5

141 8 0
                                    

Pagi mulai menyapa. Seperti biasa, Sudewi sudah berkutat di dapur, memasak untuk suaminya.

Kusumawardani yang masih tidur, membuat Sudewi menyelesaikan masakannya dengan lebih fokus dan tenang.

Pagi dan malam, saat bangun dan akan tidur, Kusumawardani akan menjadi sangat rewel. Digendong ibunya menangis, digendong para abdi semakin melengking tangisnya, sehingga akan membuat pekerjaan pagi Sudewi sedikit terbengkalai. Membuat puri utama ramai.

Sudewi mengaduk masakannya penuh penghayatan. Entah datang dari mana, saat Sudewi menyiapkan bekal untuk suaminya, perasaan aneh tiba-tiba menggelayuti pikirannya, hatinya.

Semalam terasa baik-baik saja. Tetapi sesaat yang lalu, ia merasakan jika suaminya yang akan pergi seorang diri itu membuatnya gelisah. Itu bukan sesuatu yang baru. Sudewi telah berkali-kali mengantarkan Hayam Wuruk bepergian dari rumah, entah dari sekedar pergi berkunjung atau bahkan berperang. Hanya saja kali ini membuat pedalaman Sudewi lebih gelisah daripada mengantar suaminya ke gerbang musuh.

Sudewi menghela napas. Mencoba menetralkan gejolak batinnya. "Mbok, tolong siapkan meja makan." Tanpa menunggu jawaban dari abdinya, Sudewi bergegas menuju kamarnya. Membantu Hayam Wuruk bersiap, sekaligus jika bisa meminta Hayam Wuruk berpikir lagi.

Tidak.

Dia tidak melarang Hayam Wuruk untuk menemui Paman Gajah Mada. Tetapi begitulah Hayam Wuruk. Keras kepala. Berkali-kali Sudewi keberatan akan rencana kepergiannya mengunjungi Paman Gajah Mada di Madakaripura seorang diri. Itu seperti sengaja mengundang malapetaka. Hayam Wuruk adalah raja, orang terpenting di Majapahit dan di hidup Sudewi.

"Sudahlah, Diajeng. Pikirkan yang baik-baik, maka yang terjadi adalah yang terbaik." Hayam Wuruk memasang destar dikepalainya. Seperti biasa, Hayam Wuruk pergi dengan pakaian rakyat biasa, penyamaran. Itu selalu efektif.

Sudewi sudah mengemas bekal makanan, termasuk beberapa yang disiapkan untuk Paman Gajah Mada.

"Atos-atos, Kangmas." Suara Sudewi terdengar resah.

Melepas suaminya, mendadak perasaannya menjadi tak enak.

Harusnya ia senang, setelah sekian lama, Hayam Wuruk mengunjungi Gajah Mada.

Selepas penaklukan Dompo, Gajah Mada dianugerahi sebuah daerah perdikan, Madakaripura. Tempat dia tinggal dan mukti palapa, setelah rampung segenap tugasnya.

Ketika, mengantar suaminya di depan puri, ada rasa resah yang amat menikam dada. Sebelum-sebelumnya, Sudewi tak pernah segelisah ini mengantar suaminya ke muka rumah, sekalipun untuk berperang. "Panjenengan dugi kapan, Kangmas?" (Kapan kamu pulang, Kangmas?)

Hayam Wuruk tertawa kecil. "Bahkan aku belum pergi kau sudah bertanya kapan pulang. Aku akan segera pulang. Barangkali aku menginap di sana semalam. Paling lama, besok sore aku sudah tiba di rumah." Hayam Wuruk tersenyum. Sudewi ikut tersenyum, walaupun memaksa.

"Jaga dirimu, Diajeng. Juga Kusumawardani."

Sudewi mengangguk. Mendekap suaminya sejenak. Bukannya damai, justru perasaan aneh itu tiba-tiba menggelegak di dada Sudewi. Apalagi saat suaminya melepaskan pelukannya, beranjak keluar dari beranda puri utama, melewati pelataran puri, hilang di balik dinding gapura puri.

Bersambung....

Sri Sudewi (Buku kedua Epoch Majapahit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang