5. Hal yang Gue Benci.

0 0 0
                                    

"Botol mineral nya satu buk."

Usai memegang botol itu, Sae kemudian duduk di kantin dan seperti biasa banyak yang memandanginya dengan begitu sinis dan penuh kebencian. Sae tidak peduli itu, dia hanya peduli pada dirinya sendiri dan juga, Sean. Ya. Kedua mata Sae kemudian terarah pada sekelompok geng yang menghampirinya dengan pandangan sinis dan senyuman licik khas geng itu. Sae tidak tau apa yang terjadi, namun dia lebih memilih diam.

"Heh bocah keparat! Hahahaha."

Sae masih berusaha memendam emosi nya saat tiba tiba sebuah tangan berani menyentuh kepalanya.

"Singkirin tangan lo." Ucap Sae kemudian berdiri dan kini dia menggenggam erat tangan si pengganggu itu.

"Buset belagu banget lo!." Sentak Bagas selaku wakil ketua dari geng itu.

"Ketua lo duluan, lagian juga ga ada angin ga ada hujan gangguin gua terus." Sela Sae.

Merasa kesal, Viran sebagai ketua geng pun merasa terhina dan mendorong Sae hingga membentur dinding. Sae masih berdiri, dia mencoba melawan walau kini jantung nya harus merasakan sedikit rasa sakit karena syok d dorong oleh Viran ke dinding.

"Dengerin ya, kalo bukan karena Sean lo pastinya ga bakal sekolah lagi disini." Ucap Viran sambil menginjak tangan Sae.

"Sean? Lagian gua ga pernah berharap di tolongin dia, kalo di keluarin gua juga ga masalah." Balas Sae sambil melihat ke arah Viran.

"Bangsat lo!." Sentak Zarigar kemudian menarik kerah baju Sae dan memukulnya.

Karena keributan itu, membuat seisi kantin jadi syok dan melangkah mundur karena takut. Sae hanya diam, sesaat sesuatu warna merah mengalir dari ujung bibir nya dan luka lebam dimana mana. Sae ingin melawan, namun entah tenaga nya langsung terkuras saat di pukul.

"BANGSAT! JAUH JAUH LO DARI KEMBARAN GUE!!."

Sean dengan amukan nya langsung datang dan seketika dia mendorong Viran sama persis seperti Sae hingga Viran membentur dinding. Kedua tangan nya terkepal kuat, dia menatap tajam Viran, amukan nya tidak terkontrol sesaat dia melihat kondisi Sae yang hampir kehilangan nyawa.

"Bajingan lo! Sae salah apa sama lo?! Sekali pun Sae aja ga pernah nyentuh ataupun nyenggol lo, bangsat!."

Sesaat Sean akan memukul Viran, sebuah tangan menahan Sean agar tidak melanjutkan nya. Sean menoleh, melihat Sae dengan rasa iba di matanya.

"Gausah di perpanjang, gua gapapa." Sae kemudian berdiri.

Sae kemudian menggandeng Sean menjauh dari kantin dan berusaha agar Sean tidak melanjutkan permasalahan itu. Hingga, mereka sampai di sebuah lorong sekolah yang sepi dan kini hanya ada mereka berdua.

"Lo ngapain dateng sih? Ngerepotin." Ketus Sae padanya.

Mendengar hal itu, justru membuat Sean bingung dan tidak paham atas perkataan yang barusan di lontarkan Sae. Dia mendekat, berusaha memahami perkataan Sae.

"Lo di hajar kan tadi? Gue nolongin lo, gue ga terima lo di hajar kayak gitu, gue masih peduli sama lo-"

"Tapi gua ga butuh rasa peduli lo!." Sentak Sae yang kini membuat Sean terdiam.

Bibir Sean mengatup, dia kecewa namun dia tidak mau jika terjadi sesuatu pada Sae.

"Lo ga ngerti kenapa gua bilang kayak gini, sekarang jauhin gua atau lo bakal nyesel." Ucap Sae kemudian melangkah pergi.

"Buat apa gue ngejauhin kembaran sendiri?! Gue sayang sama lo, gue ga akan pernah biarin lo luka luka!."

Langkah Sae terhenti, dia menatap ke arah depan dan dia tersenyum tipis.

"Intinya jauhin gua, dan makasih udah mau jagain gua selama ini, Kak." Jawab Sae kemudian melanjutkan langkah nya.

Sean terkejut, dia lantas lari ke arah Sae dan memeluk nya dengan sangat erat.

"Oi! Lepasin gua!." Gerutu Sae berusaha melepaskan tangan Sean dari leher nya.

"Ga, gue gamau, gue janji, gue bakalan berjuang keras biar lo ga di benci lagi, gue bakal lakuin apa aja buat lo, gue ga bakal biarin lo jauh dari gue, percaya sama gue Sae. Gue janji itu, janji."

Sae kembali diam, tangan nya berhenti bergerak dan dia masih mencerna perkataan dari Sean.

"Gue janji." Suara Sean terdengar lirih.

Sampai kapan pun lo ga bakal bisa penuhi janji itu.

°°°°°

"Gue janji."

Sae masih memikirkan kejadian tadi waktu di lorong sekolah saat Sean memeluknya dan membuat janji. Sae masih sibuk memutar pulpen di tangan nya sambil berpikir keras tentang janji tadi. Lubang hidung Sae tampak mencium aroma sesuatu dari dapur, dia melirik ke arah jam, sudah jam 1 malam begini siapa yang memasak? Karena ingin tau, Sae pun segera berdiri dan menuju ke dapur.

Langkah Sae berhenti saat dia melihat Sean yang diam diam memasak sebuah makanan favoritnya dengan rasa bahagia di hati dan senyum manis di wajahnya. Perlahan Sae menghampirinya tanpa di sadari oleh Sean.

"Lo ngapain malem malem masak?." Tanya Sae padanya.

"Hm?." Sae menoleh, dia tersenyum. "Masak buat lo, dan kebetulan lo belom tidur, ayo makan bareng." Tawar Sean kemudian menarik lengan Sae.

Sae menolak ajakan itu, dia menatap sinis Sean.

"Gua udah makan, kalo lo laper makan aja sendiri, gausah ngajakin gua."

Sean tersenyum, dia menghentikan langkah Sae yang akan pergi dengan cara mencegatnya dengan kedua lengan nya serta tawa.

"Papa ga ngasih izin lo makan kan? Jadi apa salahnya gue nawarin lo makan?." Tanya Sean.

"Gausah sok peduli." Timpal Sae kemudian melangkah ke kamar.

"Sae-"

"Bacot, gausah ganggu gua." Potong Sae sebelum Sean selesai menyelesaikan kalimatnya.

Wajah Sean murung, dia melihat beberapa lauk di meja dan membiarkan Sae pergi. Sean duduk di meja makan sendirian, merasa bingung harus melakukan apalagi agar saudaranya bisa akrab dengan nya. Sean mulai bermain main dengan nasi itu karena bingung. Dia rela tidak makan semalaman hanya karena ingin makan berdua saja dengan Sae. Namun semua usaha nya gagal, Sean merasa jika dia kurang untuk Sae.

"Maaf, gue cuma pengen akrab sama lo."

°°°°°

"Apalagi?."

Hera masih menatap teman nya yang berdiri di depan nya, dia tampak masih bingung dengan jawaban teman nya mengenai Sae.

"Aduh her! Lo liat lah, dia tuh udah cabul terus pernah tuh kan ngehamilin cewek, emang lo mau hah? Di cabulin sama Sae terus berakhir bundir kek cewek itu? Mau?." Omel teman nya, Sara.

"Kalo itu emang beneran cuma fitnah gimana?."

"Kalo pun cuma fitnah kenapa masalahnya ga di buru buru di selesaiin, lagian buktinya udah ada."

"Iya sih, tapi-"

"Her please deh, gausah kemakan sama bujuk rayu nya Sae, gue gamau lo bernasib sama kayak cewek sebelum nya." Tutur Sara.

Hera masih diam, kedua tangan nya terkepal kemudian menatap Sara dengan senyuman.

"Ya, gue percaya sama lo."

Bersambung.

Between Us.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang