★ Lean On Me

216 22 0
                                    

lowercase intended.
────

“leo, hari ini ada rapat kan?”

“jangan lupa tugas dari bu suci ya.”

“balik ke ruang osis dulu ga sih? bahas agenda buat lusa?”

“hari ini mau bahas soal anggaran, bisa gak? pak rezi maunya di tuntun sama lo.”

”leo, saya mau ini lebih diperhatikan. saya minta tolong ya.”

satu kata, pusing.

leo beneran gak habis pikir kalau hari ini ia mendapatkan serangan mental bertubi-tubi seperti ini. sejak bel masuk sampai istirahat kedua, namanya tidak pernah lepas entah dari siswa lain atau rekan osisnya.

menjadi seorang ketua osis tentu memiliki tanggung jawab yang besar bukan? inilah yang sedang dirasakan oleh leo. ia bahkan tidak bisa mengeluh terlalu banyak jika masih ingin posisinya selamat sebagai ketua osis.

saat ini, sembari menunggu bel pelajaran berbunyi, leo melipir ke rooftop. ponselnya ia matikan untuk sementara waktu, tidak ingin mendengar dering notifikasi yang muncul.

leo hanya butuh ketenangan untuk saat ini, semoga saja tidak ada yang menganggu. pintu rooftop terbuka perlahan, karena sekarang jam 12 lewat, sudah dipastikan terik matahari menyambar lantai atas terbuka itu.

tubuh jangkung leo berdiri di sudut rooftop, menyenderkan tubuhnya ke dinding. matanya terpejam menikmati heningnya suasana saat ini. berharap suasana ini bisa bertahan lama.

kepalanya bahkan bisa merasakan denyutan cukup kencang yang membuatnya harus rileks sebisa nungkin. kondisi ini sering terjadi jika leo terlalu banyak bicara dan berpikir, kepalanya akan mulai berdenyut seolah memintanya untuk beristirahat.

jemarinya memijat pangkal kening perlahan, memberikan mantra supaya denyutan itu bisa hilang setelah dipijat oleh dirinya.

tak lama kemudian, pintu rooftop kembali terbuka, namun kini sedikit lebih pelan. leo yang masih setia dengan posisinya nampak enggan untuk membuka kelopak matanya. ia masih fokus memijat pangkal keningnya itu.

“aku cariin ternyata disini.” suara lembut yang nampak familiar itu membuat fokus leo terganti. bola mata nya kini sudah terbuka sempurna, arah pandangnya lurus ke arah pacarnya—jean yang baru saja masuk.

leo hanya bisa menampilkan senyum lirihnya kepada si manis, bibirnya kelu untuk sekedar menjawab. rasa pusingnya belum menghilang sejak tadi, leo tidak ingin memperburuknya.

jean yang melihat tingkah pacar tampannya itu jadi sedih. sejak bel masuk tadi, ia kerap memperhatikan gerak-gerik leo yang selalu dipanggil oleh teman-temannya. jean sebenernya heran, tapi melihat raut serius wajah leo sejak pagi membuat rasa penasaran itu terkurung begitu saja.

seiring berjalannya waktu, jean yang melihat leo nampak kesakitan itu jadi bersalah, sangat. jean merupakan wakil ketua osis, namun ia tidak pernah memegang tugas yang lebih penting selain mengawasi pergerakan anggota osisnya dan leo.

jean berjalan mendekat ke arah leo, ia sedikit meremat kedua bahu pacarnya, memintanya supaya bisa menatap dirinya. ia tersenyum, “mau duduk aja gak?” tawarnya.

tidak ada alasan untuk leo menolak, ia segera mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ujung ruangan dengan jean di sisinya. kepalanya langsung terjatuh pada perpotongan leher jean, dan kedua bola mata leo terpejam sempurna.

tangan kanan jean sedikit merengkuh tubuh jangkung leo, sekaligus mencari posisi ternyaman untuk sang kekasih. tangan kirinya terangkat untuk mengelus bagian rambut belakang leo perlahan.

“if you're tired, please tell me ya?” suara jean amat lirih, berbisik tepat di telinga leo.

“pusing.” suara leo terdengar setelah sekian lama, suaranya serak kekurangan minum. mendengar keluhan sang pasien, tangan kiri jean pun memijat pangkal kening leo sembari mengucap doa supaya bisa sembuh kembali.

pijatan jean berhasil meredakan denyutan pada isi kepala leo secara perlahan. ajaib juga tangan jean, mau pijit juga dong.

“masih pusing?” leo menggeleng pelan, wajahnya masih setia berada di ceruk leher jean. kedua tangannya melingkar pada pinggang kecil milik jean cukup erat.

“aku gak bawa minum, gimana dong? balik yuk.”

pemuda kelahiran april itu pun keluar dari tempat persembunyiannya, ia memandang pemadangan cantik di hadapannya cukup lama. “disini dulu aja, please?” ekspresi wajahnya bahkan sudah ia pasang semelas mungkin.

“oke disini dulu.”

────

“habis darimana lo?”

“kepo amat.”

zaki yang menyadari perubahan wajah pada leo itu jadi ciut, tidak ingin bertanya lebih. sepuluh menit yang lalu, leo dan jean baru kembali dari rooftop. mereka berdua langsung memasuki kelas yang memang sedang tidak ada guru.

“bro, amanah dari bu amel-”

“bahas nanti aja bisa gak zak? atau bahas sama gua aja deh sini.” ucapan zaki terpotong oleh jean begitu saja. bukan tanpa alasan, jean hanya tidak ingin leo ngeluh pusing lagi habis ini.

zaki yang menyadari tatapan jean itu jadi bingung, “eh? leo kenapa?”

“butuh istirahat sebentar. bahas sama gua aja deh gimana?”

“oh gitu? ya udah. bentar je.”

zaki kembali fokus pada kegiatannya, sedangkan leo yang menjadi topik pembicaraan itu memandang jean tanpa ekspresi apapun. jean membalas tatapan tersebut dengan senyuman kecil, “lean on me, okay?”




tbc.


a.n i'm so happy to write a story about them <3 please love haruto & jeongwoo a lot ya !

memories ★ hajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang