#15

7.1K 605 83
                                    

Jangan lupa vote dan komennya kawan. Ada sedikit mature content 🔞 adek-adek minggir dulu.




















Renjun semakin menangis keras. Tubuhnya lemas hingga ia hampir terjatuh jika saja Jeno tidak langsung merengkuhnya. Renjun meraung dalam pelukan Jeno. Meremat jas kerja yang masih melekat pada tubuh lelakinya itu.

“Aku takut Jeno ...”

Hati Jeno hancur begitu mendengar lirih yang keluar dari bilah Istrinya. Ia tahu betapa hancurnya Renjun masa-masa itu. Ia paham akan ketakutan sang Istri, tapi Renjun juga harus mengerti bahwa ia berhak dicintai, dan tidak semua orang akan meninggalkannya pergi.

“Aku mencintaimu .. maaf, tolong maafkan aku” ucap Jeno juga dengan air mata berlinangnya. “Kau akan pergi Jeno ... Semua orang pergi”

“Tidak ... Renjun ku mohon, jangan bicara begitu. Aku di sini, aku mencintaimu. Aku lebih takut kau meninggalkanku”

Jeno mengusap rambut Renjun sayang. Ia terus mengecup puncak kepala Istrinya. Semua trauma yang Renjun rasakan, kenapa harus manusia selembut dirinya, kenapa harus Renjun yang merasakan sakitnya. Jeno mengerti seberapa besar ketakutan itu pasti mengganggu Istrinya.

“Jangan pergi Jeno ..” Jeno menggeleng dalam tangisnya. “Sayang, istriku sayang ... Tidak akan ada yang pergi, tidak akan ada yang meninggalkan mu”

Beberapa orang mengerti akan cinta yang ditunjukkan hanya dengan tindakan, tanpa ucapan. Namun sebagian lagi perlu validasi kata-kata dalam perasaanya, dan Renjun termasuk di dalam kategori itu.

Dengan segala sakit yang pernah diterimanya, Renjun butuh validasi bahwa ia benar-benar dicintai. Ia butuh ungkapan seberapa besar ia dibutuhkan. Bukan karena haus, tapi karena segala luka di masa lalunya yang membentuk karakter Renjun saat ini.

Tidak ada seseorang yang senang hidup dalam ketakutan. Kecurigaan yang mencekiknya, dan rasa bersalah yang terus muncul membuat luka di hatinya. Tidak ada manusia yang ingin hidup dalam bayangan kelam. Renjun pun sama tersiksanya, namun ia sulit mengelola hal itu.

Banyak yang masih perlu Renjun pahami, dan pelajari. Salah satunya untuk mengerti bahwa ia berhak dicintai, dan tentang semua yang terjadi di masa lalu bukan serta merta karena kesalahannya, apalagi kekurangannya. Itu terjadi karena memang beberapa orang tidak bisa menghargai kesetiaan pada pasangan, dan beberapa orang tidak bisa mengerti arti kehadiran seseorang. Itu sebabnya mereka pergi, dan melukai Renjun.

Jeno pada akhirnya benar-benar tidak berangkat bekerja, dan harus mengambil izin dadakan. Ia tidak bisa meninggalkan Renjun dalam kondisi yang masih lemah. Belum lagi mental Renjun cukup terguncang karena kelakuan Jeno beberapa waktu lalu.

Renjun sudah beristirahat di kamar, setelah Jeno menenangkannya, Renjun sempat meminta obat penenang, namun tentu saja Jeno tidak memberikannya, meski Renjun memang memilikinya karena dulu sempat pergi ke psikiater. Beberapa kali Renjun memang pernah mengunjungi psikiater ditemani Jeno, namun tidak pernah berlanjut hingga selesai, karena Renjun sering kali berpikir bahwa ia telah baik-baik saja.

Jeno kini duduk di ruang kerjanya setelah merapikan kekacauan yang sempat dibuatnya tadi. Jasnya sudah tanggal entah di mana Jeno meletakkannya, ia pun lupa. Kemeja sudah tak berbentuk dengan tiga kancing terbuka, dan bagian lengan yang dilinting hingga ke siku. Jeno perlu menenangkan pikirannya setelah semua yang terjadi.

Ia memejamkan mata sembari mengatur nafasnya. Ia tahu bahwa ia sudah berlaku kasar pada Renjun, karena emosinya yang membeludak. Sungguh hari ini sangat sulit bagi Jeno.

Tubuhnya bersandar pada kursi kerjanya. Mencoba merelaksasi ketegangan otak yang sempat dialaminya. Jeno cukup lelah, energinya seolah terkuras habis.

“Jeno ..”

My Yellow - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang