Runtuh

254 14 0
                                    

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh lorong rumah sakit. Tangannya gemetar, lalu memukul kepalanya sendiri. Kenapa tidak dari dulu ia menyadari semua keanehan ini? Tidak mungkin ada rumah sakit sepi, dan kotor seperti ini. Ia segera berlari ke kamar, menyuruh temannya yang sedang makan untuk cepat berkemas. Temannya yang tidak tahu apa-apa setuju saja memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas. Di sela-sela aktivitasnya, tv kuno yang dianggap rusak itu tiba-tiba menyala. Menampilkan berita hilangnya beberapa orang secara misterius, yang diduga sengaja diculik dan  dibunuh. Hingga saat ini, jasad mereka masih belum ditemukan.

Kedua pemuda itu diam, saling bertatapan.
Tv itu seketika mati. Mereka lari terbirit-birit meninggalkan tas dan semua barang-barangnya.

Nafasnya tersengal-sengal, sampai berada di depan rumah sakit, mereka berhenti sambil memegangi lutut. Berharap nafasnya lebih stabil dari sebelumnya.

"Sebenarnya kamu ngapain ngajak lari sih," Kata pemuda yang dirawat seraya menepuk punggung temannya.

Dengan nafas terengah-engah ia menjawab ala kadarnya.
"Se-tan. Rumah sakit se-tan,"
"Wis, ayo muleh ae. Ga bener iki." Ujarnya.

Dari kejauhan terdengar suara sirine polisi yang mendekat. Beberapa mobil yang memiliki lampu mencolok itu berhenti di depan mereka. Kedua pemuda itu kebingungan dengan apa yang telah terjadi.
Satu orang berseragam polisi turun dari mobil menghampiri mereka.

Sebelum polisi itu semakin dekat, dua pemuda itu lari terbirit-birit. Polisi yang menghampiri mereka pun mengejar mereka.
Tidak sampai dua ratus meter, salah satu pemuda itu terjatuh tersandung batu.

Polisi itu segera menangkapnya.
"Woii Umar, tolongin woii!!" Teriak pemuda itu memanggil temannya yang bernama Umar. Temannya menoleh sekilas lalu berbalik lagi.

"Umarrr woiii!!" Teriaknya lagi dengan wajah ingin menangis.

"Kamu ngapain lari?" Teriak polisi itu seraya memegangi tangan

"Bapak juga ngapain nyamperin saya. Saya nggak salah apa-apa pak. Tolong jangan tangkap saya. Saya ini anak rantau yang susah pak,"

"Kalo mau bebas, cepet panggil temen kamu!"

"Woii Umar!!" Teriaknya lagi. Temannya itu menoleh lalu berlari kecil ke arah mereka.

"Ngapain kamu lari?" Bentak polisi itu kepada Umar.

Umar gelagapan karena suara polisi itu berhasil mengusir rasa kantuk tetapi mendatangkan rasa takut.

"Ndak tau pak. Lha bapak juga ngapain dateng ke kita,"

Tidak lama kemudian, beberapa mobil berwarna hitam datang. Beberapa orang berjaket kulit turun menghampiri mereka.
Satu orang membisikkan sesuatu kepada orang yang menangkap Umar dan temannya.

"Kalian ngapain di sini?" Tanya salah satu orang diantara mereka.

Umar dan temannya saling menatap bingung.

"Lha bapak pikir Kita ini ngapain? Jelas-jelas ini rumah sakit. Teman saya ini loh pak dirawat di sini," Jelasnya.

"Iya pak. Benar, saya lagi sakit loh,"

"Bapak sendiri ini ngapain ke sini? Bikin takut orang aja," Timpal Umar.

"Rumah sakit ini resmi akan di tutup dalam satu Minggu ke depan. Kalian akan kami jadikan saksi."

"Lho, saksi apa pak. Kita nggak salah apa-apa lo, ya to?" Umar menyenggol tangan temannya untuk mendapatkan dukungan.

"Rumah sakit ini terlibat kasus pembunuhan,"

Umar dan temannya saling bertatapan. Mereka digiring memasuki mobil. Tidak lama kemudian, warga setempat mulai berdatangan ke rumah sakit.

                 *****

Umar dan kawannya digiring memasuki ruangan interogasi. Orang yang duduk di depan mereka mulai bertanya-tanya tentang keadaan rumah sakit itu selama satu Minggu. Apakah ada sesuatu yang aneh atau mencurigakan.
Sebelum menjawab mereka saling bertatapan. Mulut yang tadinya ringan untuk berbicara kini terasa berat dan gemetar.

"Kalian ini kenapa? Kebelet berak apa gimana?" Sentak orang yang menginterogasi.

"Anu pak. Di sana ada hantunya,"

"Hantu?"

"Iya. Beberapa hari yang lalu saya ketemu sama bapak-bapak yang lagi nungguin istrinya. Awalnya nggak ada yang aneh. Tapi tadi, bapak tau nggak?"

"Engga,"

"Jadi gini, tadi itu, kita lagi ngobrol kayak sebelumnya. Tapi, tiba-tiba si bapak ini ngomongin istrinya. Katanya, istrinya di dalam tiang rumah sakit. Saya kira becanda to. Eh ternyata, bapak itu tiba-tiba ngilang gitu aja. Setelah saya cek ke kamar istrinya, ternyata kamarnya kosong loh pak. Saya sama temen saya kan jadi takut. Ya akhirnya kita lari dari sana," Umar menarik nafas panjang untuk mengisi rongga dadanya.

Orang itu hanya mengangguk-angguk seraya mencoret-coret kertas kecil yang ada di tangannya.

"Bapak nggak percaya?" Tanya Umar sekali lagi. Ia kesal dengan reaksi orang itu, seperti meremehkan ceritanya.

"Percaya. Terus, ada yang aneh lagi?"

Umar berpikir sejenak. Sepertinya memang itu hal yang paling menyeramkan. Selain itu, anak kecil yang muncul dari ruang steril itu. Apakah dia termasuk hantu jenis tuyul? Tetapi, caranya berjalan, sikap dan wajahnya normal seperti manusia.

"Anu pak. Ada anak kecil yang tinggal di ruang yang udah dikosongin. Saya rasa, itu aneh pak. Karena sepertinya dia di sana sendiri. Saya juga nggak pernah liat ada yang njenguk dia. Mendingan bapak nggak usah ke sana. Takutnya dia tuyul,"

Entah sudah berapa lama Umar berada di ruangan itu. Segala pertanyaan sudah dilontarkan dan ia jawab dengan lancar. Karena ternyata, orang yang menginterogasinya tidak terlalu menyeramkan seperti yang ia bayangkan di awal.

                                 *****

Sejak subuh tadi beberapa mobil mulai berdatangan memenuhi lahan parkir rumah sakit. Garis kuning terpasang di sepanjang loby. Berita begitu cepat menyebar, membuat beberapa wartawan sudah siap siaga  dengan kamera lensa yang memancarkan kilatan cahaya.

Tidak lama kemudian, alat-alat berat mulai berdatangan. Beberapa petugas membawa palu raksasa untuk membongkar tiang-tiang yang konon katanya berisi jasad manusia.
Hingga siang hari, lobby rumah sakit sudah dirobohkan. Puing-puing bangunan berserakan dimana-mana.
Teriknya matahari tidak membuat semangat warga gentar untuk tetap berdiri demi menyaksikan apa yang sebenarnya dilakukan para petugas itu. Peluh bercucuran membasahi dahi yang kemudian mengalir mengenai baju mereka.
Tidak lama kemudian terdengar suara grusak-grusuk dari dalam. Beberapa petugas keluar menandu plastik berwarna Oren yang kemudian diangkut dengan ambulance. Beberapa warga matanya melotot, mereka sudah bisa menebak apa yang ada dalam kantong itu, dengan cepat mereka menutup hidungnya.

Hingga sore hari, ada beberapa yang masih setia berdiri di sana. Entah menunggu apa dan siapa.

Beberapa saat setelahnya, alat berat mendekati gapura yang bertuliskan 'Rumah sakit Dharma'

Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini

PULANGNYA BALAKOSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang