Keesokan paginya, Kawaki mendapati Himawari yang tengah asyik memasak di dapur. Entah apa yang adiknya itu lakukan, padahal hari masih pagi sementara shift nya di kafe dimulai pada siang hari. Dengan senyuman manis di wajahnya, Kawaki pun mendekati Himawari seraya menepuk pundaknya dari belakang.
"Hima, apa yang sedang kau lakukan?"
"Onii-chan!" Himawari menoleh dengan riang dan membuat Kawaki menaikkan alisnya.
"Aku sengaja bangun bagi untuk membuatkan onii-chan bekal dan sarapan! Hari ini onii-chan mau ke kampus, kan? Onii-chan harus makan makanan buatan Hima ya," ujar Himawari sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Gak, ah! Nii-chan mau makan di Lawson aja," ledek Kawaki untuk memancing Himawari.
Diledek seperti itu, sontak membuat Himawari memasang wajah cemberut tanda tak suka. Ia pun mencubit lengan Kawaki dan memukul kakaknya.
"Aduh, Hima! Ampun! Iya, iya, niichan cuma bercanda! Niichan pasti makanin, kok masakan kamu!"
Himawari pun menatap Kawaki galak sampai berkacak pinggang. "Awas ya kalau gak dimakan?"
Kawaki pun tertawa mendengarnya. "Iya, adikku sayang." Kawaki berujar sambil mencubit pipi Himawari gemas hingga sang membuat Himawari merona.
'Perasaan apa ini?'
....
Sementara itu di lain tempat, terlihat Boruto yang tengah menyantap sarapan di ruang makan bersama Sarada, Toneri, dan juga Hinata. Keempatnya menyantap sarapan tersebut dalam keheningan, mengingat mereka semua adalah keluarga bangsawan. Sehingga, tata krama dan sopan santun sangat dijunjung tinggi. Salah satunya adalah cara makan, tidak ada satu pun dari mereka yang boleh berbicara selama acara makan masih berlangsung.
Setelah makanan di piring telah habis tanpa sisa dan pelayan sudah mengambil piring, barulah mereka mulai berbicara satu sama lain sembari menghabiskan minuman.
"Boruto, kemarin Mommy dengar dari Sarada bahwa kau habis menabrak seorang gadis?"
Boruto yang tengah meminum susunya hampir tersedak usai mendengar pertanyaan tersebut keluar dari bibir ibunya. Ia pun mendelik galak ke arah Sarada yang tengah tersenyum jahil. Benar-benar tak menyangka jika kekasihnya itu akan mengadukan kejadian tempo hari kepada ibunya.
"Iya, Mommy. Memangnya kenapa? Jangan bilang kalau Mommy mau memaksaku untuk minta maaf."
"Boruto, kalau kau berbuat salah ya kau harus minta maaf! Kenapa kamu malah berbicara seperti itu, sih?" Toneri menanggapi ucapan Boruto agar putra tirinya itu bisa segera sadar. Meskipun ia dan Hinata belum terikat pernikahan, namun Boruto tetap sudah ia anggap seperti anaknya sendiri dan menjadi kewajibannya untuk menasehati putranya jika putranya berbuat salah.
"Dadski juga, kenapa ikut-ikutan Mommy dan Sarada, sih? Lagian aku itu tidak salah, gadis itu saja yang tidak bisa melihat pas menyebrang!"
Hinata menghela napas dan mengelus dadanya. Ia sadar, Boruto memang tumbuh menjadi anak yang mudah melawan dan susah dinasehati. Itu karena salahnya, salahnya yang terlalu memanjakan putranya sejak kecil.
"Boruto sayang, kalau misal Mommy bikin salah sama kamu terus, Mommy gak minta maaf sama kamu. Kira-kira kamu kesal gak? Kesal, kan? Sama, sayang seperti gadis itu. Kamu minta maaf ya."
Boruto menghela napas. Meskipun ia mudah melawan tapi, ia juga mempunyai sisi lembut saat ibunya turun tangan menasehatinya.
"Baiklah... baiklah. Aku akan bertemu dan meminta maaf kepada gadis itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fanfiction{BoruSara & KawaHima / slight ToneHina}. Disclaimer: Naruto/Boruto (c) Masashi Kishimoto. [Highest Rank #10 in Sarada]. [Highest Rank #7 in Toneri]. [Highest Rank #9 in Himawari]. Boruto dan Himawari, sepasang kakak beradik yang harus hidup berpisah...