Bab 6

61 12 1
                                    

Update lebih cepat di Karyakarsa.

Selamat Membaca

Nala terdiam menatap jalanan yang ramai, ini memang masih sore, tetapi Athaya mengatakan jika ia harus pulang lebih dulu sebelum mengantarkan Nala ke kos.

"Jadi Bapak ganti baju dulu di apartemen?"

"Ya."

"Memang ada acara apa sih Pak?" Nala tidak ingin salah menilai ajakan Athaya. "Makan malam sama temen."

"Terus Bapak ajak saya?" Athaya hanya mengangguk. Nala sendiri memilih untuk berpikir pakaian apa yang akan ia kenakan nanti.

Hingga mereka sampai di apartemen, Athaya mengajak Nala untuk naik ke unitnya.

"Kamu tunggu disini, saya mandi dan berganti pakaian." Tanpa menunggu jawaban yang keluar dari bibir Nala, Athaya melesat masuk ke pintu cokelat yang Nala yakini sebagai kamar tidur.

Nala menelisik tampilan apartemen yang begitu menimalis tetapi terkesan indah. Penataan yang begitu rapi membuat space antar perabot semakin luas. Netra Nala terpaku ke sebuah foto keluarga yang terpasang rapi di dinding, foto yang Nala yakini sebagai foto keluarga Athaya. Nampak dari sana keluarga Athaya begitu sederhana.

"Kamu lihat apa?" Nala menoleh dan menatap Athaya yang sudah segar dengan tampilan barunya. "Foto keluarga Bapak."

"Oh... " Athaya berjalan menuju dapur, mengambil dua botol air mineral untuk dirinya dan Nala. "Ini diminum dulu, sebelum kita ke kos."

Nala menerimanya dengan senang, ia meneguknya. "Wajah Bapak sama kaya Ibu Bapak." Kalimat itu yang keluar dari bibir Nala, dari segi wajah memang gen Ibunya yang jauh lebih dominan.

"Terimakasih, ayo kita keluar."
Dari sini Nala bisa simpulkan bahwa Athaya adalah orang yang begitu enggan membahas keluarganya entah apa yang terjadi.

***

Bukan restoran mewah yang menjadi tempat makan malam antara Wisnu dan Wina. Awalnya Athaya pikir restoran bintang lima menjadi tempat keduanya saling mengenal.

"Bapak beneran mau makan disini?" Sebuah angkringan menjadi tempat berhentinya mobil dimana keduanya nampak menunggu seseorang. Athaya menatap Nala dan mengangguk, dalam hati ia merutuki tindakan Wisnu yang terbilang ceroboh. Uang Wisnu pasti banyak, tetapi mengapa dirinya mengajak makan Wina disini?

"Yaudah ayo keluar." Nala ingin segera memesan menu makan malam, karena sejak tadi perutnya sudah kelaparan. Athaya menatap Nala dan mengangguk, ia mengikuti langkah perempuan yang menjadi pasangannya ini menuju kedai yang menyediakan anekan sate dan makanan berat.

"Mas... Saya pesan penyet ayam satu, teh hangat satu." Nala menoleh melihat raut wajah Athaya, "Bapak mau pesan nggak?"

"Samakan sama kamu." Ucap Athaya lugas.

"Jadi pesan dua ya Mas."

"Baik Kak." Tangan Nala juga mengambil aneka sate yang tersaji di meja angkringan, sebelum mereka melangkah menuju meja yang akan menjadi tempatnya makan.

"Bapak nunggu siapa sih?" Sejak keduanya duduk di atas tikar netra Athaya tak pernah lepas dari orang-orang yang memasuki angkringan itu seperti ada yang ditunggu. "Nggak."

"La terus netra Bapak, lihat apa?" Athaya menatap Nala dan menggeleng. Ia ingin memberikan kejutan untuk sahabatnya itu. "Kamu makan aja makanan itu, jangan banyak tanya." 

Lebih baik Nala memakan aneka sate yang ia bawa tadi, dari pada menunggu penjelasan Athaya yang pastinya tidak akan pernah ia dengar. Netra Nala yang melihat beberapa pasangan hilir mudik ke tempat ini, membuat relung hatinya sedikit teriris. Tautan tangan dengan tatapan memuja jelas sangat berbeda dengan apa yang ia rasakan sekarang. Kalau di bilang hubungan keduanya tidak seromantis itu.

"Kamu kenapa?" Athaya yang sadar akan keterdiaman Nala sontak melihat apa yang Nala lihat. "Oh, jangan pernah iri dengan hal itu. Kita sudah terlalu dewasa untuk melakukan di tempat umum." Bisik Athaya menasihati, sebagai pimpinan ia selalu menjaga image.

Nala menoleh menatap Athaya, dengan kedua netranya yang memicing. "Dulu bahkan saya bisa lihat hal itu di layar televisi, saat Bapak jalan sama mantan model."

"Kamu pernah lihat?"

"Sering, bahkan saya lupa mantan Bapak itu berapa." Kalau diingat pacarnya sekarang itu ibarat buaya darat yang tengah tersesat, bagaimana tidak Nala yang serba biasa bisa mendapatkan atensi seorang Athaya. "Kan dulu saya masih muda, jelas berbeda dengan sekarang. " Alibi Athaya, sepanjang usianya memang ini kali pertama ia tidak menampilkan pacarnya di layar televisi. Karena ia sadar bahwa Nala adalah orang biasa yang pastinya akan terganggu jika kehidupannya disorot publik.

"Memang kalau kita di ruang privasi sekalipun Bapak mau seromantis itu?"

"Bisa saya pikirkan."

"Jawaban apa itu?" Nala merasa gemas akan tingkah Athaya, namun sayang rasa kesalnya harus tersingkir dengan satu piring penyet ayam yang tersaji di depan mata.

"Kalau ngambek kamu lucu." Goda Athaya saat Nala sibuk menyuapkan sepiring nasi ke dalam rongga mulutnya. Nala jelas tak menggubris, karena ia sibuk sekarang.

Hingga netra Athaya melihat sosok Wisnu masuk bersama Wina. Jelas kesempatan ini tidak akan Athaya lepaskan.

"Wisnu!" Wisnu yang masih berdiri dan seolah mencari tempat makan sontak terkaget dengan sosok Athaya yang sudah duduk disana. "Lah, lo juga kesini bro." Wisnu meninggalkan Wina setelah menitip menu makanan tadi, ia mendekati tempat makan Athaya.

"Iya, sama Nala."

"Hai Nala, masih ingatkan aku?" Nala membalas dengan anggukan karena sekarang ia tengah mengunyah makanannya.

"Lo tahu dari mana tempat ini?"

"Dari Nalalah masa dari siapa."

"Uhuk."

"Hati-hati Nala, jangan makan terlalu banyak." Ucap Athaya yang mengangsurkan satu gelas air minum dan mengusap punggungnya. Jujur, Nala ingin berkata bahwa ini kali pertama mereka makan disini.

"Enak, kan? Gue juga mau makan disini karena rekomendasi Wina. Katanya makanan disini enak."

Enak sama hemat apa bedanya? Tetapi jika menurut kedua orang yang berada di samping Nala jelas berbeda. Sebagai kaum mendang-mending jelas Nala akan memilih makan di tempat seperti ini dari pada tempat yang cozy. Apalagi perjuangan mendapatkan uang yang sangat susah.

"Enak kok. Tadi Nala sudah makan banyak sate-satean." Jawab Athaya santai. Pesanan Athaya memang belum disentuh pria itu. "Enak." Ucap Nala setelah ia menelan makanannya.

"Serius?"

"Iya enak, sambelnya kerasa ayamnya juga nggak keras." Sebagai anak kos yang melanglang buana dalam mencari menu makanan, makanan yang tersaji disini bisa dibilang enak. "Iya aku juga ingin makan sambel disini, karena kata Wina sambelnya enak banget."

Nala mengangguk, sebagai seorang perempuan Nala bisa menilai jika Wisnu tengah mencoba mendekati sepupunya itu, karena sejak tadi nama Wina tak lepas dari bibir pria yang duduk di hadapan Athaya.

"Wina memang juara kalau memilih tempat makan." Puji Nala tulus.

"Iya, dia sering menjadi panitia konsumsi kalau kantor ada acara. Mungkin itu juga yang membuat dirinya tahu akan beberapa tempat makan yang enak." Ucap Wisnu menimpali.

Hingga beberapa saat perempuan yang sejak tadi diomongkan itu ikut bergabung. "Maaf agak lama."

"Nggak masalah, duduk disana Win."

Bukan Wisnu yang menjawab tetapi Athaya yang membuat Nala menatap wajah pria yang duduk disampingnya itu.

Tbc

Athaya kelihatan banget. Wkwk

Love is not Perfect ✔ (Tamat di Karyakarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang