Hari ini hari Minggu. Agen pengiriman biasanya tidak beroperasi karena libur. Namun, saat Bibi Sena akan menyiram tanaman, beliau menemukan kotak paket di dekat pagar. Ia memeriksanya, menemukan nama Jisung pada kertas keterangan. Karena penasaran, wanita itu sempat menggoyang-goyangkannya--tidak ada peringatan fragile--dan dari dalam ada suara benturan redam. Bukan barang berat. Bibi Sena kemudian membawa kotak tersebut ke dalam dan menyimpannya di atas meja. Siapa sangka Jaemin telah terjaga lalu menghampirinya.
“Paket siapa, Bi?” tanya si anak tuan rumah sembari meneguk segelas susu di tangan.
“Jisung.”
Jaemin hampir tersedak. Matanya membeliak heran sebelum dengan cepat mengangkat kotak tersebut. Jaemin mengocoknya agak tidak manusiawi, suara bendanya terdengar keras, tetapi ia tidak bisa menebak isinya apa. Jaemin lantas membaca keterangan, tetapi segera tersenyum saat menemukan alamat toko kerajinan. Melihat wajah sumringah si anak lelaki, Bibi Sena pun berterus terang.
“Apa Jaemin bisa menebak isinya?”
Yang ditanya mengangguk. Ia memutar kotak tersebut di udara lalu melemparnya ke sofa. “Jisung kayaknya lagi suka sama seseorang, deh,”
“Eh?”
Tanpa menaruh gelasnya, Jaemin tiba-tiba membuat beberapa gestur dengan tangannya di udara.
“Jadi gini, Bi. Belakangan ini Jisung tuh lagi seneng menggeluti soal rajut-merajut. Dia bahkan pergi belajar merajut sama noona yang cantik. Dia pasti ingin menaklukkan hati seorang gadis muda di sekolah.”
Tidak. Tentu saja tidak. Sangat bukan tipikal adiknya sekali. Namun, Jaemin tidak bisa menahan diri untuk bergurau dengan Bibi Sena sebagai limpahan stok menggoda sang adik di rumah.
“Hipotesis bobrok.” Jisung muncul dari tangga dengan muka bantal yang garang.
“Lihat! Pangeran kodoknya udah bangun,” Jaemin menyambut Jisung dengan lirikan mata jenaka.
Suara sepatu rumah Jisung yang berbulu hitam dengan hiasan telinga kucing menimbulkan suara tak-tak yang keras saat mendekat. Piyamanya berwarna senada dengan dua kancing atas yang terlepas, menyibak sedikit keberadaan kaos putih. Melihat sikap tubuh si kecil yang layu, Jaemin tebak Jisung langsung turun setelah bangun begitu mendengar keributan. Haha. Jaemin memang sengaja mengeraskan suara tadi.
Seakan tidak cukup memuaskan hati jailnya, Jaemin tiba-tiba merunduk di belakang leher Jisung lalu menutup hidungnya dengan dramatis. “Bau, hoek.”
Jisung spontan mengerang kesal. “Kak Jaemin!”
Anak itu mungkin sudah menyikut sang kakak jika tidak melihat gelas susu yang ia genggam. Oke. Mereka impas.
Jisung mengabaikan eksistensi Jaemin sejenak lalu mengambil paketnya yang telah tiba. Dia sudah duga ini akan menjadi pembicaraan hangat. Pasalnya Jisung tidak memiliki akses keuangan sendiri, itu berarti dia harus membayarnya dengan kartu milik orang lain. Ayah sedang berada di luar kota dan Jaemin selalu berada di sisinya hampir sepanjang hari, setiap bulan, setiap tahun. Kakaknya tahu bahwa ia sudah menghabiskan jatah uang jajannya di bulan ini untuk sebuah konsol permainan.
Tanpa menunggu pertanyaan itu mencuat di udara, Jisung sudah memeluk paketnya lalu menghadap Jaemin dengan wajah bintang-bintang setengah meledek. “Duh, seneng banget, deh, dapet hadiah dari Jinae noona.”
Bibi yang sedari tadi menyimak hampir menumpahkan air di dalam tabung penyiram tanaman begitu mendengar kalimat tersebut. Beliau tampak terkesiap. “Jisung punya kekasih.”
Jisung langsung menoleh pada wanita tersebut sembari menunjukkan raut hampir merengek. “Bibi, jangan suka dengerin Kak Jaemin. Dia itu sesat, penyebar info palsu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
NORTH POLE - Jaemsung
Fiksi PenggemarJaemin ingin pergi ke Kutub Utara. Ia ingin melihat Jisung berenang bersama Ruru, seperti apa yang dilihat oleh sang adik dalam mimpinya. ㅡSunday, 221009