Kalingga
Semuanya terasa baru di sini. Seluruh kegiatanku berubah, mungkin karena lingkungan yang berbeda daripada di Jakarta. Untungnya aku masih bisa beradaptasi, walau butuh waktu hampir satu minggu untuk memahami dan menyesuaikan diri.
Singapura adalah negara kecil, tapi, tantangannya begitu berbeda. Terutama soal pekerjaan.
Di sini dengan jabatan baruku, ternyata tingkat tekanannya lebih besar daripada yang sebelumnya. Mungkin karena orang disekitarku yang mempengaruhi cara pandangku. Mereka ambisius dan kritis. Tak fokus satu menit saja rasanya sudah tertinggal lima langkah dari mereka.
Karena itu, aku mengeluarkan seluruh kemampuan dan perhatianku di sini.
Tentang hubunganku dan Raline, sejak satu minggu lalu di mana kami terakhir bertemu, aku mulai membalas pesannya.
Aku tidak bermaksud memarahinya dengan keras waktu itu sampai ia menangis lagi. Aku hanya... mungkin karena kelelahan dan melihat langsung betapa posesifnya Raline sampai belum juga sehari aku di sini ia menghampiriku, emosiku tiba-tiba saja naik.
Sejak hari itu aku mencoba memikirkan jalan terbaik agar tidak membuatnya implusif yang menyakiti dirinya sendiri.
Sudah aku bilang aku tetap sayang pada Raline. Aku memikirkan bagaimana reaksi hatinya terhadap usainya hubungan kami. Dan sejujurnya apa yang aku lihat setelah Raline tahu aku sudah tak mencintainya, aku semakin susah untuk mengakhiri hubungan ini.
Aku benci melihatnya menangis karena diriku.
Lima tahun bersama bukan waktu singkat untuk aku menjaga senyuman di wajahnya.
Dengan bantuan Ksatria—akhirnya aku menceritakan situasi hubunganku. Ia memberi saran untuk ikuti kemauan Raline yaitu mau sama-sama berusaha.
Ia sempat mengatakan, usainya hubunganku dan Raline bukan hanya tentang kami berdua yang selesai satu sama lain. Ada keluargaku juga di sini yang pastinya terkena dampak usainya hubungan kami.
Bukan hanya Ibu dan Ayah yang sangat menyukai Raline, aku tahu kekasihku sangat mencintai orangtuaku. Karena apa yang ia rasakan dari orangtuaku adalah yang ia inginkan sejak dulu. Ia merasa memiliki orangtua karena kasih sayang Ibu dan Ayah padanya.
Ksatria lebih banyaknya menasehatiku untuk aku lebih mendalami perasaanku dan berapa berartinya hubungan ini untuk dipertahankan.
Ia juga tak masalah kalau memang nantinya perasaanku masih sama datarnya, aku harus lebih bijak untuk mengakhiri hubunganku jangan sampai Raline akhirnya tersakiti dan memutus hubungannya pada keluargaku.
Karena itu, aku mencoba seperti apa yang Raline katakan. Yaitu, berusaha.
Aku kembali membalas pesannya. Atau lebih tepatnya memaksakan diri untuk membalas pesannya.
Setidaknya aku ada kemajuan.
Dan itu membuat Raline senang bukan main. Itensitasnya mengirimiku pesan pun semakin gencar, tak peduli aku sudah baca atau belum, pesan yang ia kirim melebih jumlah kata yang aku keluarkan untuk berbicara hari ini.
Kadang aku merasa heran, seharusnya Raline juga sibuk sedang syuting dengan peran yang katanya cukup sulit itu, tapi kenapa setiap setengah jam sekali selalu ada aja pesan darinya masuk.
Hubunganku dan Raline sendiri sudah resmi terbuka. Sudah ada tiga postingan terbaru di sosial medianya yang menunjukan kalau kami memang berhubungan. Di tambah caption yang Raline berikan menunjukan betapa cintanya dia padaku.
Sejujurnya aku sedikit tersentuh karena melihat foto kami yang ia unggah. Raline mengunggah foto yang sangat memiliki arti untuk kami. Contohnya, postingan pertama adalah di mana kami berlibur ke Bali bersama Ksatria dan Kale. Saat itu aku dan Ksatria sangat berusaha agar tidak ada yang mengenali Raline dan Kale. Untungnya, saat kami berlibur bukan waktu pekan atau libur panjang, jadi Bali sepi dengan turis lokal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story II
Historia CortaHanya kumpulan cerita biasa yang dewasa tapi jilid 2