30

157 40 1
                                    

Judul Forbidden Love
Genre Romance adult 21+

Novel Forbidden Love sudah tamat di Karyakarsa silakan mampir ke sana ya.

Isi Novel Forbidden Love berbeda dengan Cerpen Forbidden Love.

Pdf redy silakan wa ke ‪+62 895‑2600‑4971‬

Waktu terus bergulir berganti siang dan malam. Selama hampir sepekan lamanya Barra dan Ruby menghabiskan waktu mengunjungi perpustakaan. Seperti hari ini Ruby nampak begitu bersemangat keluar dari mobil yang baru diparkirkan Barra. Wanita itu berlari menuju gedung perpustakaan.

"Ruby tunggu!"

"Ayo Barra!" Tawa Ruby tanpa mengindahkan seruan Barra.
Barra tersenyum kecil memperhatikan reaksi Ruby yang malam ini sangat menggemaskan untuknya, tidak biasanya wanita itu bersikap kekanakan, Barra akhirnya ikut berlari mengejar Ruby hingga memasuki gedung perpustakaan. Keadaan sekitarnya begitu lenggang hanya satu atau dua orang yang nampak terlihat di ruang perpustakaan.

Barra menghentikan langkahnya memindai sekeling ruang perpustakaan yang sangat luas. Ia kehilangan jejak Ruby—pandangannya terus mencari di mana Ruby bersembunyi.

"Ruby kamu di mana?" bisik Barra yang tidak bisa memanggil keras di dalam ruang perpustakaan karena peraturan.
Barra melewati setiap rak buku yang tersusun untuk menemukan Ruby, sementara Ruby yang bersembunyi di samping barisan rak buku paling belakang menahan suaranya. Dari kejauhan ia mengintip Barra yang nampak frustasi mencarinya.

Ruby bersandar di rak buku menetralkan napasnya dengan tawa yang tertahan. Namun suara langkah mendekat mengalihkan perhatian Ruby yang menoleh menatap tepat pada Barra yang berdiri di sana.
Ya lelaki itu berhasil menemukannya.

Tawa kecil di sudut bibir Ruby memudar, matanya terus memperhatikan pergerakan langkah Barra yang semakin mendekatinya.

Kini Ruby seakan kehilangan pasokan oksigennya saat Barra tepat berdiri di depannya.

"Aku menemukanmu," bisik Barra semakin merapat membuat Ruby gemetar.

"Barra..." Ruby tidak bisa mundur lagi karena tubuhnya terhimpit di rak barisan buku yang tersusun. Barra mengurung tubuhnya di antara kedua tangannya membuat Ruby semakin tak berkutik.

"Apa hadiahnya?"
"Heh?"
"Atas kemenanganku telah menemukan persembunyianmu?"
"Aku..." suara Ruby tertahan di tenggorokannya, menjilat bibirnya tuk menutupi kegugupannya, ia hanya bisa mematung memandangi wajah Barra yang semakin tertunduk.
"Ya hadiah yang menarik."
"Apa?"
"Kamu menawarkan dirimu."
"Barra..."
"Aku ingin ciuman darimu." Belum sempat Ruby bereaksi Barra telah lebih dulu menciumnya hingga melebarkan netra coklat wanita itu. Ruby berusaha melepaskan diri mendorong dada bidang Barra.

Barra terdiam dengan napas yang sesak menatap manik mata coklat itu berkaca-kaca dan penuh kebencian padanya.
"Ruby..."

"Aku membencimu," desis Ruby berbalik pergi darinya.
Barra yang masih terdiam dalam penyesalan akan tindakan impulsifnya, ia mengumpat atas kebodohan serta hasratnya yang tak mampu ditahannya. Namun ciuman itu dan sentuhan itu bukan hanya sekedar nafsu sesaat. Ruby harus tahu itu.

"Ruby!" Barra mengejar Ruby yang sudah keluar dari gendung perpustakaan. Hingga sampai di parkiran keberadaan Ruby tidak juga Barra temukan.
Barra langsung memasuki mobilnya meninggalkan kawasan gedung perpustakaan. Di sepanjang jalan ia lewati tatapannya mencari-cari keberadaan Ruby hingga wanita itu ia temukan sedang berjalan sendirian di tepi jalan.
Barra menepikan mobilnya dan segera keluar. Langkahnya cepat mencekal tangan Ruby untuk menghentikan langkahnya.
"Lepaskan aku!" Ruby masih menyerang dengan amarah hingga sikapnya menjadi perhatian orang-orang di sekitar.
Ternyata Ruby begitu liar dalam kemarahaan tidak sesuai dengan pembawaan kesehariannya yang lebih menunjukan ketenangan.
"Ruby mari kita bicara."
"Tidak ada yang harus kita bicarakan, lepaskan aku bedebah!" Ruby semakin histeris tak terkendalikan hingga Barra terpaksa mengendong wanita itu membawanya ke mobil. Langkahnya ditahan beberapa pejalan kaki untuk menghentikan perbuatannya.
"Lepaskan dia."

"Apa yang kamu lakukan padanya?"
Mereka mencecar banyak pertanyaan dan amarah pada Barra.
"Dia istriku, dia hanya marah karena aku menciumnya di depan umum," jawaban Barra berhasil membungkam mereka semua yang akhirnya membiarkan Barra membawa Ruby masuk ke dalam mobil.
"Kamu pembohong, kamu bukan suamiku!" geram Ruby menatap sengit pada Barra yang begitu tenang menyetir mobil.
"Hentikan mobilnya aku mau turun!"
"Tidak."

"Aku akan mengadukan perbuatanmu pada Kaynen. Kamu telah berani menciumku!"
Mobil berderit berhenti mendadak di tepi jalan yang sepi. Ruby terdiam syok menatap lurus ke depan jalanan.
Barra menoleh pada Ruby yang melirikan matanya tajam padanya.
"Aku memang menciummu dan kamu membalasnya."
Tangan Ruby terangkat ingin menampar pipi Barra. Namun sekejap Barra menangkap pergelangan tangan itu lalu mengecupnya lembut hingga perlahan mengkikis amarah Ruby padanya.
"Kamu tidak ingin bertanya Ruby kenapa aku menciummu?"
Ruby meneguk salivanya saat wajah Barra lebih mendekat hingga ia sedikit mundur.
"Untuk apa?" jawab Ruby sinis mempelihatkan cincin bertahta berlian di jemari manisnya pada Barra. "Aku sudah menikah tidak ada alasan lelaki lain bisa menyentuhku."
"Ada, cinta."

Deg, raut wajah Ruby berubah datar, dan kini jantungnya berdetak cepat.
"Aku menyentuhmu karena aku mencintaimu Ruby. Aku begitu menginginkanmu. Menahan hasratku mati-matian hingga hampir membuatku gila," desis Barra.
Ruby memalingkan wajahnya, ia tidak ingin mendengar apa pun tentang ungkapan perasaan lelaki ini.
"Apa yang kulakukan selama ini mendekatimu, membuatmu bahagia bukan semata seseorang kepedulian Kakak ipar pada istri adiknya, tapi itu semua karena cinta yang terpendam sangat lama... saat aku melihatmu pertama kali di altar pernikahan bersama Kaynen, aku tahu perasaanku sangat terlarang padamu. Namun takdir kini menjeratku lagi semakin mendekatkan hatiku padamu."
Omong kosong apa ini? Ruby tidak mampu mencerna semua ungkapan perasaan Barra padanya. Ini pasti hanya sebuah mimpi dan Ruby ingin segera terbangun.
"Apakah kamu tidak sedikit pun merasakannya Ruby. Saat kita berdekatan seperti ini detak jantungmu berdebar lebih cepat dan tubuhmu meremang karena aliran darahmu yang berdesir hebat," bisik Barra serak.
"Hentikan!" Ruby menutup telinganya, memejamkan matanya. Namun sebuah kecupan di bibirnya perlahan membuka kelopak mata indah itu lagi bersitatap dengan Barra. Lelaki ini telah menciumnya kembali!

"Jawab sekarang, apakah kamu memang benar-benar sangat membenciku Ruby?" Namun Ruby nyatanya tidak bisa menjawab hanya setetes air matanya jatuh di wajah cantiknya.

Ruby tidak tahu ia harus mengatakan apa. Namun apa yang apa yang Barra ungkapan bisa Ruby rasakan. Jantungnya yang berdetak berkali lebih cepat bila ia berdekatan dengan Barra dan aliran di dalam darahnya berdesir hebat seakan melumpuhkan seluruh saraf di dalam tubuhnya.

"Kamu tidak bisa menjawabnya karena aku tahu kamu juga sama menginginkanku seperti aku begitu menginginkanmu," bisik Barra semakin merapat merenguh Ruby dalam pelukannya.

Tbc

Forbidden Love (Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang