8

44 7 0
                                    

Hari ini hari minggu, Nara duduk di ruang tamu menonton kartun kesukaannya sambil mengelilingi keripik kentang. Haris yang berada di sebelah Nara sama sekali tidak terganggu dengan volume TV yang cukup besar. Ayahnya itu sedang membaca sebuah buku, hal yang biasa dilakukannya ketika sedang dirumah. Biasanya, di hari libur seperti ini, Haris senang sekali menghabiskan waktu berdua dengan putri kesayangannya itu.

"Nara, kamu bisa bikinin ayah kopi gak? "

Nara mengangguk cepat ketika mendengar ayahnya ingin meminum kopi.

"Bisa! Ayah tunggu bentar. "

Haris terkekeh melihat Nara yang begitu bersemangat, bahkan gadis itu berlari menuju dapur. Bahkan Haris sampai lupa jika Nara tak pernah membuat kopi, lebih tepatnya Nara tak tau caranya.

Sesampainya di dapur, Nara langsung mencari toples berisikan bubuk kopi. Ternyata toples itu kosong, Nara teringat bunda biasanya mengambil kopi di lemari. Nara mencoba membuka kabinet atas dan menemukan sesuatu yang sedang ia cari. Sayangnya letak kopi terlalu tinggi sehingga Nara kesulitan mengambilnya. Nara berusaha menggapainya sambil berjinjit, meskipun hal itu tak membuahkan hasil sama sekali. Nara pun mencoba untuk melompat.

"Ayo, dikit lagi Ra. " Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Aktivitas Nara tersebut tak luput dari pandangan Nevan. Sejak tadi ia terus berdiri di sana sambil memandangi Nara yang terus berusaha meraih bubuk kopi. Nevan mendekati Nara saat gadis itu sedang berpikir.

Menyerah dengan kegiatan lompat-melompat, Nara berniat mengambil kursi.

"Aduhh! "

Nara menabrak Nevan, entah bagaimana laki-laki itu sudah berada tepat di belakangnya.

"Dari tadi kek.. " Gumam Nara saat menyadari ternyata Nevan hendak membantunya, ia sedikit bergeser untuk mempermudah Nevan.

"Udah tau pendek, masih aja sok-sok an mau ngambil ini. "

Nevan tersenyum remeh ke arah Nara sambil menggoyang bungkus berisi bubuk kopi itu.

Nara menatap Nevan kesal, jadi laki-laki itu sejak tadi terus memperhatikannya tanpa berniat membantunya.

"Siniin kopinya! " Nara berniat mengambil kopi dari tangan Nevan.

"Gak. Biar aku aja yang bikinin kopi buat ayah. "

Nevan meraih toples dan menuangkanmenuangkan bubuk kopi hitam tersebut.

"Tapi ayah minta dibuatin sama aku. "

"Sejak kapan kamu bisa bikin kopi, huh? " Beban menyentil jidat Nara, membuat gadis itu menangis.

"Nevan! Ajarin aku cara buatnya, pliss.. " Ucap Nara memelas dengan mata mengerjap lucu.

"Gulanya berapa sendok? Kopinya berapa sendok, Van? "

Nevan mengabaikan Nara yang terus bertanya sambil memasukkan kopi dan gula sesuai takaran dengan gerakan cepat.

"Nevann! " Nara kesal, tau tau Nevan sudah menyeduh kopi dengan air panas.

"Aku kan mau lihat cara bikinnya gimana. "

Nara terus mengekori Nevan yang hendak mengantarkan kopi pada ayah.

Nara mengambil duduk di sebelah Harus, gadis itu memanyunkan bibir kesal.

Harus menatap wajah kedua anaknya bergantian.

"Ada apa ini? " Haris meletakkan bukunya dan beralih menatap Nara.

"Nevan yah, Nevan ngeselin banget. Aku kan cuman mau tau cara bikin kopi gimana. "

"Nevan." Tegur Haris.

"Ayah lupa kalo anak gadis ayah ceroboh, nanti ketumpahan air panas gimana. "

Haris tersenyum mendengar pengakuan Nevan, anaknya  ini memang sangat menjaga dan menyayangi Nara.

"Nara sayang, Nevan cuman khawatirin kamu nak. Nanti ayah minta bunda buat ajarin kamu bikin kopi. " Haris mengelus puncak kepala Nara.

Sementara Nara menatap Nevan kesal. "Wlee.. " Ujarnya sambil menjulurkan lidah mengejek Nevan.

...

"Huaaa.. " Nara menguap, ia bangkit dari kasur dan meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Bagaimana tidak, sejak siang tadi hingga menjelang malam, Nara menumpang ke kamar Nevan untuk menonton drakor. Gadis itu bosan berada di kamar sendirian, ia ingin Nevan menemaninya. Walaupun pada akhirnya Nevan malah sibuk dengan urusannya.

"Nevan, kamu gak bosan duduk disitu berjam-jam? "

Nara mendekat ke arah Nevan, ia tak habis pikir dengan tumpukan buku di atas menja belajar itu.

"Bisa gak sih, sehari aja gak usah duduk di kursi ini. " Gumam Nara yang masih terdengar di telinga Nevan.

"Udah lama banget ya, sejak kita belajar bareng. "

Nara tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya.

"Akhir-akhir ini tugasnya mudah-mudah. Kamu lanjutin belajarnya deh, aku mau ke kamar. "

"Ji, kamu gak lagi nutupin sesuatu kan? "

Nara menghentikan langkahnya, entah kenapa ia kesal setiap kali Nevan memanggilnya tanpa embel-embel kakak. Nara bahkan tak ingat kapan terakhir kali adiknya itu memanggilnya kakak. Nara merasa Nevan mencoba menjadi orang lain setiap kali Nevan memanggilnya seperti itu.

"Nevan, kamu.. "

"Jinara, kamu banyak berubah. Kalo kamu gak mau jujur aku bisa cari tau sendiri. "

Entah mengapa suasana berubah menjadi sangat mencekam, Nara meremas ujung kaosnya melihat tatapan tajam Nevan yang seolah ingin menelanjanginya.

Nara menelan ludah, gugup. Takut Nevan mencurigainya yang selama ini selalu menghabiskan waktu bersama Arka untuk mengerjakan tugas sekolah miliknya.

"Aku gak nyembunyiin apapun. Aku gak suka ya kamu manggil aku kayak tadi. "

Suaranya memelan di kalimat terakhirnya, bersamaan dengan bulir air mata yang turut membasahi pipinya.

Nevan malah tersenyum kecil memperhatikan Nara yang berdiri kaku dihadapannya. Gadis itu bahkan lebih memilih bungkam soal hubungannya. Mungkin setelah ini, Nevan akan mencari waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.

...

"Bundaa.. Nara pengen ngomong sesuatu boleh? "

Zora menghentikan aktivitas menyiram bunga, meletakkan gembor yang masih berada ditangannya. Ia mendekat ke arah Nara dan ikut duduk di kursi taman belakang rumah.

"Nara mau ngomong apa? "

Nara menunduk lesu, menghembuskan napas panjang. "Bunda gak marah kalo misalkan Nara pacaran? "

Kening Zora mengerut, aneh sekali Nara tiba-tiba menanyakan hal ini.

"Emang siapa cowok yang ngajak anak bunda pacaran, hmm? " Zora mencubit gemas hidung Nara, membuat gadis itu sedikit meringis.

"Hmm... Nara udah pacaran sama Arka bun.. " Aku Nara.

"Nara.. "

"Bunda jangan kasitau ayah ya. Nara takut ayah bakalan marah. " Sela gadis itu.

Zora tersenyum. "Jadi, dari tadi kamu gelisah karna ini? "

Nara mengangguk kecil, walaupun hal itu tidak sepenuhnya benar.

"Sebenarnya, Nevan udah mulai curiga. Tapi Nara takut jujur, kayaknya Nevan gak bakalan setuju. Nevan keliatan gak senang gitu sama Arka bun. "

"Kalo menurut bunda, mungkin karna Nevan belum terlalu kenal sama Arka. Nevan pasti khawatirin kamu sayang. Coba kamu ajak mereka berdua ketemuan, biar bisa saling kenal. " Jelas Zora.

"Nevan pernah ketemu Arka, terus keliatan banget Nevan gak suka bun. Padahal Arka anaknya baik bunda, dia pintar. Nara sering banget belajar bareng dia. "

"Yaudah, pelan-pelan aja coba cerita ke Nevan, seiring berjalannya waktu mungkin dia bakalan nerima Arka. "

Entah mengapa Nara meragukan hal tersebut.

"Masuk yuk, Ra. Udah mulai gelap. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Your SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang