#8

5.3K 577 156
                                    

Jangan lupa vote, dan komennya kawan.
































“Hubungi aku ketika sudah pulang, jangan pergi kemanapun sebelum aku datang. Mengerti?”

Jeno berbicara sembari melepas seat belt yang masih terpasang pada tubuh Istrinya. Mulai hari ini, Jeno akan mengantar jemput Renjun. Walau jarak kantornya, dan kantor tempat Renjun bekerja, berlainan arah. Jeno tidak akan pernah membiarkan Istrinya pulang, dan pergi sendiri.

“Baik tuan, aku mengerti” ujar Renjun sembari meledek suaminya yang sedari pagi sangat berisik mengingatkannya.

“Oke, sekarang turunlah. Hati-hati, dan jangan lupakan makan siang mu”

Renjun tak bergerak dari tempatnya sedikitpun. Ia tetap di diam di dalam mobil sampai Jeno menyadari bahwa Istrinya tidak bergerak sama sekali. “Ada apa, kau sakit?” Renjun menggeleng setelahnya. Namun Jeno tak percaya, lantas memeriksa suhu tubuh Renjun dengan menyentuh keningnya. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Renjun demam “Lalu apa? Aku harus pergi sekarang. Kepala mu sakit?” tanyanya lagi memastikan.

Renjun menggelengkan kepalanya, namun setelah itu mengatakan sesuatu yang cukup membuat Suaminya itu terkejut. “Cium aku.”

Jeno melongok tak percaya dengan apa yang didengarnya. Apa itu barusan? Tidak ada angin, dan hujan tiba-tiba Renjun meminta sebuah ciuman.

“Cium aku~” Renjun merajuk karena Jeno sama sekali tidak bergerak untuk memberikan apa yang diinginkannya.

“Kau ini kenapa? Apa sesuatu membentur kepalamu?” tanya Jeno heran. Namun setelahnya Renjun nampak merengut kesal mendengar ucapan Jeno. “Mulai hari ini aku ingin dicium sebelum tidur, dicium sebelum aku turun dari mobil saat kau mengantarku, lalu dicium saat aku masuk ke dalam mobil ketika kau menjemputku” ucap Renjun bersungguh-sungguh.

Alis Jeno menyatu heran dengan permintaan Istrinya. “Hentikan perbincangan ini, lupakan keinginanmu. Renjun aku akan terlambat sebentar lagi jika aku tidak segera berangkat” dengan wajah yang masih kesal Renjun turun dari mobil itu, lalu menutup pintunya dengan kasar.

Lagi pula apa yang bisa diharapkannya dari Jeno. Pemuda itu memang kaku, tidak tahu bagaimana caranya bersikap manis. Rasanya percuma mengharapkan Jeno yang sama sekali tidak pernah memiliki kekasih. Lelaki itu tidak akan tahu jika terkadang Renjun hanya ingin sekedar bermesraan.

Setelah keluar dari mobil, Renjun tak menengok lagi ke belakang. Ia pikir Jeno akan keluar lalu memberinya kecupan, tapi ternyata tidak. Kini bahkan ia mendengar suara mobil Jeno yang berjalan menjauh.

Di sisi lain Jeno mengendari mobilnya dengan gundah. Ia tahu Renjun pasti sangat kesal padanya. Ia bukan tidak mau, hanya saja perubahan dari seorang Sahabat menjadi seseorang yang kini pasangan menikah, tidak mudah. Butuh waktu untuk beradaptasi. Apalagi Jeno bukan seseorang yang pernah berada dalam suatu hubungan. Rasanya sangat canggung, dan entah kenapa Jeno merasa malu. Bahkan sampai hari ini Jeno belum pernah menyentuh Renjun lebih dari pada berpelukan, atau mencium kening Istrinya itu.

Sampai waktu berlalu, rupanya Jeno masih memikirkan keinginan Renjun. Ia memang tidak terbiasa melakukan kontak fisik sejauh itu dengan Renjun. Pekerjaannya masih bisa terselesaikan dengan baik, hanya saja di sela-sela waktu bekerjanya ia masih mengkhawatirkan perasaan sang Istri.

“Hoi, terlalu banyak melamun boss. Apa menjadi GM sekarang membuatmu kesulitan?”

Suara Bangchan mengganggu Jeno dalam lamunannya. “Ku pikir tidak terlalu banyak hal yang kau urusi dilihat dari laporan hari ini, lalu ada apa?” Banchan merupakan rekan kerja Jeno selama ia memulai karir di perusahaan tempatnya bekerja kini. Selain itu, Banchan juga berstatus sebagai asistennya, yang mana Bangchan pasti akan tahu hal apapun yang Jeno kerjakan.

My Yellow - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang