Kantor Polsek Kecamatan Ngaliyan saat ini ramai dengan kedatangan media baik nasional maupun lokal. Arka sendiri sudah bergulat dengan banyaknya manusia yang berprofesi sama dengannya. Bersama salah satu rekan kerjanya, ia turut berdesak-desakkan demi mengulik informasi apapun yang bisa ia dapat. Bukan perkara profesionalitas, ia hanya tidak ingin kembali ke kantor redaksi dengan tangan hampa. Sudah cukup ia dimaki atasannya kemarin. Jadilah ia hari ini, di jam 8 pagi, rela mengorbankan waktu terbaiknya untuk sarapan, demi menjalankan peran sebagai jurnalis.
"Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa bahwa benar adanya ia melakukan tindak pidana yang berakibat pada hilangnya nyawa korban. Bersama dengan tim forensik RS Universitas Graha Nusantara, saat ini kami masih dalam proses penyelidikan untuk mengetahui penyebab kematian korban."
Mendengar nama tim forensik disebut, Arka menghentikan aktivitasnya mencatat sejenak. Ia tiba-tiba teringat pertemuannya dengan salah satu dokter forensik perempuan RS kemarin. Ah, sial, batinnya. Melihat betapa fokus perempuan itu terhadap makanannya kemarin-sampai-sampai ia tidak melihat bahwa Arka memperhatikannya sejak lama, ia sempat optimis akan mendapatkan secuil informasi. Alih-alih mendapat apa yang ia maksud, laki-laki itu justru menjadi cemas karena diancam menggunakan potret ID card miliknya.
***
Feiza, Felix, dr. Renaldi, dan satu dokter intern saat ini masih berkutat dengan perlengkapan autopsi. Selama proses autopsi, tim forensik tidak menemukan adanya tanda-tanda luka atau kejanggalan di salah satu bagian tubuh tersebut. Mereka juga telah mengambil sampel darah potongan kaki untuk dicocokkan DNA-nya dengan potongan yang telah ditemukan sebelumnya. Dokter Renaldi dengan tampang dingin keluar dari kamar autopsi, menghampiri Feiza dan menanyakan sudah sejauh mana Visum et Repertum (Ver) yang ia susun.
"Semua bagian pembuka sudah saya lengkapi, Dok."
Dokter Renaldi hanya mengangguk. Sebelum berlalu, ia sempat memandangi Feiza dengan tatapan intens. Setelahnya ia melenggang pergi tanpa mengatakan apapun. Feiza yang ditatap begitu hanya bisa menampakkan ekspresi terkejut. Itu adalah kali pertama ia mendapatkan tatapan yang cukup aneh dari dr. Renaldi. Biasanya laki-laki berusia 50 tahun itu enggan menatap atau berinteraksi dengan siapapun.
"Kamu lihat, kan, Lix, sikapnya? Gimana selama ini aku nggak clueless coba?"
"Oke, kamu tenang dulu. Jangan bahas itu di sini."
Feiza menurut. Keduanya lantas menuju ruang kerja khusus dokter spesialis forensik. Dalam perjalanan itu mereka hanya diam.
"Apa yang aku bilang beberapa hari lalu, udah kamu pertimbangin?" tanya Felix segera setelah keduanya memasuki ruangan.
Feiza menggeleng lalu duduk di kursi kerjanya. Dia segera menyalakan komputer dan menyiapkan kamera serta catatan-catatan yang dibutuhkan untuk melanjutkan VeR yang dia dan Felix kerjakan.
Felix menghela napasnya panjang, lantas bertanya, "Kenapa?"
"Aku belum menemukan alasan kenapa harus melibatkan kamu, Lix."
***
Satu bulan sejak pertama kali ditemukannya potongan tubuh di sungai Silandak, persidangan untuk menentukan hukuman bagi pelaku tindak pidana digelar. Hakim sudah berada di tempatnya. Ruang sidang diadakan secara terbuka yang dihadiri oleh keluarga korban dan pelaku. Sejauh ini, proses persidangan berjalan dengan baik. Pelaku sendiri sudah mengakui perbuatannya dan meminta maaf terhadap keluarga korban.
Felix ditugaskan sebagai saksi ahli untuk mengungkapkan bukti-bukti yang menjadi penyebab kematian korban. Ini adalah kali kesekian Felix dipercaya untuk menjadi saksi ahli. Laki-laki itu tampak percaya diri. Berada di ruang persidangan selalu membuat Felix teringat akan pengalaman pertamanya. Saat itu ia baru saja mendapatkan gelarnya sebagai dokter spesialis forensik. Namun, dr. Renaldi yang terkenal dingin hingga mendapat julukan "The Evil" di kalangan tim forensik, tidak ingin menunda-nunda. Dengan segera ia meminta Felix untuk menjadi saksi ahli dalam persidangan atas kasus KDRT.
KAMU SEDANG MEMBACA
NoEasy
Mystery / ThrillerFeiza Anastya Rukmini adalah seorang dokter spesialis forensik sebuah rumah sakit pendidikan di Kota Semarang. Keinginannya menjadi dokter spesialis forensik bermula saat menyaksikan bagaimana ibunya yang berprofesi sebagai ahli forensik tewas saat...