Chapter 6 | Yustika Mala

12 2 0
                                    


Suara dentingan peralatan dapur terdengar bak di medan perang, terlihat Asma yang tengah sibuk beradu dengan adonan kuenya. Anura, sang adik bungsu hanya melihat kakaknya itu dengan tertawa melihat dapur yang berubah seperti kapal pecah.

"Gila lo? Sekalinya masuk dapur bikin dapur berantakan doang?" Tanya Anura tergelak, tak tahan melihat wajah kakaknya yang sudah seperti anak yang ada di film sadako.

"Astaghfirullah, itu mulutnya!" Tegur sang ibu yang mendengar bahasa anak bungsunya.

Asma yang merasa diledek hanya mendelik tajam pada sang adik.

"Diem lo! Sana ke luar!" Seru Asma, yang kesal karena melihat wajah sang adik yang terlihat bahagia menertawakannya.

Anura yang sama jahilnya dengan sang kakak, pergi dengan terus meledekinya. Ibu yang melihat itu, hanya menggelengkan kepala dan membantu membereskan dapur karena ulah anak ketiganya.

Asma sangat ingin membuat kue setelah melihat postingan salah satu temannya. Yustika Mala namanya, atau sering dipanggil Mala. Gadis berwajah manis dan ayu itu sangat pintar membuat kue, Mala juga pernah memberi Asma kue kacang buatannya dan Asma sangat menyukainya. 

Mala adalah salah satu teman karib Asma ketika SMA, sama halnya seperti Fatria dan Ilya. Mala, Fatria, dan Asma adalah teman sekelas intensi pertemuan mereka juga cukup sering. Berbeda dengan Ilya, mereka berada di kelas yang berbeda. Asma dan Ilya bersama hanya di saat jam istirahat, pulang, dan saat ekskul. 

Berbeda dengan Asma yang aktif dalam ekstrakurikuler, Mala tidak aktif dalam kegiatan sekolah, kesehariannya hanya sekolah, pulang, dan rumah. Asma yang mendengarnya sedikit kesal dan jenuh sendiri. Menurutnya, Mala itu memiliki potensi dalam bidang seni. Ia memiliki suara yang indah, Mala juga pernah mengikuti lomba sinden ketika di sekolah dasar.

"Kenapa gak mau ikutan ekskul? Kamu bisa ngambil seni vokal, Mal" tanya Asma di suatu waktu, di jam istirahat.

"Pacar aku gak kasih aku ijin buat ikutan ekskul, As" jawab Mala, yang seketika membuat Asma membeo.

"Pacar?"

"Iya, dia bilang kalau aku ikutan ekskul, nanti aku jadi sibuk dan lupa sama dia" jawab Mala, yang lagi-lagi membuat Asma membeo.

"Hah? Emang dia siap? Bapak kamu juga bukan, kenapa banyak ngatur?" Tanya Asma, yang tak habis fikir dengan akal orang yang dibutakan cinta.

Sedangkan Mala hanya terdiam seakan sudah siap untuk mendengar petuah dari sang nyai.

"Mal, kamu itu punya potensi, kalau kamu ikutan seni mungkin kamu bisa diajak buat ikut lomba seni vokal. Itu bisa jadi kesempatan buat kamu ngembangin bakat!" Ujar Asma memulai petuahnya.

"Pacar gitu mah buat apa? Putusin! Menghambat perkembangan hidup orang tahu, gak?" Seru Asma, tanpa filter.

"Parah tuh mulut, enak banget nyuruh orang putus" ujar Lala yang tak sengaja mendengar perbincangan mereka, dengan terkekeh.

"Lah, emang iyakan? Lagian apa dia biayain kamu? Enggak, kan? Jadi buat apa kamu pertahanin? gak guna cowok begitu! Ini hidup kamu, bukan hidup dia! Cowok banyak ngatur mah tinggalin udah!" Seru Asma panjang kali lebar tanpa filter.

Teman-temannya yang ikut mendengarkan juga malah ikut tergelak.

"Ada benernya juga sih ni anak, meski kadang nyelekit banget di hati!" Seru salah seorang dari mereka.

Tadinya Asma hanya berbincang berdua dengan Mala, tapi kenapa malah anak-anak yang lain juga ikut mengerumuni mereka?

Asma bukan main kesalnya, dia paling tidak suka melihat sesama perempuan yang terkekang dan tak bebas dalam hidupnya. Memang, kita harus memiliki batasan dalam hidup. Tapi, bukankah tidak ada yang melarang kita untuk meraih mimpi dan merajut asa? Jadi, kenapa harus mendengarkan mereka yang tak mengenal kita?

"Coba cerita sama aku, dia ngomong apa lagi sama kamu?" Tanya Asma, dengan memegang bahu Mala.

Mala terdiam sejenak dan mulai bercerita kembali.

"Dia bilang, aku gak boleh kerja atau kuliah kalau udah lulus nanti, dan harus nikah sama dia" jelas Mala, yang langsung mengundang respon anak-anak yang bergemuruh.

"Astaghfirullahal'adziim!"

"Wah, parah tuh cowok!"

"Gila!"

"Wah, gak bener sih itu!"

"Udah putusin aja, gak guna cowok gitu!"

"Mal, dengerin aku, hubungan kamu ini gak bener! Kamu ngejalanin hubungan yang toxic, dan ini gak baik kalau kamu terusin!" Jelas Asma, dengan sedkiti melembutkan suaranya.

Mala ini, kalau sudah cinta dia akan cinta sampai mati. Asma terus memaksa agar Mala mengakhiri hubungannya. Terdengar egois memang, tapi itu satu-satunya cara agar Mala terlepas dari laki-laki itu. Asma pernah melihatnya, dan dia tidak seperti laki-laki yang baik. Dia tidak baik untuk Mala.

Mala bukan hanya mengalami kisah asmara yang rumit, tapi juga keluarga yang rumit. Mala anak broken home, jika dia mencari pelarian dengan menemukan seseorang untuk melupakan masalah dalam rumahnya, seharusnya bukan pria itu. Ia hanya akan menambah luka untuk Mala, dan entah apa yang Asma lihat tapi dia seyakin itu. Asma lebih peka dari siapapun.

Asma takut Mala membencinya karena terlalu banyak ikut campur, tapi dia harap mala mau melakukannya.

"Masih banyak laki-laki baik di luar sana, Mal! Jangan jadikan dia satu-satunya!"



***

TBC

Sebuah Kisah dari Lima SekawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang