0.2

86 10 4
                                    

Sore itu langit Jakarta nampak mendung di sertai angin yang berhembus sedikit kencang. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Di bulan Desember seperti sekarang ini hujan memang sering turun dengan tiba-tiba. Kadang seharian full tanpa henti hingga mengakibatkan banjir menggenang dimana-mana.

Meskipun terlihat jika langit semakin tidak bersahabat beberapa pemuda yang tengah memperebutkan bola di lapangan tetap melanjutkan permainan. Kali ini mereka tengah mengadakan pertandingan ala-ala sekalian berlatih untuk turnamen basket bulan depan.

"Wan, lempar sini." Nara memberi intruksi pada Awan yang tengah mendribel bolanya. Cowok itu di hadang oleh dua orang dari kubu lawan.

Nara dengan mudah menangkap lemparan dari Awan. Kini gantian dirinya yang menggiring bola dan mengecoh lawan. Dengan mudahnya bagi Nara melewati lawan hingga akhirnya melakukan syuting pada ring dan berhasil memasukkan tiga point.

Sorak sorai dari penonton yang melihat terdengar riuh. Ya, masih ada beberapa murid yang tinggal untuk sekadar melihat cowok-cowok idaman sekolah berlatih basket. Selain itu masih ada beberapa anak paskibra yang berlatih PBB untuk lomba antar kecamatan, katanya. Sesekali mereka juga memperhatikan, kadang Nara berpikir untuk apa ikut pasukan baris berbaris yang hanya berdiri diam dengan sikap sempurna dan menunggu intruksi. Berdiri tegak dengan sikap sempurna itu seperti menyiksa diri, pegal dan capek.

Kembali terfokus pada permainan ketika Jojo terlihat heboh sambil menari-nari karena berhasil memasukkan bola. Ah, meleng sedikit saja Nara seperti sudah ketinggalan jauh.

"Tumben dia bisa masukin bola?" Nara menghampiri Raden yang lebih dekat dengan dirinya.

"Lagi, bejo." Mereka berdua terkekeh bersama. Pasalnya Jojo itu manusia paling sial yang pernah Nara kenal, hidupnya tidak jauh dari kata apes. Sebenarnya namanya Jonatan tapi kata teman-teman terlalu kepanjangan dan nggak cocok dengan kepribadian serta wajahnya yang lawak. Jadilah mereka semua mempersingkat dengan panggilan Jojo.

Jojo kembali menguasai bola cowok itu sudah bersiap akan melambungkannya. Tapi, sialnya kali ini lemparan itu mengenai ujung besi pada ring basket dan memantul keluar lapangan. Seperti ada tombol pause yang membuat semua orang dalam lapangan tak bergerak. Mereka semua terkejut saat lemparan Jojo tepat mengenai kepala seseorang.

Dan, Nara memecahkan keheningan dengan tawa menggelegar ketika melihat wajah sang kembaran merah padam dengan mata menatap tajam setiap orang yang ada di lapangan seolah tengah mencari inti si pelaku pelemparan.

Sepertinya memang nasib sial Jojo sudah melekat pada dirinya karena sekarang semua yang ada di sana tengah menunjuk dan berseru keras meneriaki namanya.

"Aisss, Tuhan dari sekian banyakya murid SMA Gentala kenapa harus kena si Djhiwa!" Seru Jojo meringis sedih. Membayangkan dirinya akan di geprek oleh Djhiwa sebentar lagi.

"Jonatan!"

"Huaaaaa, kabor!" Cowok itu sudah kabur dengan mulut ngedumel tak jelas. Kepalang takut pada Djhiwa salah satu pentolan Gentala yang tidak lain kembaran dari sahabatnya, Naraka Gustiwara.

Padahal aslinya Djhiwa tidak seseram itu kalau tidak di usik. Kata Nara Djhiwa itu protektif dan mudah tersulut emosi, mulutnya tajam seperti matanya ketika menatap sang lawan, badannya memang kecil tapi kemampuan beladirinya jangan di ragukan lagi. Pemegang sabuk hitam dan juara satu lomba silat nasional.

Kalau kata Mas Bara kakak pertama Nara. Djhiwa bisa di percaya dan bisa melindunginya, jadi tugas Mas Bara tidak terlalu berat karena sudah ada Djhiwa yang akan menjaga Nara. Padahal kalau di lihat dari perawakan, badan Nara lebih besar dan tinggi dari Djhiwa. Dia juga tidak selemah yang orang-orang pikirkan. Mungkin karena di sini Djhiwa itu kakak jadi sikap ingin melindunginya tumbuh secara alamaiah.

SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang