, siapa pun... tolong selamatkan aku dari kejaran mereka, kumohon...." Suaranya lirih, penuh ketakutan, berharap seseorang akan datang menyelamatkannya. Malam yang mencekam itu membuatnya terjaga sepanjang waktu.
Tubuhnya menggigil kedinginan, baju yang dikenakannya basah kuyup akibat guyuran hujan deras di tengah malam. Kulitnya pucat, bibir yang semula merah segar kini berubah pucat layu. Rasa dingin merasuki tubuhnya, tapi tak ada yang mendengar suara harapannya.
"Hei, kau! Mau lari ke mana lagi? Tubuhmu sudah mulai kehilangan tenaga, menyerahlah jika kau ingin selamat."
"Maaf, Paman, tapi orangtuaku tidak mengajarkan untuk menyerah begitu saja. Mereka pasti ingin melihatku bertahan melawan kalian," balas anak itu tegas. Meskipun tubuhnya hampir kehilangan kesadaran, dia tidak mau menyerah. Dia terus berlari mencari desa terdekat, hingga melihat sebuah tempat yang tampak aman untuk bersembunyi.
Namun, saat memasuki tempat itu untuk menghindari kejaran para vampir, tanpa sadar ia malah masuk ke sarang mereka di dalam sebuah gua. Meski tak ada jalan keluar karena telah dikepung oleh para vampir yang sudah lama mengincarnya, anak itu tetap berusaha mencari celah agar tak menjadi santapan makhluk-makhluk haus darah itu.
Dengan akal liciknya, ia mencoba membingungkan para vampir yang telah bersiap dengan persenjataan lengkap. "Baiklah, aku tidak akan kabur lagi. Tapi, bagaimana kalau kita bertukar? Kalian minum darahku, tapi kalian harus memberiku makanan yang lezat setiap hari."
Para vampir saling berpandangan, seolah-olah menanyakan jawaban satu sama lain. Salah satunya mendekati anak itu dan berkata, "Ya. Kami setuju, asalkan kau tidak mengingkari ucapanmu sendiri!"
"Bagus," jawab anak itu. "Setelah ini, aku, Liora, akan membalaskan perlakuan kalian suatu hari nanti."
Entah apa yang ada di pikirannya, mungkin ia berharap proses pengambilan darah oleh mereka takkan terlalu menyakitkan. Tapi kenyataannya, kulit lembut seorang anak berusia enam tahun itu kini penuh luka goresan, bekas benda tajam yang mereka gunakan untuk mengambil darahnya.
Selama sebulan, Liora merasakan sakit luar biasa setiap kali para vampir itu membutuhkan darahnya untuk memulihkan diri. Jeritan kesakitan terus menggema di seluruh lorong gua. "AAAAAAAAA...." Kesadarannya perlahan menghilang, tatapannya mulai buram, bibirnya tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun, dan tubuhnya nyaris tumbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Thirst || New Stage [PEROMBAKAN]
VampireSeorang gadis kembali ke desanya dan bergabung sebagai pejuang untuk membalas kematian ibunya setelah serangan vampir. Bersama rekannya, gadis itu memulai perjalanan balas dendam.