Rain just excuse

315 20 1
                                    

"Plis jangan kasih tau Minji kalo gue balapan ya To..."

Tengah malam yang gerimis seperti ini seharusnya akan membuat Haruto tenggelam dalam kasurnya yang empuk dan dingin. Tapi semua itu hanya angan saja, karna si pemuda Park Sialan Jeongwoo ini merusak semuanya. Well sebenarnya Haruto tidak sangat berat hati, dirinya sangat suka hujan dan akan lakukan apapun untuk bisa rasakan sentuhan bulir hujan di wajahnya. Ia hanya terlanjur mengantuk.

Untuk bisa tunjukkan buktinya nyatanya, Haruto bahkan rela menyempatkan diri untuk membuat nasi goreng saat tau Jeongwoo sama sekali belum makan. Hanya untuk menutupi dirinya yang sebenarnya sangat ingin mengguyur tubuhnya dibawah rintik hujan.

Dan semoga itu adalah satu-satunya alasan untuk saat ini.

"Serah deh, nih! Cepetan di habisin biar sempet!"

"Anying beneran dibawain nasgor dong"

"Ya makanya cepetan di habisin, lu start tujuh menit lagi kan?"

"Iya bentar gue mau mukbang, nih nih!" Jeongwoo memberikan payungnya kepada Haruto "Gak usah, pakai buat lu aja gue mau ujanan"

Jeongwoo memberikannya tatapan horor "Dih siapa yang mau ngasih buat elu, maksud gue pegangin, guenya aja yang di payungin elunya emang gak usah!"

"Anak kampret luuhh!"

Akhirnya dengan pasrah, dalam waktu tiga menit Haruto hanya menatap Jeongwoo yang makan dengan brutal sambil memegang payung untuknya. Ya tidak buruk buruk amat, Haruto juga sesekali di suapi oleh Jeongwoo walaupun nasinya ikut terkena air hujan.

"Cepetan Woo! Bang Mingyu udah nungguin di depan!"

"Aduh bentar ini lagi enaknya!"

Tiga sendok terakhir Jeongwoo habiskan sekaligus, membuatnya mengunyah dengan susah payah. Haruto dengan cepat mengambil alih kotak makannya dan mengganti dengan botol minum dan helm sekaligus. Lalu menyuruhnya untuk cepat menyusul partner balapnya.

Dan akhirnya Haruto kembali tenang. Tenang karna Jeongwoo sudah menghabiskan bekal dadakan yang ia bawa, dan hujan!

Ya! Hujan. Akhirnya Haruto bisa dengan leluasa menikmati hujan tengah malam hari ini.

Yeah, just one that...

☔☔☔

"Jeongwoo ganteng ya To?"

"Eh, hah?"

Haruto melihat Minji menertawakannya karna mendapati ia terus menatap Jeongwoo yang sedang memesan makanan dari jauh. Haruto ingin menyangkal, dirinya hanya kelelahan dan terlanjur pusing saat mendengar ocehan berisik khas kantin saat jam istirahat. Ia hanya meletakkan kepala di atas lipatan tangannya di meja untuk menenangkan pikirannya, sampai matanya melihat Jeongwoo yang sedang mengantri dan ia tak ingin tambah pusing hanya untuk mengalihkan bola matanya ke arah lain.

Hanya itu.

Well, walau begitu Haruto tetap tak menyuarakannya karna terlalu pusing. Ia yakin Minji tak akan menganggapnya sesuatu yang serius.

"Kalo suka bilang bang"

Haruto tahu Minji hanya bercanda, jadi ia kembali meletakkan kepalanya seperti semula.

"Gue tau kok"

Hell, kenapa suara Minji terdengar begitu serius di telinganya.

"Gue gak ngerti lo ngomong apa Ji"

"Ngapain ditutup-tutupin si, gue bilang gue tau"

TUH KAN! Serius banget!

Pada akhirnya Haruto kembali mengangkat kepalanya, melirik Minji yang menatapnya begitu aneh. Haruto ingin membuka mulutnya tapi ia tak tau apa yang harus ia katakan. Hingga Jeongwoo datang dengan membawa nampan berisi pesanan mereka.

"Ini nasgor mawut Ruto, mie ayam ayang Minji dan ini punya aku~"

Entahlah, biasanya Haruto akan berlagak muntah saat Jeongwoo bertingkah alay seperti itu. Tapi kali ini wajahnya tak berubah sedari tadi, hanya tatapan tertahan yang kemudian turun dari wajah Minji yang masih tersenyum ke arah nasi goreng miliknya.

Suara suara berisik kantin barusan tak terdengar jelas di telinga Haruto. Berganti dengan bunyi dengung yang begitu memekakkan. Netranya kembali menangkap Jeongwoo tersenyum kepada Minji,

Kekasihnya.

Begitu menyilaukan, hingga Haruto kembali menunduk dan memakan makanannya dalam diam, diam yang begitu menyakitkan telingannya.

Tidak, Minji hanya meracau. Ia yakin Minji hanya bosan dan melemparinya dengan pernyataan yang tak biasa agar Haruto kebingungan dan itu akan terlihat lucu di matanya.

Sekarang Haruto hanya perlu memperbaiki sikapnya, seperti tak terjadi apa-apa.

Bersikap seperti Haruto yang sedia kala, seperti hari-hari biasanya.

☔☔☔

Berlari di bawah derasnya guyuran hujan memang suatu hal yang menakjubkan bagi Haruto, tapi tidak untuk saat ini. Sungguh, dirinya menadapat panggilan dari Jeongwoo bahwa Minji dilarikan ke rumah sakit. Ia tak tau apa yang sudah terjadi tapi saat mendengar suara tertahan Jeongwoo, hatinya mencelos sakit.

Haruto tak peduli pada bajunya yang basah kuyup, tungkainya tetap ia bawa memasuki rumah sakit dan mencari lorong yang Jeongwoo sebut di telpon. Ia lihat sahabatnya di depan sana, terduduk di lantai, menatap kosong pintu kamar yang tertutup rapat.

Haruto tak pernah melihat Jeongwoo sehancur ini. Saat tangan dingin Haruto bertemu dengan pundaknya, Jeongwoo menatap Haruto dengan pandangan yang ia benci. Tidak Haruto tak bisa menahannya lebih lama lagi.

Ia tarik Jeongwoo untuk berdiri dan membawa ke pelukannya. Membiarkan bajunya ikut basah bersama baju Haruto, membiarkan Jeongwoo meledak di pundaknya, membiarkan Jeongwoo berteriak dalam redam walau hatinya ikut hancur.

Tak pernah ia kira, jika selebaran kertas di dalam genggaman Jeongwoo adalah sebuah surat pernyataan dari dokter. Pernyataan tentang penyakit yang di derita Minji selama ini. Yang tak pernah Minji beritahu pada mereka berdua. Yang Minji simpan untuk sendiri sampai membuatnya tak lagi bertahan.

Minji dinyatakan meninggal dunia.

Dunia Jeongwoo sekarang hancur. Tapi sayangnya dunia itu, bukanlah dirinya.

Sungguh bodoh kecemburuan pahit ini.



☔☔☔


Next? Or pass?

°You, me, heaven and earth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang