PROLOG

231 14 1
                                    

Di atas kapal pesiar, sebuah keluarga tampak berdiri di bagian dek kapal untuk menatap matahari tenggelam. Kala itu, langit mulai berganti senja dan tinggal menunggu waktu agar malam datang menghampiri. Wanita berambut nila yang berdiri di sana tampak mesra di rangkulan sang suami yang tengah menggendong sang putri kecil. Sementara dirinya, tengah menggandeng anak laki-laki berambut kuning yang berdiri di sampingnya.

"Naruto-kun, tidak terasa ya kita bisa berkumpul bersama lagi seperti ini. Padahal, belakangan ini kau mulai sibuk bekerja."

Naruto tersenyum dan memeluk pucuk kepala istrinya.

"Aku harus menyempatkan waktu untuk kalian. Bagaimana pun, kita 'kan adalah keluarga."

Hinata tersenyum sambil memandang matahari yang tengah terbenam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hinata tersenyum sambil memandang matahari yang tengah terbenam. Boruto yang berada di gandengan Hinata tampak tersenyum tipis memandang interaksi ibu dan ayahnya itu. Namun, saat mereka memandangi matahari yang tenggelam bersama, tiba-tiba saja mereka mendapati kepulan asap dan udara panas di atas kapal. Hingga alarm darurat dibunyikan, dan teriakan mulai bersahutan. Membuat Naruto dan keluarganya menjadi panik seketika.

"KEBAKARANNN! KEBAKARANNN! TOLONGGG!"

"Hinata, cepat gendong Boruto dan pergi dari sini!" perintah Naruto kepada Hinata yang langsung menggendong putranya kemudian berlari dengan panik.

Sepasang suami istri itu berusaha untuk keluar dari dalam kapal. Namun, asap dan api terus mengepul hingga mereka kesulitan untuk mencari jalan keluar. Hingga akhirnya, mereka menemukan sebuah pintu darurat yang mengarahkan mereka ke sebuah sekoci yang tampak penuh dengan penumpang.

"Pak, apa masih ada 2 kursi lagi untuk kami?"

Petugas kapal berkata, "Maaf, ternyata kami ceroboh. Kapal kami kekurangan sekoci sehingga mengakibatkan beberapa penumpang harus menunggu petugas keselamatan memberikan bala bantuan. Sementara sekoci ini, hanya tersisa satu sekoci saja."

Naruto menatap Hinata sembari merangkulnya. "Hinata, masuklah ke dalam."

Hinata menggeleng dan menatap suaminya dengan tajam. "Kalau aku masuk ke dalam, lalu bagaimana denganmu dan Himawari?!"

Naruto tersenyum. "Tenanglah, aku akan membawa Himawari pulang dengan selamat. Pergilah dan jaga Boruto baik-baik ya." Kemudian, ia mengecup kepala Hinata dan putranya.

"Daddy," lirih Boruto yang menangis ketakutan.

Naruto tersenyum mengelus pipi putranya sembari berkata, "Jaga ibumu ya."

Kedua ibu dan anak itu pun masuk ke dalam sekoci meninggalkan Naruto dan Himawari yang masih harus berada di dalam kapal menunggu bala bantuan. Di dalam sekoci, Hinata menangis menatap kepergian suami dan anak bungsunya.

'Kami-sama, tolong selamatkan Naruto-kun dan Himawari."

...

Setelah berada di tempat evakuasi dengan selamat, Hinata dan Boruto berharap cemas mengenai keselamatan Naruto dan Himawari. Hingga saat itu, mereka belum mendapatkan kabar tentang mereka berdua. Hingga sesaat kemudian, petugas SAR mendekati Hinata hingga membuat dirinya dan Boruto berdiri bersamaan dengan cemas.

"Bagaimana keadaan suami dan anak bungsu saya?!" tanya Hinata dengan panik.

"Ibu Hinata, maaf sekali. Kami sudah berusaha sebisa kami mengevakuasi anak dan suami anda. Namun hingga saat ini, kami belum menemukan mereka. Oleh karena itu, Uzumaki Naruto dan Uzumaki Himawari telah resmi dinyatakan hilang."

Mendengar penuturan petugas SAR, membuat Hinata menangis histeris sambil memeluk Boruto yang ada di sampingnya. Boruto membalas pelukan Hinata dan terdiam di dalam pelukan ibunya.

"Daddy," lirih Boruto pelan.

...

Sementara itu di sebuah pantai, tampak muda-mudi yang tengah bermain-main di sana. Mereka adalah anak-anak dari Panti Asuhan Hikari yang tengah menikmati libur akhir pekan di tepi Pantai Okinawa. Namun, seorang anak laki-laki berkulit sawo matang tampak mengernyit bingung saat ia mendengar suara tangisan bayi di tepi lautan. Ia pun berjalan mendekat ke tengah laut hingga kemudian menemukan sesosok bayi yang tengah mengambang di sana.

Ia pun menggendong bayi itu sambil mengambil kalung bertuliskan "Himawari" yang tampak berada dalam genggaman tangan kecil bayi itu.

"Bayi?"

Pemuda bernama Kawaki itu beranjak ke tepian pantai sembari membawa bayi di gendongannya.

"Hana-sensei!"

Perempuan bernama Hana itu pun menoleh ke arah Kawaki yang tengah menggendong seorang bayi.

"Aku menemukan bayi ini waktu berenang di Pantai." Perempuan bernama Hana itu mengambil bayi tersebut dan membawanya dalam gendongannya.

"Aku menemukan kalung ini juga."

Hana mengambil kalung tersebut dan menatapnya dengan tersenyum.

"Himawari-chan, nama yang indah. Tenang ya, mulai saat ini, kau aka naman bersama kami."

Hari itu, cerita pun dimulai...

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang