Chapter 10

185 30 7
                                    

"Good girl, pintar banget obatnya habis gini."

"Wah jelas dong Kak, Al gitu loh..." tawa Aleta dan juga Gibran mengudara ketika Aleta menyombongkan diri karena obat pemberian Gibran sudah habis ia makan. "Agak kesiksa juga sih makan obatnya, tapi gak apa-apa biar cepat sembuh." Semangat Aleta membuat hati Gibran se-tenang ini-Ia yakin perempuan cantik dihadapannya ini bisa segera sembuh dari traumanya.

Sekarang sudah masuk hari ke 10 Aleta konsultasi dengan Gibran. Seminggu lebih setelah kejadian yang membuat Aleta mengalami serangan panik akibat trauma yang menghampiri.

Aletapun juga semakin dekat dengan Gibran, bahkan pernah satu hari Gibran mengajaknya jalan-jalan ke taman mini bersama Rain dan Lia juga. Tempat yang benar-benar Aleta ingin kunjungi selama di Jakarta. Terlalu sibuk dengan urusan pribadinya hingga ia tak sempat berkunjung di sana.

Keakraban mereka berdua pun sudah berada di tahap perbestian sekarang, Aleta bahkan sudah tak memanggil Gibran dengan embel-embel Kakak Dokter lagi, sekarang hanya tinggal kakaknya saja. Perubahan yang cukup besar dalam kurun waktu yang singkat.

"Besok bisa datang lebih awal ga? Izin kerja dulu kalau bisa."

"Emang kenapa kak? Ada yang mau di bahas?"

"Ada, banyak." Aleta yang sudah bersiap pulang memposisikan tubuhnya kembali senyaman mungkin ingin mendengar apa yang ingin dibicarakan oleh dokternya ini. "Gak sekarang juga Al," Gibran tertawa kecil melihat betapa excitednya si cantik ini.

"Yah..." Aleta mendengus kecewa, masalahnya ini dia sudah kepo setengah mati. "kenapa?"

"Udah jam 5 sore, gak capek habis kerja tadi?"

"Aku gak ngapa-ngapain tadi, cuman check list aja itu doang."

"No, besok aja ya? Mending kamu balik, mandi, makan, minum obat kamu dan langsung istirahat."

"Gak apa-apa-"

"Al? Listen to me okay? Besok baru kita ngobrol banyak sepuasnya. Tapi ingat izin kerja dulu sehari ya?" Aleta menghembuskan nafasnya pelan dan mengangguk kecil. "Yaudah sana pulang, hush-hush..." canda Gibran mengusir Aleta dengan menggerakan kedua tangannya seolah-olah mengusir. Aleta yang kesal berdiri dari duduknya dan memelototi dokter muda itu.

"Gak aku makan ya obatnya!"

"If you dare, Al."

"Berani dong." Gibran menatap tajam ke arah Aleta membuat cengiran khas keluar dari mulut wanita itu. "Bercanda Kak, yaudah aku balik ya? Semangat kerjanya! Nanti kalau gajian traktir ya kan udah janji dua hari yang lalu, awas aja kalau nipu ntar pantatnya bisulan!" Aleta berucap dan segera berlari kecil keluar dari ruangan Gibran.

"Aneh-aneh juga nih anak." Gibran tertawa.

Saat Aleta baru ingin membalikkan tubuhnya setelah menutup pintu ruangan Gibran, pria dengan stelan jas berwarna coklat tiba-tiba berdiri di belakangnya yang membuat Aleta kaget hingga hampir terjatuh ke lantai-Untung saja ada sebuah lengan yang memegangi pinggangnya untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya.

"Ya Allah, Pak Jevan! Aku lemah jantung Pak." Aleta memegangi dadanya karena masih terkejut. Pria yang tak lain Jevan itu memegang kedua bahu Aleta dan mengusapnya pelan karena merasa tak enak.

"Sorry, saya pikir kamu sudah lihat saya tadi." Aleta tersenyum kecil menenangkan direkturnya yang terlihat panik.

"Iya Pak, gak apa-apa." Ucapnya dan memundurkan sedikit tubuhnya karena jaraknya yang begitu dekat dengan Jevan, ia bahkan bisa mencium jelas bau mint yang keluar dari nafas Jevan.

HER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang