Chapter 8 | Lana | Dekap

6 1 0
                                    


Setelah selesai dengan sekelompok kakak kelas itu, Lana berlalu dengan menggandeng tangan Asma tanpa lupa berpamitan dan menebar senyumnya yang manis. Asma? sudah jangan ditanya, seberapa masam wajahnya.

"Senyum dong,, gak enak banget lihat wajah kamu!" Tegur Lana, sembari terkekeh.

"Diam kamu! udah telat satu jam lebih, loh ini! kita udah ketinggalan bus Lana, jam segini susah nyari lagi!" Gerutu Asma.

Bohong, bukan hanya karena itu Asma terlihat masam. Lana bisa melihatnya, kenapa masih enggan untuk bercerita padanya? Bukankah kita sahabat?

Lana mendekap Asma erat, biarlah temannya ini meronta karena badan kecilnya tertekan oleh badan Lana yang lebih besar darinya.

Karena terkadang, dekapan yang diberikan meski sejenak itu dapat membantu meringankan beban dalam hati seseorang. Ya, meski tak semua lara itu hilang, setidaknya dapat menghilangkan sedikit beban.

Setelah beberapa menit, Lana melepas dekapannya. Ia tertawa sampai hampir terjungkal dan terpelanting karena melihat wajah Asma yang semerah udang rebus. Jika telat beberapa detik saja, mungkin Lana sudah bisa melihat Asma di dunia lain.

"Apa? Udah puas ketawanya? Puas-Puasin aja deh!" Tanya Asma dengan wajahnya yang merah.

"Maaf, maaf!" Seru Lana, sembari menahan tawanya.

Lana merangkul bahu Asma, dan mengajaknya duduk di halte bus. Dengan masih diselengi tawa, Lana terus mencoba mengambil hati Asma agar tidak terus menerus memarahinya.

"Iya deh iya, gak lagi! Waktu pulang langsung pulang! kakak-kakak tadi aku cuekin, bilang aja kalau aku gak bisa karena sibuk!" Ujar Lana.

"Gitu aja terus! Nanti juga diulangi lagi!" Kekeh Asma.

"Gak, yang ini serius!" Seru Lana, dengan ekspresi yang meyakinkan.

"Bener yah, awas kalau boong lagi!" 

Asma ini ketatnya bukan main, kalau sudah waktunya pulang dia benar-benar harus pulang ke rumah. Dia paling tidak mau membuat orang tuanya khawatir, karena kalau sudah seperti itu dia juga yang akan dimarahi kakaknya.

Terkadang, Lana merasa iri dengan Asma yang memiliki keluarga yang bahagia dan lengkap. Asma memiliki keluarga bak keluarga cemara, dengan orang tua yang pengertian dan kakak-kakaknya yang juga menyayanginya, belum lagi adik yang menemaninya. Sedangkan dirinya, Lana adalah anak broken home. Ayah dan ibunya berpisah semenjak Lana kecil, masing-masing dari mereka telah menemukan kebahagiaan baru.

Sebelumnya, Lana tumbuh dan besar dalam pengasuhan kakek dan neneknya dari pihak ayah. Ayahnya merantau dan memiliki keluarga baru di sebrang sana, sedangkan sang ibu sudah bahagia dengan keluarga barunya di kota lain.

Lana kecil, hanya tumbuh dalam pengasuhan kedua tangan yang rimpuh tanpa ada perhatian dari orang tua. Meski begitu, Lana masih menjadi anak yang berbakti. Karena baginya, rido Allah adalah rido orang tua dan murka Allah adalah murkanya orang tua. Entah bagaimana orang tuanya melibatkan diri dalam merawatnya, namun Lana akan terus mencoba melakukan dan memberikan yang terbaik untuk keduanya.

Lana yang saat itu masih kecil, hanya dapat mendekap renjana dalam asanya tanpa tahu harus menyampaikannya pada siapa.

Dan lihatlah ia yang saat ini sudah beranjak remaja, bak pelita dalam temaramnya kehidupan orang lain. Ia yang tak segan memberi penghiburan untuk mereka yang tengah berkubang dalam lara, dan ia yang tak segan menjulurkan tangan untuk mereka yang butuh uluran tangan.

Sejauh ini, ia mampu menutupi luka itu sendiri tanpa ada orang yang tahu seberapa berat ia melalui kehidupannya.



***

TBC



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebuah Kisah dari Lima SekawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang