Nonsense

140 25 1
                                    

Kaki berbalut converse basah kuyup tak hentinya mengetuk ke lantai lorong rumah sakit. Secarik surat tergenggam erat di tangannya.

Di luar masih hujan dan hari semakin gelap namun lampu di atas pintu ruang operasi tak kunjung mati padahal dokter memberi estimasi dua jam untuk operasi tulang rusuk Jaehee. Sudah satu jam terlewati, Jeno tidak bisa menghentikan rasa cemasnya. Terlebih sang ibu yang masih terseguk-seguk di sebelahnya, merapal doa.

Benda pipih di tangannya bergetar, muncul sebuah pesan dari Renjun bahwa ia sudah hampir sampai. Jaemin tidak membalas pesannya, mungkin masih menjaga Mark, sedangkan Bu Kim akan menjenguk nanti malam karena mereka sedang berada di luar kota.

Jeno menunduk, menautkan jemarinya untuk berdoa.

Tuhan yang maha pengasih, maafkan Jeno. Jeno pernah melakukan dosa besar tapi jangan sampai perlakuan Jeno berimbas ke Jaehee. Selamatkan Jaehee, Tuhan.

"Jen!"

Derap langkah terburu mengalihkan perhatian Jeno pada pemuda mungil yang berlari. Rambutnya sedikit basah mungkin akibat berlari dari taksi ke lobby.

Renjun langsung berlutut dan memeluk Jeno yang seketika menumpahkan tangis dalam rengkuhan eratnya.

"Ren, Jaehee... hiks... Jaehee luka..."

"Ssh... iya, dia bakal sembuh. Percaya sama aku, ya?"

Jeno menggeleng pelan, "takut."

Cengkraman Jeno pada hoodie bagian belakang Renjun mengerat, menunjukkan betapa sesak dadanya akan penantian pada yang tak tentu.

Sedangkan Ibu Jeno melihat ke arah mereka dengan pandangan sulit diartikan

Setelah beberapa menit akhirnya pemuda tinggi itu menarik diri, masih sedikit terseguk-seguk. Ia menatap sang ibu,

"Ma, ini Renjun, pacar Jeno."

Renjun tersenyum tipis, tidak ingin menunjukkan ekspresi antusias disaat suasananya berduka. Ia menerima pelukan singkat dari ibu Jeno.

"Turut berduka atas kabar ini, Bu, semoga operasi Jaehee berjalan lancar." Ujar si Huang lembut.

Wanita itu hanya mengangguk, mungkin masih tak bisa berucap selepas menangis sejadi-jadinya selama satu jam lebih.

Renjun berpindah menjadi duduk di samping Jeno, menarik kepala sang kekasih untuk bersandar di bahunya. Tak peduli rambut basah Jeno kini ikut membasahi hoodienya juga.

"Maaf..." cicit Jeno, "kamu kukenalin ke mama waktu situasinya begini."

"Shh... nothing to be sorry about, darling. Ini juga terjadi diluar kendali kamu."

"Jaehee mau ngasih liat ini tadi," Jeno memberikan kertas yang sudah setengah basah, "surat itu ditemuin di tas bagian nyimpen botol minum. Dia mau ngasih tau aku itu, Ren. Dia mau ngasih liat kalo dia dapet beasiswa buat kuliah di SNU ... tapi ... tapi kenapa jadi begini?"

Benar saja, di surat itu dengan megahnya tertulis nama Lee Jaehee sebagai pemenang beasiswa siswa berprestasi dari sebuah yayasan. Pandangan Renjun kosong membaca seluruh isi surat tersebut, begitu pula dengan hatinya.

"Mobilnya kabur. Tapi pasti bakal aku cari dan aku bunuh kalo sampe ketauan pelakunya!"

Mata Jeno kembali terasa menyengat mengingat sedan hitam berkecepatan tinggi melengos begitu saja setelah menabrak Jaehee.

"Serahin itu ke polisi, sekarang kamu lagi gak bisa mikir jer-"

"Kenapa bukan aku yang ditabrak sekalian? Kenapa harus Jaehee?!"

FlawlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang