Yang mana Duluan; Totalitas atau Popularitas?

0 0 0
                                    

Nah, kalo dikasih pertanyaan; totalitas dulu atau popularitas dulu? Aku yakin jawabannya pasti terpecah menjadi dua kubu. Nggak ada yang salah dengan pilihan yang mana duluan sebab masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda.

Nah, agar lebih mudah memahami, izinkan aku mengambil sampel dua orang, ya. Anggaplah nama mereka adalah Yuni dan Yuna yang sama-sama sukses, tetapi melalui jalur yang berbeda.

Yuni suka menulis genre fantasi. Meski sepi pembaca, dia tetap mengusahakan yang terbaik demi memenuhi ketotalitasannya. Tidak hanya sekali dua kali mempromosikan karya, dia juga tekun memperbaiki jika ada kesalahan dalam penulisan. Gadis itu belajar banyak dari kegiatannya merevisi, bahkan—nggak tanggung-tanggung—dia berhasil menulis ulang draft tulisannya meski agak sulit karena harus memunculkan feels-nya. Yuni juga rajin mengikuti banyak event agar bisa belajar dari kesalahan. Usahanya selama setahun lebih ternyata membuahkan hasil karena dia bisa merasakan perubahan tulisannya yang menjadi lebih baik. Sedikit demi sedikit, branding-nya semakin cemerlang. Yuni jadi dikenal oleh relasi sefrekuensi karena ketotalitasannya itu.

Yuna sebenarnya suka menulis genre fantasi, tetapi dia nggak tahan dengan keadaannya yang sepi pembaca. Akhirnya, dengan berbekal keberanian, Yuna mencoba keluar dari zona nyaman. Alih-alih mempertahankan kesukaannya menulis genre fantasi, dia beralih ke genre yang disukai banyak orang. Meski kurang nyaman dan sulit memunculkan feels, Yuna mampu mengikuti arus. Tidak cukup sampai di sana saja karena dia bersedia memenuhi keinginan pembaca tidak peduli jika kurang logis atau tidak sesuai dengan cita rasanya sebagai penulis. Yuna tidak peduli soal itu. Itulah sebabnya Yuna tidak sempat memperbaiki tulisannya karena terlalu berfokus pada arus. Tidak ada kata belajar dalam kamusnya karena pembaca adalah juri terbaik. Ibarat kata, pembaca maha benar. Mau sad ending atau plot yang kurang logis, tetap saja dia penuhi demi kepopularitas karyanya. Usahanya lantas membuahkan hasil sebab dalam kurun kurang dari setahun, Yuna berhasil mengumpulkan banyak pembaca bahkan fans.

Kesimpulan
Sebenarnya, tidak ada yang mengharuskan yang mana duluan. Semua kembali ke pilihan masing-masing, tapi jika totalitas adalah tujuanmu, maka kamu akan tergerak untuk terus belajar dan memperbaiki kekurangan dengan cara yang sempurna. You learn things and grow with them. Sebaliknya, popularitas menuntutmu untuk terus mengikuti standar yang dinilai sempurna oleh orang-orang. Bisa jadi, apa yang mereka inginkan belum tentu selaras denganmu. You just go with the flows.

Lantas pertanyaannya; yang manakah lebih sulit untuk dilakukan? Bertotalitas atau mengumpulkan popularitas terlebih dahulu? Nah, jika pertanyaannya ditujukan padaku, aku lebih condong kombinasi keduanya.

Lah, kok, maruk? Oke, aku jelasin.

Jika bisa dua kenapa harus satu? Wkwkkw sori, jangan kesel dulu. Maksudku gini, era sekarang nggak bisa lagi terlalu kuno dengan peraturan. Keseimbangan sangat diperlukan demi kefleksibelan dunia ini—ceileh. Intinya begini, menurutku, totalitas dan popularitas sama-sama penting. Terlalu ambis bisa membuatmu merasa lelah, sedangkan terlalu mengikuti arus akan membuatmu kehilangan jati diri. Susah, toh? Ya, susah. Itulah sebabnya, kombinasi dari keduanya akan menjadi opsi yang adil.

Nah, dengan menggabungkan sudut pandang Yuni dan Yuna, kita akan menemukan titik tengah. Jangan memaksakan diri untuk keluar dari zona nyaman jika tidak mampu.  Mendengar pembaca tentu perlu, tetapi bukan berarti kamu tidak memperhatikan sudut pandangmu sendiri. Survei juga harus diutamakan, pokoknya jangan sampai melupakan kode etik penulis. Tambahannya, jangan terlalu berambisi ketika menulis. Dunia real life juga kudu diperhatiin. Jangan sampai, deh, aktivitas menulis bikin kamu sakit atau kerjaan lain terbengkalai. Intinya, harus sama-sama diperhatikan ya.

Jadi, gimana? Enakan gini, 'kan? Totalitas dan popularitas bisa berdampingan jalannya.

Pesan
Popularitas itu penting, tetapi bukan berarti menjadi satu-satunya jalan untuk menaikkan branding. Bagiku, popularitas harus diseimbangkan dengan ketekunan. Jangan melulu menyembunyikan kekurangan, tetapi temukan dan perbaikilah kekurangan tersebut menjadi potensi. Teruslah menulis apa yang kamu suka dan barengilah dengan belajar. Dengan menerima kekurangan dan mau belajar, niscaya kamu bisa menjadi penulis yang terus berinovasi.

Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang - Sebuah Motivasi MenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang