Azusa POV.
Lagi-lagi Amuro meminta ijin tidak masuk kerja. Aku bukannya keberatan, sih. Lagipula manajer juga tidak masalah. Aku memaklumi pekerjaan detektif swasta pasti sewaktu-waktu sibuk. Ran juga berkata hal yang sama tentang pacarnya yang juga seorang detektif. Hanya saja, aku penasaran...
"Amuro-san, apa kau tidak kerepotan?"
"Maksudnya?" Tanya Amuro balik.
"Yah, kau itu seorang detektif, tapi juga bekerja sebagai pelayan di sini. Setelah itu kau masih harus magang di tempat detektif Kogoro. Bagaimana kau bisa membagi waktu untuk semua itu?"
"Tidak, tuh... mungkin karena aku sudah terbiasa kali, ya?" Jawab Amuro sambil tersenyum dan menghabiskan pasta buatanku.
Ia memang sering tersenyum. Hal itu yang membuatnya memiliki banyak penggemar dari pelanggan Poirot.
Tapi aku juga kadang-kadang tak sengaja menangkap raut wajahnya yang berubah dingin tiba-tiba. Terutama saat ia sedang menelepon atau menerima pesan dari ponselnya. Apalagi jika sedang berpikir, ekspresinya bisa sangat serius. Tapi jika kupanggil ia dengan mudah mengubah ekspresi wajahnya kembali menjadi penuh senyuman.
"Amuro-san, kenapa kau mau jadi pelayan?" Suatu hari aku menanyakannya.
"Sepertinya gaji menjadi detektif lebih besar dari pelayan kafe kecil seperti ini, bukan?"
Bukan apa-apa. Lagipula sejak Amuro bekerja di sini jumlah Kafe Poirot memang semakin ramai. Seperti dugaanku. Kebanyakan pelanggannya adalah gadis-gadis sekolah hingga kuliah. Bahkan beberapa diantara mereka membuat klub penggemar Tōru Amuro.
Hanya saja ia seringkali ijin tidak bekerja. Bahkan Amuro tidak masalah jika gajinya dipotong ijin cutinya itu.
"Amuro-san itu tak hanya tampan, tapi juga baik, ramah, lembut, pandai memasak dan seorang detektif," aku merinci kelebihannya dengan jujur.
"Ii e, ii e... Azusa-san terlalu memujiku."
"Itu benar! Aku saja masih heran kenapa kau mau jadi pelayan saja, bukannya aktor atau model," tukasku.
"Memang, sih. Tapi uang-uang itu hanya akan kudapat jika berhasil menyelesaikan kasus. Penghasilan seorang detektif swasta itu tidak menentu. Jadi aku masih membutuhkan pekerjaan lain yang pasti," jelasnya.
"Dan jika aku menjadi sosok terkenal, bukannya itu akan mengganggu pekerjaanku sebagai detektif?"
Aku mengangguk membenarkan. Benar juga, pekerjaan detektif kan kebanyakan mencari informasi secara diam-diam. Tentu tidak bisa dilakukan jika kau dikenali setiap orang yang kau temui.
"Yaah, Amuro-san tidak masuk lagi hari ini?"
sekumpulan gadis-gadis SMA di hadapanku mengeluh. Mereka kecewa karena tidak bertemu Amuro yang mengambil cuti libur. Padahal aku yakin mereka semua sudah berharap dapat dilayani oleh pelayan tampan favorit mereka.
"Gomennasai... Bagaimana jika aku memberi kalian semua kertas. Lalu kalian tuliskan sebuah surat? Nanti akan kusampaikan ke Amuro-san jika ia sudah masuk kembali," aku memberi tawaran.
Tentu saja aku tidak boleh sampai kehilangan penggemar-penggemar Amuro, karena itu berarti kehilangan pelanggan Poirot.
"Sumimasen...!"
"Ran, selamat datang!"
Aku langsung menyapa Ran yang masuk sendirian.
"Ano, tolong 3 set sarapan 1 kopi & 2 jus jeruk. dibawa pulang, ya? Azusa-san.."
"Hai', pesanan segera datang...!"
Aku bergegas menyiapkan pesanan Ran. Gadis itu melihat-lihat sekeliling, kutebak sedang mencari Amuro-san.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected LOVE (det. Conan fanfiction : AmuroxAzusa)
RandomMemiliki 3 identitas berbeda, Rei Furuya sudah terbiasa menjalaninya. Bekerja sebagai agen polisi rahasia yang menyusup ke organisasi kriminal paling berbahaya di Jepang membuatnya terb8asa untuk berhati-hati. Yang jelas, tidak ada waktu baginya mem...