1. They Called Her, Cerah

27 10 0
                                    

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sempurna atau sem-pur-na adalah utuh dan lengkap segalanya (tidak bercacat atau bercela). Semua orang menginginkan kehidupan yang sempurna. Keluarga yang saling menyayangi, seseorang yang mencintai, sahabat yang selalu setia, hidup serba berkecukupan dan penampilan yang selalu dipandang penting dalam kehidupan.

Menurut Cerah, hidupnya sempurna walau tanpa suatu hal yang menurut orang sempurna. Masih bisa menghirup udara pagi, merasakan sinar matahari menyengat kulitnya, pernah begitu disayangi oleh orang tua, teman, saudara laki-laki yang sangat menyayanginya juga dan seorang pria yang menjadi cinta pertamanya. Sempurna bukan?

Saat terbangun pada pagi hari, Cerah bisa merasakan cahaya matahari yang mengenai kulitnya. Menghadap ke kanan dari posisi tidurnya, kaki Cerah bisa langsung menyentuh hangatnya lantai bekas terpaan sinar matahari. Melangkah pelan ke depan sebanyak tiga langkah, ada jendela yang menghubungkan langsung dengan dunia luar. Tiga langkah samping kanan dari jendela terdapat lemari pakaian. Lalu mundur dua langkah, ke kanan tiga langkah dan ke kanan tiga langkah lagi ada pintu yang menghubungkan kamar Cerah dengan ruangan lain rumahnya.

Menghafal setiap inchi kamar bukannya merupakan hal yang bisa dibanggakan juga?
Seperti rutinitas pagi hari semua orang, Cerah pun melakukan hal yang sama. Mandi pagi guna menyegarkan tubuhnya, sarapan pagi untuk menambah tenaganya sebelum memulai beraktivitas dan menyapa keluarga.

“Selamat pagi Mama, Papa, Bang Ata!” Sapa Cerah ceria kepada potret hangat keluarganya. Papa dan mama menggunakan baju santai couple sedangkan Bang Ata menggunakan kemeja kotak-kotak yang sama dengan dress milik Cerah.

“Ah, Cerah rindu kalian,” ucap Cerah masih dengan senyuman dan mata kosong yang memandang foto keluarganya. “Cerah berangkat dulu ya. Bahaya kalau telat, Mbak Sisi nanti marah.”

Cerah mulai melangkah menjauh dari foto keluarganya sambil terus menghitung langkahnya dengan pasti. Udara pagi memang sangat menyejukkan, masih bebas dari polusi yang seolah sudah sehari-hari menjadi makanan warga Jakarta.

Cerah berjalan menyusuri gang rumahnya dengan sesekali membalas sapaan dari para tetangga. Ada bang Jecky yang suaranya menggelegar, Jeung Ayu yang harum parfumnya tercium dari radius lima meter dan juga Mbak Sari yang logat Jawanya begitu kental saat berbicara. Cerah beruntung memiliki tetangga yang begitu peduli padanya.

Melewati gang yang berada di sebelah sebuah minimarket tidak pernah membuat Cerah merasa takut seperti saat ini. Cerah bisa mencium bau amis darah serta suara gemerisik dari arah kanannya. Cerah mengenyahkan rasa takutnya dan mulai menghampiri sumber suara.

“Hey! Kamu orang apa kucing?” Tanya Cerah ketika telah berada tepat di sebelah sumber suara.

“Shhh.”

Mungkin ini suara seoarang pria? Entahlah Cerah tidak tahu. Namun menurut pendengarannya, memang ini suara seorang pria yang meringis entah karena apa. Dan menurut bau yang Cerah cium, sepertinya makhluk di sebelah Cerah sedang terluka hingga mengeluarkan darah yang mampu tercium oleh hidungnya.

Sedangkan laki-laki di depan Cerah melebarkan matanya sebentar. Lalu memandang gadis di depannya dengan pandangan tidak terbaca setelah melihat tingkah gadis di depannya. Pandangan yang terkesan kosong dan tidak fokus ke satu arah. Bukannya memandang wajahnya namun gadis tersebut terus melihat lurus ke arah tembok minimarket.

Gadis buta!

“Minggir!” Sentak Malam kasar lalu mengibaskan tangannya walau dia tahu jika gadis di depannya tidak akan tahu apa yang dia lakukan. Tentu saja, karena kebutaan gadis di depannya ini.

“Oh, kamu orang ternyata. Aku kira kucing,” ucap Cerah dengan polos lalu berusaha mengikuti arah suara agar dia mengetahui dimana keberadaan laki-laki itu sebenarnya.

Let's See The Star TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang