Membalas Kebaikan

620 118 11
                                    

Raline mencoba fokus pada aktivitas tangannya menyuapkan bubur pada pria yang menatapnya lekat. Suapan tiap suapan yang diberikan terasa lama sekali lantaran pria itu hanya membisu tanpa mengalihkan tatapannya sedetik pun. Pekerjaan mudah ini baginya terasa berat usai kejadian beberapa jam lalu.

Tidak ada pembahasan keterkaitan mengenai ciuman yang telah terjadi—seolah hal tersebut bukan sesuatu yang perlu dibahas ataupun dikenang.

Isi kepala Raline berpikir keras dan menafsirkan sendiri jika sesuatu yang telah terjadi di antara mereka bukan hal yang patut dibawa perasaan. Kesadaran Marvel adalah satu-satunya alasan Raline membuang harapannya agar tidak masuk dalam pusara cinta yang mustahil.

"Terima kasih."

Raline tersentak karena terseret jauh dalam lamunan. Tak sadar jika mangkuk berisi bubur buatannya telah habis, bahkan pria yang baru saja ada dalam pikirannya sedang mengelap bibirnya dengan serbat makan yang tersedia. Lekas membenahi peralatan makan pada nampan yang di letakkan di atas nakas.

"Tuan mau makan buah jeruk?" Tawaran Raline cukup membuat Marvel tertarik, apalagi lidah dan mulutnya terasa hambar sehingga bisa lebih menyegarkan.

Marvel mengangguk pelan seraya berkata, "Tapi aku malas mengupasnya."

Senyum Raline mengembang, lantas mulai mengambil satu buah jeruk sunkish. Setelahnya Raline menyodorkan buah yang sudah siap dikonsumsi. Tentu saja Marvel membuka mulutnya menerima jeruk yang terasa pas—tidak terlalu manis dan asam. Namun, Marvel sampai terkesima saat Raline menadahkan tangannya tepat di depan wajahnya.

"Bijinya keluarkan di sini saja, Tuan."

Marvel terdiam cukup lama sampai keningnya berlipat dengan kedua alis menyatu.

"Atau jangan-jangan Tuan lebih suka menelannya?" seloroh Raline membuat Marvel salah tingkah, kemudian mengeluarkan biji jeruk dari dalam mulutnya, sementara daging buahnya sudah masuk ke dalam lambung.

Raline dengan cekatan melayani sang majikan sampai perutnya terisi penuh. Dirasa sudah tidak ada lagi yang perlu dilakukan, ia beranjak untuk keluar.

"Tunggu!" sergah Marvel.

Raline membalik badan yang sudah hampir di ambang pintu. "Hal apa lagi yang perlu saya kerjakan, Tuan?"

"Tidak ada. Setelah ini kamu istirahat saja. Aku tahu pasti kamu cukup kerepotan merawatku."

"Tidak apa-apa, Tuan. Sudah kewajiban saja merawat dan memastikan keadaan Tuan sampai sehat kembali."

"Kamu tetap harus menuruti kata-kataku. Kalau sampai kondisi kesehatanmu yang tumbang, pasti aku yang akan direpotkan," decak Marvel melempar mengalihkan pandangan.

Untuk kesekian kalinya bibir Raline melengkung manis. "Baik, Tuan. Nanti saya akan kembali lagi untuk jadwal minum obat."

"Ya," jawab Marvel singkat.

"Permisi." Tepat mengatakan hal itu, pintu ruangan tertutup rapat bersamaan punggung mungil yang menghilang.

Marvel kembali menghempaskan tubuh diatas busa empuk. Tangannya memijat pelipis yang sedikit berkeringat. Sejujurnya ada rasa grogi saat tadi berdekatan gadis yang membuat suasana hatinya tak menentu.

"Ada apa denganmu, Marvel Sebastian," ringisnya sembari menutupi wajah dengan bantal.

***

Mentari pagi mulai meninggi menyebarkan kehangatan ke bumi. Kurangnya jam tidur membuatnya beberapa kedapatan menguap lantaran semalam ia harus bolak-balik mengecek keadaan Marvel yang masih turun naik suhu badannya. Dan, kini Raline sudah berada tepat di depan pintu kamar Marvel sembari membawakan sarapan.

Mengetuk sebentar, lalu memasukinya karena ia pikir penghuninya masih berada dalam buaian mimpi. Raline cukup terkejut ketika mendapati pantulan sosok gagah dari kaca besar tengah mengancingkan kemeja formal yang membalut tubuh atletisnya.

"Tuan mau ke mana?" tanya Raline keheranan.

"Kantor," jawab Marvel tanpa menoleh karena keduanya telah bersitatap lewat pantulan cermin.

Kontan saja Raline lekas meletakkan nampan berisi menu pada nakas dekat tempat tidur, kemudian bergegas menghampiri Marvel yang bersiap membuat simpul dasi.

"Tidak boleh."

"Kenapa?"

"Kondisi kesehatan Tuan masih belum stabil."

"Ck, kamu pikir aku selemah itu?"

"Tidak, bahkan Tuan sangat bersemangat dalam urusan pekerjaan."

Bola mata Marvel memutar jengah. "Lantas?"

"Tapi masih perlu istirahat untuk mengumpulkan kembali energi yang prima supaya tidak kembali tumbang. Dokter bilang Tuan kelelahan karena terlalu sibuk. Saya tidak akan mengizinkan Tuan ke mana-mana hari ini." Kedua tangan Raline terentang--seolah menjadi benteng pertahanan agar mangsanya tidak kabur.

Marvel berdecak, seraya melempar dasi yang tidak jadi dililit ke lehernya. Perlahan melangkah hingga tubuh tegapnya menjulang di depan tubuh mungil Raline dengan kedua tangan menyilang di dada. "Kenapa?

Raline tergagap dengan pandangan tidak fokus karena sedang mencari jawaban yang pas.

"Siapa kamu berani mengaturku?" Dengan berani Marvel mencengkeram dagu Raline agar bisa mengintimidasinya.

"Saya memang bukan siapa-siapa dan hanya seorang pelayan, tapi saya sangat mencemaskan keadaan Tuan Marvel!" sahut Raline lantang kian membuat pria blasteran itu tercengang sehingga melepaskan cengkeraman di pipinya. "Bagaimanapun Tuan sudah menyelamatkan masa depan saya, sehingga hal yang saya lakukan ini tidaklah sebanding dengan keberanian Tuan menolong saya. Izin saya membalas kebaikan Tuan meski saya tahu hal ini tidak sebanding dengan kebaikan Tuan," tuturnya lirih.

Marvel menghela napas panjang seraya menjauhkan diri. Kedua tangannya kembali aktif pada deretan kancing kemeja, tetapi kali ini membukanya dan melemparkan ke lantai. Refleks Raline mengangkat wajahnya hingga bertemu tatap pada manik abu yang siap memanahnya. Wanita itu tercekat--kesulitan menelan saliva memandangi mahakarya ciptaan Tuhan.

Bagaimana bisa Raline tidak terpesona oleh pahatan indah tubuh Marvel yang atletis. Kedua otot bisep yang menonjol sudah membuat pijakan kaki Raline melemah. Ia menurunkan pandangan ke arah perut yang tercetak padat. Sungguh, Raline baru pertama kalinya melihat perut six pack secara langsung. Dan, sialnya pikiran mesumnya seolah menginvasi keinginannya agar bisa menyentuhnya.

"Kenapa masih di sini, heh?"

Bulu mata Raline mengerjap diiringi semburat rona merah samar di kedua pipinya. Lekas menundukkan pandangan menghindari kontak. "Maafkan saya Tuan."

"Saya akan ikuti saranmu, tapi kamu juga harus mengikuti perintahku."

"Maksud Tuan?" Raline mendongak.

"Selagi aku berganti pakaian, kamu juga bersiaplah."

Tatapan bingung dan terlihat menggemaskan.

"Seharian ini kamu harus menemani waktu liburku." Sebelum Raline protes, Marvel menarik lengan Raline keluar dari kamarnya. "Sepuluh menit lagi aku menunggumu di bawah."

Uhuk! Hampir aja readers mikir yang nggak-nggak kan tuh  🙈

.
.
.



Aliceweetsz || Kamis, 21 September 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang