#14

5.7K 568 67
                                    

Jangan lupa vote dan komennya kawan.



















Tentang kepercayaan. Seringkali manusia ingin dipercayai, namun menyepelekan kepercayaan orang lain. Entah dalam hal pertemanan, kerjasama atau tentang urusan cinta. Mungkin berpikir bahwa semua itu perkara mudah, perkara yang sepele, padahal nyatanya berpengaruh besar dalam pengambilan langkah nantinya.

Perselingkuhan menjadi salah satu contoh bagaimana kepercayaan ternodai. Ketika dalam suatu hubungan, kesetiaan ternyata bukan perkara yang penting, berakhir disepelekan. Sembuh dari lukanya pun tidak mudah, apalagi seseorang yang sudah jatuh terlalu dalam.

Bayang-bayang akan ditinggalkan selalu saja hadir, walau nyatanya tak terjadi. Mempertanyakan diri, kiranya apa yang kurang pada raga ini. Apa kasih dan sayangnya? Atau tentang penampilan.

Belum lagi berhadapan dengan orang-orang yang menyalahkan kita. Seolah perselingkuhan yang mereka lakukan dilandasi oleh perbuatan kita, yang mana itu semua tidak benar. Membuat kita meragukan diri sendiri, dan mulai meratapi segala kekurangan yang ada pada diri kita.

Faktanya pemikiran itu salah besar. Perselingkuhan merupakan sesuatu yang salah. Tak peduli apapun alasannya, mereka yang memilih menyampingkan kesetiaan pada pasangan demi mendapat perhatian baru dari orang lain, justru adalah pelaku utamanya. Jadi mengapa harus mempertanyakan diri, disaat kita sudah mencintai sepenuh hati?

Namun tetap, pada beberapa insan, sulit mengerti keadaan yang ada. Sulit memahami bahwa mereka yang pergi bukan semata-mata karena kekurangan kita, tapi ada kalanya mereka pergi karena kesalahan mereka sendiri. Hal itu kemudian menjadi bibit trauma. Menimbulkan ketakutan luar biasa, dan membuat pandangan sebagian orang berubah.

Merasa tak pantas dicinta, merasa tak cukup baik untuk orang-orang yang disayangi, bahkan tak bisa lagi mempercayai ketulusan yang diberikan. Hati seolah membeku. Sulit untuk bisa yakin jika orang yang ada kini, tak akan meninggalkan di suatu hari nanti.

Ya, tak jauh berbeda dengan Renjun saat ini. Perasaan takut selalu hinggap di hatinya tak peduli seberapa keras ia mencoba untuk percaya. Tak peduli bagaimana Jeno begitu baik memperlakukannya. Selalu ada pikiran buruk yang datang seolah suatu hari nanti ia akan ditinggalkan pergi.

Meski segala ucapan yang Renjun utarakan selalu Jeno turuti, tak membuat rasa takutnya menghilang begitu saja. Hatinya mudah dilingkupi kecurigaan. Renjun jelas tahu bahwa ia salah, namun ketakutannya sulit untuk dienyahkan.

"Jeno, kenapa dia terus menerus menanyaimu? Siapa dia?"

Renjun menunjukkan pesan singkat yang berada di ponsel Jeno. Sudah sejak lama Renjun sering memeriksa ponsel Jeno, dan menanyakan beberapa pesan yang menurut Renjun mencurigakan. Bertanya perihal teman-teman Jeno, baik itu lelaki maupun perempuan jika pesan mereka merujuk kepada hal yang tidak Renjun ketahui, atau Renjun mencium bau keanehan dari percakapan keduanya.

Jeno sama sekali tidak keberatan. Ia benar-benar menjelaskan segalanya setiap Renjun bertanya, karena jika tidak, Istrinya itu akan terus curiga, dan menanyakan hal yang bahkan tidak pernah Jeno lakukan. Meskipun dalam pesan singkat itu tak pernah ada sesuatu yang spesial, karena Jeno cenderung membalas mereka seadanya, atau karena Jeno memang tidak pernah peka jika kawan-kawannya membahas sesuatu mengenai perasaan, atau hubungan.

"Dia anggota baru di kantor ku. Dia banyak bertanya karena memang berada di bawah naunganku" tukas Jeno sembari membawa segelas susu untuk Renjun. Berjalan, lalu mengecup pipi Istrinya, sebelum menyodorkan susu itu padanya.

"Bahkan tentang pertanyaan 'Apa kau sudah menikah?' atau pernyataan 'Bolehkah aku sesekali berkunjung ke rumah mu Mr. jeno?' begitu?"

Jeno baru mendengar pesan itu dari Renjun yang membacakannya. Ia bahkan belum membukanya. "Balas saja dengan pesan suara, dan katakan bahwa kau istriku. Juga katakan bahwa dia tidak boleh datang ke sini"

My Yellow - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang