Chapter 2 | Asma Amalia

13 1 0
                                    


"Manusia hanya bisa berencana, namun Allah lah yang menentukan"


***


Namanya Asma Amalia, teman-temannya sering memanggilnya Asma. Asma seorang pendidik di taman kanak-kanak. Tidak, tidak. Itu bukan cita-citanya, Asma tidak berharap atau bermimpi menjadi seorang guru, sekalipun itu di dunia anak-anak.

Yah, guru adalah pekerjaan yang mulia tapi tidak semua orang bisa mengerjakannya dengan tulus dan ikhlas. Mendapat gelar guru, itu juga cukup membebaninya. Karena kalian tahu? Arti guru sendiri sangat dalam, "Digugu dan ditiru", seseorang yang dipercaya dan ditiru. Bukankah itu cukup berat?.

Apa Asma membenci pekerjaannya? Tentu saja tidak, karena mungkin ada banyak orang diluar sana yang ingin berada diposisinya. Lebih tepatnya, banyak orang diluar sana yang kesulitan mencari pekerjaan di zaman yang terlihat mudah padahal sulit ini. Entah apapun pekerjaan kita, entah bagaimana posisi kita saat ini, bukankah kita harus tetap bersyukur menerima semua ketetapan-Nya?

 Meskipun itu bukanlah mimpi kita sekalipun. Bersyukur dan ikhlas adalah kunci utama melewati semua part dalam kehidupan.

Berbicara tentang mimpi, Asma pernah merancang planning bersama teman-temannya. Asma ingin menjadi seorang seniman, atau sesuatu yang berkaitan dengan seni.


"Ya, nanti kamu mau jadi apa?" Tanya Asma disuatu sore pada salah satu temannya, Ilya.

"Aku? Emm.." Ilya merenung sejenak, "aku mah mau kuliah ngambil bahasa arab, terus kalau udah selesai mau ngambil S2 nya ke Kairo" ujarnya mantap, seraya tersenyum manis.

"Wah, Masya Allah, bagus tuh! Semoga tercapai yah" Seru Asma menanggapi.

"Tapi,, aku mau nikah dulu sebelum ngambil S2 ke Kairo, biar di sana nanti ada mahrom yang jagain" seru Ilya sambil tersenyum malu-malu, yang langsung digoda oleh Asma.

"Ihh Asma udah atuh! kamu sendiri mau jadi apa?" Tegur dan tanya Ilya yang wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

"Aku?" Asma sedikit menerawang, ia sendiri sedikit bingung karena ada banyak hal yang ia sukai, tapi yang paling ia suka adalah..

"Seniman! Aku mau jadi seorang seniman!" Ucapnya mantap.

"Seniman kayak gimana? Senimankan banyak persinya?" Tanya Ilya.

Asma berfikir sejenak.

"Seniman apa aja, entah itu jadi desainer grafis, animator, comic artist, illustrator, videograper, photograper, apapun itu yang penting seni!" jawab Asma seraya tersenyum yakin.

"Wah,, aku gak ngerti sih soal seni, tapi semoga mimpi kita terwujud yah" seru Ilya tersenyum, dan di aamiini oleh Asma.


 Rencana hanyalah rencana, sedangkan sang penciptalah yang menentukannya.

Namun usianya masih diusia dua puluhan, perjalanannya masih panjang dan masa depannya masih bisa berubah. Masih ada kesempatan untuk meraih mimpinya.

Karena Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, jika kaum itu tidak ingin merubah dirinya sendiri. Begitu pula dalam kehidupan setiap individu, harus ada aksi jika kita ingin berubah. Ikhtiarlah dan barengi dengan do'a, karena ikhtiar tanpa do'a itu sombong, dan berdo'a saja tanpa ikhtiar itu hanya fatamorgana.


***

TBC


Sebuah Kisah dari Lima SekawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang