4. Run In The Sky

13 10 0
                                    

“Kurang aja lo!” Ujar Preman tersebut. Cerah yang merasakan ada bahaya sehingga dengan reflek memjamkan matanya dan melindungi kepalanya dengan tangan.

“Dasar banci, beraninya cuma sama perempuan buta,”

“Wah ada pahlawan Malam datang ini,”

Cerah membuka matanya dan merasakan tangannya dicekal oleh seseorang. Entah mengapa, Cerah tidak menampik tangan itu apalagi saat laki-laki di depannya ini membisikkan sesuatu padanya.

“Tenang. Nanti waktu gue tarik lo buat lari so lo ikut lari okey?” bisik Malam dengan sangat pelan sehingga hanya mereka yang mendengarnya. Malam memikirkan cara yang tepat agar tidak perlu mendapatkan luka dari preman-preman itu.

Cerah mengangguk pelan.
Malam melihat empat preman dengan badan besar itu berdiri berjajar seolah memblokade jalan Malam untuk kabur. Jika hanya ada Malam saja, tidak akan repot tetapi sekarang Malam membawa seorang gadis. Malas sekali rasanya ikut campur urusan orang lain tetapi Malam tidak ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri kekerasan pada perempuan. Lalu apa bedanya mereka dengan Malam? Jika mereka melukai fisik, mungkin perbuatan Malam nanti akan melukai hati perempuan ini. Tapi anggaplah ini taktiknya, menarik empati perempuan buta ini.

“Gue kira lo udah mati. Ternyata masih hidup toh. Punya berapa nyawa lo nantangin kita lagi?” Tanya seorang preman berambut gondrong yang selalu membuat Malam kesal sejak dulu. Tapi ini bukan saatnya memberi pelajaran.Malam menjalan rencananya. Pertama, Malam akan memancing emosi mereka.

Malam memandang mereka dengan satu alis terangkat dan ekspresi sinisnya keluar, “Gue? Mati cuma karena pukulan lo yang mirip pukulan cewek itu, bercanda lo? Hah, bahkan kalau gue mau nih ya, kalian semua bisa gue habisan dengan satu kali sentilan,” remeh Malam. Dan.... berhasil! Dasar sumbu pendek.

“Sialan lo!”

Kedua, Malam segera menarik tangan Cerah dan menyeretnya untuk berlari menghindari para preman  tersebut. Malam memilih jalan kedepan daripada berbalik arah karena keadaan di sana lebih sepi. Di depan sana ada florist tempat Malam melihat Cerah dengan laki-laki itu, Bumi.

Cerah terkejut saat laki-laki itu, yang barusaja berbicara dengan preman langsung mengajaknya berlari. Cerah sadar jika tongkatnya itu jatuh di tempat tadi dan mungkin saja sudah patah. Dengan langkahnya yang pendek-pendek dan keterbatasannya, Cerah mengikuti langkah laki-laki penyelamatnya ini.

Malam membawa Cerah bersembunyi di gudang florist yang  ternyata terbuka. Dengan cept Malam menghimpit dan membungkam mulut Cerah dengan tangannya. Malam memperhatikan mata Cerah yang menatapnya penuh binar tetapi kosong. Malam melirik ke arah para preman yang ternyata sudah berlalu. Malam berdecih mengetahui preman tersebut hanya modal otot saja, otaknya kosong.

Cerah menghembuskan napasnya lega saat laki-laki itu sudah menjauh dari tubuhnya. Cerah merasakan adrenalinnya terpacu, sudah lama sekali Cerah tidak berlari seperti ini dan Cerah akui ini menyenangkan dan membuatnya bahagia.

Cerah tertawa membuat Malam memandangnya heran. “Kenapa?” Tanya Malam penasaran.

“Makasih karena udah nolongin aku dan buat aku bahagia hari ini,” ujar Cerah dengan jujur sembari tersenyum bahagia. Yah walaupun tongkatnya harus hilang.

“Aneh,” cibir Malam dengan tidak berperasaan. Cerah yang mendengarnya pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Laki-laki yang bericara ketus tetapi masih mempunyai hati untuk merasa peduli, mengingatkan Cerah pada, ah Cerah ingat!

“Tunggu—" ujar Cerah tiba-tiba lalu mendekatkan hidungnya pada tubuh laki-laki penyelamatnya itu yang mencoba menjauh karena perilaku gadis aneh itu. Cerah mengendus aroma laki-laki tersebut dan memiringkan kepalanya lalu berkata, “—kamu orang yang aku kira kucing itu kan? Yang ketemu di sebelah minimarket? Right?” Tebak Cerah dengan tepat.

Let's See The Star TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang