3

92 17 6
                                    


Sejak jam pelajaran dimulai, Nara sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada materi yang sedang dipaparkan oleh gurunya. Nara melipat kedua tangannya dan tiduran di meja, Nara dan Vania teman sebangkunya duduk paling belakang. Pelajaran fisika membuat Nara pusing, entah sudah berapa lama guru mata pelajaran itu menjelaskan materi. Namun tak satupun bisa dipahami oleh Nara, apalagi melihat rumus-rumus menyebalkan itu. Belajar rasanya tidak menyenangkan, pikir Nara.

"Naraa, Naraa bangunn! "

Vania sejak tadi berusaha membangunkan sahabatnya yang tukang molor itu.

"JINARA! "

Satu teriakan keras dari Vanya berhasil membangunkan Nara. Seluruh isi kelas sudah tidak heran dengan kelakuan Vania, jadi mendengar teriakan tadi sudah biasa bagi mereka.

"Ada apaansihh? "

Nara mengucek matanya dan mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.

"Pak Dani kemana? "

"Makanya jangan molor terus, pak Dani barusan keluar. Ini ada tugas disuruh kerjain, nanti pas bel dikumpul. "

Jelas Vanya sambil menunjukan tugas fisika dari pak Dani kepada Nara.

"Aduh gimana ini, aku kan gak ngerti apa-apa? "

Nara panik sebab 5 soal tersebut terlalu banyak dan waktu tinggal 10 menit lagi. Nara bukanlah siswa cerdas yang dapat menjawab soal-soal tersebut dalam hitungan menit.

"Aku baru selesai dua Ra, yang lainnya susah banget. "

Nara bersyukur setidaknya otak Vania sedikit berfungsi untuk hal-hal seperti ini.

"Terus soal yang lainnya gimana? "

Vania menatap Nara dengan senyum aneh, Nara yakin sepertinya akan terjadi sesuatu yang tidak-tidak setelah ini.

"Yang lainnya kamu mintain Arka yaa. "

Vania mengedip-ngedipkan matanya dengan kedua tangan yang disatukan seperti memohon kepada Nara.

"Arkaa? " bisik Nara.

Vania mengangguk sambil menunjuk ke arah Arka dengan matanya.

"Kok aku sih, kamu kan bisa tanya langsung. "

"Kan aku udah ngerjain dua, sisanya tiga lagi kamu tanyain Arka. Biar imbang Ra, aku kerja kamu juga kerja. "

Nara mendengus kesal, bisa-bisanya Vania memanfaatkannya. Setelah diperhatikan kembali soal tersebut memang susah, apa sebaiknya ia meminta jawaban Arka. Laki-laki itu memang pintar, sangat pintar, selalu mengerjakan tugas dan nilai hariannya cukup bagus. Arka juga sangat ramah, laki-laki itu selalu menampilkan senyum kotaknya pada semua orang. Bahkan Nara sesekali pernah melihat Arka tersenyum ke arahnya, tapi bukan berarti Nara dengan mudahnya meminta jawaban Arka. Meskipun Arka dengan senang hati membagikan jawabannya kepada teman-teman di kelasn, tapi tidak dengan Nara. Nara selalu mengerjakan tugasnya tentu saja dengan bantuan Nevan. Ia jadi bingung harus bagaimana, Vania benar-benar keterlaluan.

"Arka. "

Astaga Nara mungkin akan terkena serangan jantung setelah ini. Bagaimana tidak, setelah Arka berbalik menghadapnya, Nara terkejut melihat ketampanan Arka. Mungkinkah ia yang terlalu bodoh selama ini karena tak menyadari bahwa Arka memang sangatlah tampan.

"Nara! "

"Hah iyaa. "

"Malah bengong, ayo cepat minta. "

Vania terus mendesak Nara, membuat Arka menatap heran pada kedua gadis ini.

"Kalian mau ngomong sesuatu? "

I'm Your SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang