Bab 04

101 7 0
                                    

Adiba telah mendudukkan bokong nya di kasur hotel yang empuk.

Dia tidak langsung mencari tempat tinggal karena hari yang sudah malam dan juga badan nya Yaang pegal pegal.

Adiba tiduran terlentang di kasur dengan kaki yang mazih terpasang sepatu.

Dia menghela nafas lelah.

"Ck, kirain transmigrasi itu nggak ada. Eh tau taunya malah ngalamin sendiri" gumam nya pelan.

Dengan malas, Adiba bangkit dari rebahan nya untuk membersihkan diri nya yang lengket.

A few moments later

Adiba memandangi dirinya sendiri di depan kaca besar yang ada di kamar mandi hotel. Tangan nya meraba raba wajah nya sendiri.

"Gue sekarang udah jadi cantik. Apa gue lanjutin aja ya karir gue di dunia ini.

Lagian, cepat atau lambat... Uang itu akan habis. Tapi... Kalau wajah ini di publik... Arkan jadi tahu dong?

Dah lah pusing gue, pikirin nya besok besok aja" gumam nya tak ambil pusing.

Kaki jenjang nya melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya berbalut handuk.

Adiba membuka tas gendong yang hanya ada beberapa potong baju.

Setelah memakai pakaian santai nya, Adiba merebahkan diri nya di atas kasur empuk itu kembali.

Di saat mata nya yang sedang terpejam.. tiba tiba saja...

Kruyuk. Kruyuk

Adiba membuka mata nya dan terkekeh geli saat mendengar bunyi perut nya yang minta di isi.

Dia mengambip tas selempang kecil yang ada di koper nya dan mengidi Nya dengan setumpuk kan uang.

Dengan langkah santai, Adiba melangkah keluar dari hotel untuk mencari makan di luar.

Entah kenapa tiba tiba saja... Adiba ingin makan di pinggir jalan.

Adiba berjalan dengan bersenandung kecil. Mata nya melirik lirik sekitar untuk mencari penjual makanan. Tiba tiba mata nya berbinar cerah saat melihat pedagang sate di depan sana

Di saat sedang melangkah ria untuk mendekati si pedagang sate, tiba tiba saja terdengar suara perkelahian dari arah gang sempit.

Adiba mengintip dan menemukan segerombolan orang yang seperti nya sedang mengeroyok satu orang. Tiba tiba otak Adiba cerdas...

Dia mengingat adegan seperti ini yang sering terjadi di novel yang sering dia baca.. dia tidak akan membantu bertarung, tapi dia akan menghidupkan suara sirine politik dari hp nya.

Wiu wiu wiu

"Bos suara sirine" peringatan seseorang dari mereka yang di duga adalah bawahan nya.

"Cabut" ujar sang bos sambil meninggalkan tempat itu yang di ikuti oleh anak buah nya.

Adiba yang sedang melangkah mendekati orang yang sedang terduduk di sana tiba tiba mengentikan langkah nya.

'tunggu tunggu... Biasa nya yang mengalami pengeroyokan gini adalah pemeran penting dari novel. Sementara gue nggak boleh terlibat dengan salah satu tokoh penting dari novel ini. Antagonis maupun prontogonis. gue nggak boleh ke sana' pikir nya.

Adiba pun memutar kembali langkah nya menjauhi tempat lokasi.

Sementara seorang pria yang melihat Adiba putar arah terheran heran. Dia niat nolong nggak sih.. kok putar balik lagi. Pikir nya kesal.

Karena jujur saja , sekujur tubuh nya penuh dengan luka dan dia rasanya sulit hanya untuk sekedar berdiri pun.

Tapi tak lama, ada sekumpulan warga yang mendekat ke arah nya.

"Tuan tuan ngga apa apa?" Tanya salatsatu dari kumpulan warga itu.

Pria itu tak menjawab. Jelas jelas gue luka. Cibir pria itu dalam hati.

Balik lagi ke Adiba

Setelah meminta para warga yang sedang berkeliling menolong orang yang ada di gang tadi, Adiba melanjut kan langkah nya mendekati sang penjual sate dengan riang

"Bang... Sate nya dua porsi" pesan Adiba.

"Siap neng"

Adiba terkekeh kecil dalam hatinya. Dunia novel memsng sangat aneh. Walau ke luar negri pun, bahasa nya tetap sama.

Tak lama,sate pesanan nya sudah datang. Adiba melahap sate itu dengan semangat, apalagi perutnya yang terasa sangat lapar..

Dari arah gang tadi , pria yang sedang terluka itu menatap dirinya.

"Nah.. mbak itu yang ngasih tau kalau mas nya terluka di sana" tunjuk salah seorang warga pada Adiba yang sedang memakan sate nya dengan lahap

Pria itu hanya menatap Adiba dengan datar..

Obsesi Sang CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang