Cyndarka Bumi Adlan, nama yang sungguh indah. Laki-laki itu adalah bos tempat Cerah bekerja saat ini. Laki-laki baik hati yang masih mau berhubungan dengan Cerah pasca kecelakaan yang merenggut keluarganya dan matanya. Bukan sebagai pacar, tetapi sebagai kakak yang menyayangi adiknya. Begitulah menurut Cerah bagaimana Bumi memperlakukannya.
Bumi adalah sahabat baik Terang--Kakak Cerah yang sekarang sudah tenang di sana—sekaligus cinta pertama bagi Cerah yang sekarang bahkan untuk memimpikannya saja Cerah tidak berani. Lalu ada Bunda Lily, pemilik asli florist tempat sekarang Cerah bekerja. Bunda Lily ini adalah mamanya Bumi, lalu ada juga Kang Daniel selaku kurir, Andin dan Gina yang juga pegawai di sini. Pada saat inilah Cerah tidak merasa kesepian.
“Pagi Andin!” Sapa Cerah yang sudah sangat mengenal dengan parfum yang sering Andin pakai, harum melati.
“Pagi Gina! Gimana kencannya?” Sekarang Gina, Gina yang selalu memakai parfum dengan bau yang sangat wangi bahkan dapat tercium dari radius dua kilo meter.
“Sukses besar dong bahkan Rio nembak gue,” balas Gina membuat Cerah dan Andin memandangnya penuh rasa ingin tahu.
Saat mendengarkan cerita Gina tentang bagaimana kencannya tadi malam yang berakhir dengan teman Gina yang menembaknya, Cerah mendengar suara mesin motor berhenti, tanpa melihat pun Cerah tahu siapa yang datang, Mas Bumi.
“Pagi, kenapa pada kumpul di sini?” Tanya Bumi yang membubarkan kumpulan ketiganya. Andin dan Gina berjalan menuju tempatnya bekerja dengan ringisan. Sedangkan Cerah memandang Bumi dengan senyuman.
“Hadap kanan Cerah,” ucapan Bumi membuat Cerah menghadap kanan, tempat Bumi sekarang berdiri sembari tersenyum. Entah kenapa, walau tidak berharap pada Bumi, Cerah masih merasakan dadanya berdebar sangat keras untuk Bumi, seperti dulu sebelum kegelapan mengisi dunianya. Lalu senyum Cerah semakin lebar saat mendengar Bumi tertawa.
“Aku kerja dulu ya Mas,” pamit Cerah.
“Semangat!” Bumi mengepalkan kedua tangannya, walaupun tahu Cerah tidak akan melihatnya tetapi ada satu hal yang Bumi yakini, Cerah dapat merasakannya.
Cerah membalikkan badannya, menghitung setiap langkah yang akan di ambilnya sembari tersenyum lebar. Ini adalah hal yang paling disukainya, bekerja lalu bertemu orang-orang yang masih peduli terhadapnya. Menyibukkan dirinya, menghitung langkahnya, mencium bau bunga dan menerima panggilan telepon dari para pelanggan.
Dulu, sesaat setelah Cerah bangun dari tidurnya lalu mendapati jika matanya tidak dapat melihat indahnya dunia, Cerah selalu menyalahkan Tuhan. Bertanya-tanya mengapa tidak sekalian saja Tuhan mengambil nyawa Cerah dan bisa berkumpul bersama-sama dengan keluarganya. Cerah berterimakasih kepada semua orang yang menyemangatinya terutama Bunda Lily dan Bumi yang selalu berada di sampingnya.
Beradaptasi dengan keadaan yang seperti sekarang pun susah. Banyak hal baru yang harus Cerah pelajari mulai dari menghapal setiap langkah yang harus ditempuhnya, belajar menggunakan huruf braille dan belajar menutup telinganya dengan semua cibiran yang diberikan orang di sekitarnya.
Namun sekarang, setelah melewati banyak hal, Cerah sudah bisa lebih mensyukuri hidupnya. Berpikir jika mungkin saja Tuhan memiliki rencana lain bagi kehidupan Cerah nanti, mungkin saja.
“Selamat pagi, dengan Lily’s Florist di sini. Ada yang bisa saya bantu?”
Cerah mencatat pesanan dari pembeli pertamanya di pagi hari ini dengan senyuman yang seperti namanya, cerah. Setelah mencatat pesanana dan alamat pembeli, Cerah melangkahkan kakinya menuju deretan bunga yang sudah sangat dihapalnya berada.
Satu kali lagi, Cerah sangat berterimakasih karena Bunda Lily dengna baik hati menempatkan tulisan dengan huruf braille di sana hingga memudahkan Cerah. Setelah mengambil bunga, Cerah memberikannya pada Gina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's See The Star Together
RomanceBagi orang, sempurna memiliki arti sendiri begitu pula dengan kebahagian. Seseorang punya caranya tersendiri untuk bahagia. Begitu pun dengan Cerah, pernah memiliki keluarga yang menyayanginya dengan setulus hati dan kini memiliki orang-orang yang t...