"Balas dendam? Sakit hati?"
Felix dan Feiza sampai di kafetaria rumah sakit. Keduanya sepakat untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, terutama Feiza. Perempuan berusia 27 tahun itu dilanda rasa lapar yang teramat. Segera setelah pesanannya tiba, ia melahap makanannya hingga tandas tanpa terdistraksi oleh ingatan di lab forensik, seperti sebelumnya. Felix yang mengerti dengan baik kawannya itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia sendiri sibuk dengan ponsel dan satu mangkok bubur kacang ijo yang kini tinggal separuh. Laman akun instagramnya kini dipenuhi oleh berita temuan potongan tubuh manusia di sungai Silandak. Tak ingin agenda menikmati burjonya kacau, Felix memilih meletakkan ponsel dan mengamati Feiza yang tengah menghabiskan sisa makanannya.
"Wah, akhirnya keisi juga ini perut," ujar Feiza setelah menghabiskan suapan terakhir chicken katsu miliknya.
"Laper banget ya?"
Feiza hanya mengangguk. Benar-benar hari yang melelahkan. Ia harus merelakan jatah sarapan dan makan siangnya terlewatkan begitu saja, dan ini hampir jam 7 malam. "Banget, sih."
Felix membiarkan keheningan mendominasi di antara mereka selama 10 menit, sebelum akhirnya berujar, "Jadi menurut kamu motif pelaku balas dendam atau sakit hati?"
Feiza kembali mengangguk. Bukan tanpa alasan ia memiliki dugaan seperti itu. Melihat bagaimana pelaku memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian, Feiza menduga pelaku memiliki kepuasan tersendiri saat melakukannya. "Potongannya nggak rapi. Pelaku jelas bukan profesional ataupun terbiasa. Ini pasti korban pertama. Apalagi kalau bukan dendam atau sakit hati?"
Felix mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti."Aku juga setuju sih sama statement kamu. Kita masih harus nunggu hasil DNA buat memastikan kalau potongan tubuh pertama dan kedua adalah korban yang sama. Aku harap bakal segera ada kabar baik dari pihak kepolisian."
Feiza mengaduk-aduk es teh miliknya yang tinggal setengah. Ia sedikit termenung mendengar ucapan Felix. Kabar 'baik' yang Felix maksud tentu bukan baik dalam makna yang sebenarnya. Felix pasti berharap potongan tubuh lain bisa segera ditemukan, sehingga proses penyidikan menjadi lebih mudah. "Kabar baik bagi kita adalah kabar buruk bagi keluarga, ya, Lix. Kontradiktif sekali, haha."
Felix tidak lantas menjawab. Ia memilih untuk menghabiskan sisa burjo yang tinggal beberapa sendok. Tak lama setelahnya, ia membalas, "Ya ... tergantung konteksnya sih, Fei. Kematian itu sendiri adalah kabar buruk. Tapi mengetahui penyebab kematian juga ... mungkin bukan sesuatu yang bener-bener baik, tapi setidaknya melegakan buat mereka."
Felix benar, meski itu tak berlaku untuknya. Obrolan tentang kasus kematian tidak wajar seperti ini seringkali mengingatkannya pada apa yang ia alami bertahun-tahun silam. Hari di mana ia menemukan sang ibu tergeletak bersimbah darah di atas dinginnya lantai kamar, dengan pisau yang masih menancap di perut. Feiza yang saat itu masih berusia 7 tahun hanya bisa berteriak ketakutan, lalu pingsan. Ketika ia bangun, rumahnya sudah ramai oleh warga sekitar dan polisi. Saat itu ... dunia miliknya terdengar amat berisik.
"Wah, ini burjonya Mba Sri emang top banget, sih. Sorry ya, Fei, aku ngga nawarin, enak banget soalnya." Felix mencoba mengalihkan pembicaraan setelah menyadari raut wajah Feiza yang murung.
"Saya juga nggak minat, Bapak Felix," Feiza membalas dengan smirk di wajahnya. "Ngobrolin soal kasus lagi, yuk."
"Enggak, ah, males. Ngobrolinnya besok lagi."
Feiza mencebik. Padahal ia sangat ingin berdiskusi terkait kasus yang sedang mereka tangani. Ia lantas mengambil ponsel, mengetikkan beberapa kalimat di sana. Felix yang penasaran mencoba mencuri pandang. Feiza menyadarinya, dan dengan gerakan cepat, ia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Felix merespons dengan tatapan jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
NoEasy
Mystery / ThrillerFeiza Anastya Rukmini adalah seorang dokter spesialis forensik sebuah rumah sakit pendidikan di Kota Semarang. Keinginannya menjadi dokter spesialis forensik bermula saat menyaksikan bagaimana ibunya yang berprofesi sebagai ahli forensik tewas saat...