Happy Reading!
•
•
•Rafael menarik napas sekali lagi. Pria itu memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri karena sang istri terus mondar-mandir di ruang kerjanya sambil mengomel tanpa henti.
"Kau tidak mengatakan bahwa Michael akan pergi secara diam-diam! Kenapa dia tidak berpamitan padaku? Aku ini ibunya! Tega sekali dia pergi tanpa pamit!? Tidak tahukah dia betapa paniknya aku--"
"Pumpkin," sela Rafael. "Kumohon, berhentilah berbicara barang sedetik saja," pintanya. "Membiarkannya pergi secara diam-diam adalah bagian dari rencana yang kami susun."
"Rencana, rencana, dan rencana," Mia mencibir sarkastik. Wanita itu berjalan mengitari meja kerja suaminya, dan berhenti di depan Rafael yang tengah duduk di kursi dengan punggung disandarkan.
Mia mencondongkan tubuh ke arah sang suami, matanya menyalang dipenuhi amarah. Dengan jari telunjuk menusuk dada suaminya, Mia mendesis, "Ini semua salahmu. Kau tahu pria macam apa Dexter itu. Kau paham apa saja yang mampu Dexter lakukan demi mendapatkan apa yang dia mau. Tetap saja. Bukannya menyuruh Michael untuk menjauhi monster itu, kau malah melempar putramu menuju ke ajalnya."
Rafael menangkap pergelangan tangan Mia, matanya bersinar dingin. Tangan bebasnya melingkari pinggang sang istri dan menariknya mendekat. Dari tempat ia duduk, Rafael harus mendongak agar bisa menatap ke arah mata istrinya yang terus berkobar dipenuhi amarah dan kecemasan.
"Pumpkin." Ibu jari Rafael membelai lembut pergelangan tangan Mia yang ia cekal. Di bawah ibu jarinya, ia bisa merasakan garis-garis samar di sana, goresan bekas luka, tanda bukti bahwa wanita itu telah mengalami masa lalu yang kelam.
Rafael telah mengenal Mia selama lebih dari 25 tahun lamanya. Tak sekalipun Rafael pernah meninggalkan sisinya. Ia selalu berusaha sebisa mungkin untuk selalu ada di sisi Mia setiap kali wanita itu membutuhkan kehadirannya.
Tetap saja, itu tidak cukup untuk mencegah kejadian buruk di masa itu. Ia sempat gagal menjaga wanitanya. Wanita, yang berhasil mencuri hatinya sejak mereka masih remaja. Dan sekarang, ia gagal menjaga putra mereka. Dada Rafael seakan dicubit. Rasanya sakit sekali.
Ia telah berusaha sebisa mungkin.
Namun musibah datang tanpa bisa diprediksi. Mereka kehilangan jejak Michael.
Beberapa jam setelah Mia kalang kabut karena Michael pergi tanpa berpamitan, Marlo menelepon demi memberitahu bahwa dia kehilangan sinyal dari ponsel Michael ketika mobil Dexter berkendara di tol New Jersey Turnpike.
"Aku tahu," bisik Rafael, rasa penyesalan seakan mencekik lehernya, membuat napasnya tercekat di tenggorokan. "Aku tahu aku melakukan kesalahan. Aku sedang mencoba memperbaikinya."
Rafael merasakan tubuh istrinya gemetaran. Air mata membanjiri pipi tembamnya, namun jejak kemarahan tak pernah meninggalkan kedua netra cokelat gelap itu.
"Aku akan menemukannya," Rafael membisikkan janji itu. "Aku akan membawa Michael pulang. Aku akan mengantarkan putra kita ke rumah. Aku akan mengantarnya pulang kepadamu. Aku berjanji."
Mia menarik diri. "Baiklah. Aku akan memegang janjimu."
Rafael menggenggam kedua tangan wanita itu erat-erat, matanya bersinar penuh harap. "Apa kau memaafkanku?"
"Tidak," jawab Mia segera.
Senyum yang hampir timbul di wajah Rafael pun melenyap, bersamaan dengan lenyapnya sinar harap di netra biru milik pria itu.
"Tapi...." Rafael merasakan tangan Mia membalas genggamannya. "Aku akan mencoba."
Pria itu tersenyum lega. "Itu cukup untukku. Aku akan membawa Michael pulang. Kau bisa memegang janjiku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Of The Past [END]
Teen Fiction⚠️ BUDAYAKAN FOLLOW DAN TINGGALKAN VOTE SEBELUM MEMBACA ⚠️ ㅤㅤ [ BOOK TWO OF TWISTED FATE ] ㅤㅤ Semua orang menyukai Michael Davis. Ia pemuda yang ramah pada setiap orang yang ditemuinya, merupakan salah satu murid cerdas di sekolahnya, dan memiliki s...