Sesampainya di rumah sakit tempatnya bekerja, Feiza bergegas menuju laboratorium forensik untuk membantu pelaksanaan otopsi. Di sana ia juga bertemu Felix yang sedang bersiap. Meskipun bibir laki-laki itu menampilkan senyuman, ia tetap tidak bisa menyembunyikan sorot mata yang tampak lelah. Felix pasti menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Ia juga pasti yang menemui keluarga korban, menjelaskan prosedur pelaksanaan autopsi, sekaligus menjadi pihak penenang atas duka yang dirasakan keluarga.
"Semalem keluarganya tiba jam berapa, Lix?" Feiza merapikan baju scrub-nya.
"Sekitar jam 10-an lebih, Fei," jawab Felix dengan hembusan napas yang berat. "Ternyata korban pengusaha mebel."
Feiza sedikit terkejut, terlihat dari pupil matanya yang membesar. "Pengusaha?"
"Hm, polisi masih nyelidikin motif dan mencari terduga pelaku. Kayaknya sekarang masih pemeriksaan sama keluarga korban."
Feiza mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia memiliki dugaan bahwa pelaku adalah orang yang memang mengenal korban, entah keluarga ataupun salah satu karyawan korban. Melihat dari bentuk potongan tubuhnya, Feiza yakin bahwa alat yang digunakan pelaku berasal dari benda yang bergerigi, seperti gergaji. Potongan pada bagian panggulnya meskipun berantakan, tapi membentuk garis yang lurus, tidak asal-asalan.
"Kalian jika ingin membicarakan hal yang tidak penting, jangan di sini." Suara berat dengan nada dingin dan menusuk menginterupsi obrolan Felix dan Feiza. Keduanya tidak sadar telah menghalangi jalan masuk laboratorium. Mereka segera menepi ketika tahu orang yang akan mengepalai proses autopsi kali ini sudah datang. Sosok dr. Renaldi muncul dengan ekspresi datar. Baju scrub berwarna hijau yang ia kenakan menampakkan garis lipatan, sedikit kusut, menambah kesan bahwa saking sibuknya dokter itu, ia sampai tak sempat menggosok pakaian.
"Dokter, beneran nggak ada niat nikah?"
Feiza yang mendengar itu segera memukul lengan Felix. Ucapan yang terkesan blak-blakan itu membuat jantung Feiza mendadak berpacu dengan cepat. Ia takut dengan respons yang akan dr. Renaldi berikan. Lebih dari 5 tahun Feiza bekerja dengan dr. Renaldi, rasa-rasanya itu sudah cukup untuk mengenali bagaimana garangnya ia ketika ada yang mengusik urusan personal.
Dan benar saja, dokter yang telah bekerja sebagai spesialis forensik selama lebih dari 20 tahun itu berbalik menatap Felix. Mata tajamnya penuh intimidasi, siap melahap siapa saja yang berani menyinggung persoalan pribadinya. "Lepas pakaian kamu, pergi dari sini. Ruangan saya tidak butuh orang yang tidak serius dengan pekerjaannya."
Felix seketika mengunci mulut. Ia sempat meminta maaf, dan langsung mengekori dokter seniornya itu ke dalam kamar autopsi. Situasi seperti ini bukanlah yang pertama kali, tapi entahlah bagaimana Felix bisa terus-terusan mengulangi perbuatan yang sama. Mungkin niatnya ingin membuat hubungan di antara tim forensik tidak terlalu menegangkan, ya ... barangkali dengan begitu ia bisa membicarakan banyak hal dengan dr. Renaldi. Tidak serta-merta hanya persoalan pekerjaan. Jujur, Feiza pun berharap dr. Renaldi bisa sedikit membuka diri, mengobrol dengan santai seperti dokter lainnya. Sehingga ia sedikit memiliki kesempatan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik kematian ibunya bertahun-tahun silam. Namun, sejauh ini, dr. Renaldi masih dengan sikap dingin dan menyebalkan, tak ada bedanya dengan sosok dr. Renaldi yang Feiza temui 5 tahun lalu. Hal itu membuat dirinya benar-benar kesulitan.
***
Kamar otopsi RS. memang dingin, dan bertambah dingin mengingat tim forensik sudah bekerja di jam 6 pagi. Meja dan peralatan otopsi sudah disiapkan dengan baik oleh Felix sebelumnya. Scalpel, gunting, pinset anatomis, forsep, jarum jahit, benang kasar, hingga peralatan tulis menulis dan fotografi pun sudah siap untuk digunakan. One million respect for our hard worker Felix. Terasa sedikit penyesalan dalam hati Feiza karena telah meninggalkan Felix sendirian di RS. Laki-laki itu mungkin hanya tidur sekitar 2-3 jam. Ia tidak dapat membayangkan betapa perih hati seorang Andreas Felix saat dr. Renaldi mengatakan ia tidak serius dalam bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
NoEasy
Mystery / ThrillerFeiza Anastya Rukmini adalah seorang dokter spesialis forensik sebuah rumah sakit pendidikan di Kota Semarang. Keinginannya menjadi dokter spesialis forensik bermula saat menyaksikan bagaimana ibunya yang berprofesi sebagai ahli forensik tewas saat...