"Danu! Bangun, ih!" teriak Feiza sembari menarik-narik selimut sang adik.
Tanpa mengindahkan teriakan kakaknya, Danu dengan santai makin mengeratkan selimut, dan berujar, "Masih ngantuk, Kak, lagian ini kan jatahnya Kak Feiza belanja, kenapa aku harus ikut bangun pagi, sih?"
Feiza berdecak malas. Dia bukannya lupa dengan jadwal harian yang mereka buat untuk menentukan siapa yang berbelanja sayuran, hanya saja ini adalah Sabtu, hari di mana keduanya memiliki agenda wajib, yaitu berolahraga. Keluarga kecil yang dikepalai oleh Adit Suryana itu menekankan pentingnya menyempatkan olahraga, minimal satu minggu sekali. Adit Suryana sendiri adalah seorang dokter umum di salah satu rumah sakit besar di Kota Semarang.
"Ini Sabtu kalau kamu lupa, Dan. Time to work out," ucap Feiza sembari berkacak pinggang.
Seolah tak peduli, Danu makin menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal. "Libur dulu, Kak, work out-nya."
Mata Feiza melebar seketika. "Aku bilangin Papa, ya!" Feiza setengah berteriak.
"Bilangin aja, orang Papah nggak di rumah," balas Danu yang membuat Feiza mengernyit heran. Tumben-tumbenan ayahnya tidak berada di rumah saat weekend.
"Emang Papah ke mana?"
"Ke TLJ bareng temen-temen rumah sakit. Ada acara katanya."
Feiza mengembuskan napas berat. Pupus sudah harapannya untuk bisa menikmati work out bersama keluarga setelah hampir dua minggu melewatkan agenda rutinan itu. Kasus mutilasi yang dia tangani satu bulan lalu, benar-benar menguras habis waktunya untuk berkumpul dengan keluarga. Selain menjadi dokter spesialis forensik di rumah sakit tempatnya bekerja, Feiza memiliki kesibukan lain sebagai peneliti bidang forensik dan medikolegal di lembaga penelitian kedokteran kampus tempatnya dulu menimba ilmu.
"Ini kamu beneran nggak ikut? Kakak lari-lari keliling komplek sendiri, dong?"
Danu yang mendengar itu langsung melenguh. Dia mengantuk luar biasa karena semalaman begadang untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. "Lagian kalau work out sendiri kenapa, sih, Kak? Nggak ada yang bakal nylik juga, kan?"
Feiza yang kesal sendiri menarik paksa guling di pelukan Danu, lalu melemparkannya hingga tepat mengenai kepala sang adik. Puas dengan aksinya yang tepat sasaran, Feiza melenggang pergi meski dengan perasaan jengkel. Perempuan itu bahkan mempercepat langkahnya sambil mendumal. "Punya adik satu nggak guna banget!"
Satu jam setelah Feiza lari-lari dan berolahraga di taman komplek, dia mendengar Mas Yono-tukang sayur keliling-membunyikan klakson motor, pertanda bahwa dia sudah siap melayani ibu-ibu komplek yang akan memborong dagangannya. Segera Feiza mendatangi sumber suara. Seperti biasa, Mas Yono memarkir kendaraan roda duanya di depan rumah salah satu warga komplek yang memiliki halaman luas. Alasannya adalah agar tidak mengganggu kendaraan lain yang berlalu lalang.
"Eh, Mba Feiza yang paling cantik sekomplek! Tumben-tumbenan nih menghampiri Mas Yono tampan se-Indonesia raya, padahal biasanya Mas Danu, lho."
Sisi narsistik Mas Yono adalah hal yang biasa bagi warga komplek. Feiza tersenyum tipis sembari berjalan ke arah Mas Yono yang sudah dikelilingi tiga ibu-ibu dan satu perempuan berusia 30-an, yang Feiza ketahui bernama Mba Idha. Dia pun segera bergabung. "Danu-nya lagi molor, Mas. Biasa, anak muda jompo."
"Bu Dokter Feiza pasti sibuk banget, ya? Jarang kelihatan soalnya," sahut salah satu ibu-ibu.
"Mba Dokter to, Bu, kan belum nikah," balas lainnya diiringi tawa.
Meski terkesan seperti sebuah sindiran, tapi Feiza sama sekali tidak merasa tersinggung. Toh, kenyataannya dia memang belum menikah. "Iya, Bu, kemarin bolak-balik RS. Sekarang udah lumayan santai."
KAMU SEDANG MEMBACA
NoEasy
Mystery / ThrillerFeiza Anastya Rukmini adalah seorang dokter spesialis forensik sebuah rumah sakit pendidikan di Kota Semarang. Keinginannya menjadi dokter spesialis forensik bermula saat menyaksikan bagaimana ibunya yang berprofesi sebagai ahli forensik tewas saat...