4/🎬
Menjalani hari pertama tanpa bertemu Minji sama sekali sungguh terasa berat untuk Hanni. Bahkan ketika ia baru saja merebahkan dirinya setelah penerbangan berjam-jam di pesawat yang ia rasakan hanyalah perasaan rindu alih-alih merasa lelah. Namun baik Hanni maupun Minji tidak punya pilihan selain berkomunikasi secara jarak jauh.
Perasaan lesu menguasai dirinya bahkan ketika berkutat dengan pekerjaannya. Terlalu ketara hingga sahabatnya memupuk rasa khawatir pada dirinya sebab ingin memberi Hanni ruang untuk dirinya sendiri.
Seminggu berlalu dengan hubungan jarak jauh dan rasa rindu yang semakin menggunung rasanya. Minji menepati janjinya untuk terus menghubungi Hanni setiap hari menggunakan ponsel canggih miliknya. Menceritakan banyak hal agar Hanni tidak merasa sendiri dan terus-menerus merasa sedih.
Namun rupanya rindu yang Hanni simpan sudah ingin meluap dari tempatnya. Ia kerap kali menangis setelah mengakhiri telponnya dengan Minji karena setiap hari rasanya semakin merindukan gadis beruangnya.
Sudah seminggu pula Danielle menahan diri untuk membicarakan apa yang Hanni rasakan. Namun ketika melihat mata Hanni bengkak pada pagi itu, ia sudah tidak dapa menahannya lagi.
"Han, lo nangis berapa jam tadi malem?"
Yang ditanya menggelengkan kepalanya.
"Engga kok" sangkal Hanni.
"Ga usah bohong, mata lo ga akan kaya gini kalo ga karna nangis berjam-jam"
Hanni menunduk lesu. Energinya sungguh seperti terkuras habis, padahal ia tidak melakukan aktifitas yang melelahkan.
"Mau liat Minji, Dan" ucapnya.
"Emang dia ga ngehubungin lo?"
"Mau liat dia secara langsung, mau meluk Minji.."
Danielle menghembuskan napasnya. Ia kenal Hanni dengan baik, semua yang Hanni rasakan saat ini adalah perasaan paling jujur yang pernah ia lihat.
"Setelah liat lo kaya gini, gue yakin lo ketemu orang yang tepat. Tapi, Han, Minji juga pasti ngerasa berat di sana. Dan lo berdua ga punya pilihan selain menjalani ini sampai waktu yang ga tau kapan"
Hanni ingin sekali menangis setelah mendengar perkataan Danielle. Ia benci ketika tidak bisa berbuat apa-apa. Ia juga benci ketika semesta memberinya kenyataan pahit seperti ini.
Danille tarik badan Hanni kedalam pelukannya. Ia usap dengan pelan tubuh Hanni yang mulai bergetar. Danielle tahu betul jika Hanni sudah seperti ini maka, perasaan yang ia rasakan tidak main-main.
Danielle tidak tahu harus bersyukur karena Hanni bertemu orang tepat atau malah sebaliknya karena hubungan sahabatnya yang dipisah jarak.
Hari berganti jadi minggu, lalu berganti lagi jadi bulan. Selama tiga bulan ini sebagai sahabat Danielle melihat perubahan pada Hanni yang semakin membaik, sudah tidak sering murung seperti sebelumnya, bahkan Hanni sudah penuh semangat ketika membicarakan tentang Minji padanya.