Sekarang Ragha tau kenapa dari beberapa hari lalu udara Jepang terasa dingin dengan langit tak secantik biasanya. Perasaan resah yang beberapa hari ini ia rasakan kini telah terjawab sudah. Air matanya telah mengering menyisakan jejak serta sesak yang begitu menghimpit dada. Beruntung kaca mata hitam yang ia kenakan sedikit membantu menutupi kepedihan yang terpancar dari netranya.Sekarang tidak akan ada lagi teriakan kesal yang membangunkan tidurnya di pagi hari. Tidak akan ada lagi seseorang yang ribut karena bekal yang ia bawa tidak habis termakan. Kini ia akan menghabiskan setiap waktu sendirian. Kamar atau ruang tengah yang biasanya mereka gunakan untuk bertukar cerita dan saling bercanda kini hanya tinggal hampa yang menyisakan kenangan. Ia akan sangat merindukan pelukan hangat yang selalu ia dapatkan ketika sedang lelah menghadapi dunia. Tangan halus yang mengusap lembut punggungnya tidak akan lagi ia rasa.
Padahal beberapa minggu yang lalu mereka sudah berencana akan pergi melihat patung salju dan es pada festival musim dingin di Sapporo. Sapporo Yuki Matsuri , festival salju terbesar di Jepang yang akan diadakan awal bulan Februari. Sudah lama sekali mereka tidak pergi berlibur ke sana. Namun, ternyata Tuhan memiliki rencana lain.
Ragha hanya belum bisa menerima kenyataan yang begitu tiba-tiba. Kemarin semuanya masih baik-baik saja. Mama masih memasak seperti biasa untuk sarapan bersama dirinya dan Marlo. Wanita cantik itu juga masih membawakannya bekal, mengelus pipi dan mencium kening seperti biasanya.
"Kata Marlo hari ini ada pemotretan, kan?" Ragha mengangguk sebagai jawaban. Anak itu tengah sibuk menyuapkan sereal ke dalam mulutnya.
"Maaf hari ini Mama tidak bisa menemani." ucapnya menatap sedih pada Ragha. Beberapa minggu ini ia memang tengah sibuk menyiapkan beberapa keperluan untuk festival desain baju rancangannya.
"Tidak apa-apa, Ma. Ada Marlo dan Katty yang akan menemani Ragha."
Senyum sendu nampak tercetak di bibir Namira. Wajahnya nampak lelah terlihat dari kantung mata yang menghitam dan kulitnya sedikit memucat.
"Sayang, jaga kesehatan jangan terlalu banyak ambil job dan pemotretan. Nanti Mama juga akan bilang pada Marlo. Jangan di paksakan kalau memang sudah tidak enak badan. Jangan sampai telat makan. Apapun yang terjadi kamu harus kuat. Boleh menangis tapi janji setelah itu bangkit lagi. Maafkan Mama karena belum bisa menjadi Mama yang baik untukmu. Mama berharap kamu tidak akan pernah membenci Mama. Mama sangat menyayangimu." Hati Ragha terasa hangat tapi di lain sisi ada rasa tak nyaman dengan ucapan mamanya. Aneh, menurutnya. Namira belum pernah seperti ini sebelumnya. Mungkin Namira sedang banyak pikiran makannya bicaranya agak sedikit rancu.
Setelah kata itu terucap yang Ragha lakukan hanya memeluk Namira. Menenggelamkan kepalanya di dada wanita itu sembari menghirup aroma dari tubuh mamanya dalam-dalam. Cukup lama hingga membuat kakinya pegal tapi ia enggan melepaskan. Ia masih nyaman dan rasanya ingin begini sepanjang hari di tambah usapan pada kepalanya yang begitu menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
Teen FictionSemua hanya tinggal menunggu waktu dan aku akan kembali mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku. --Sandyakala-- Pertemuan waktu;