Terkait motivasi diri sebenarnya sudah banyak teorinya, pun nggak bisa dikategorikan terbaik karena namanya personal itu tidak ada yang sama, ya, semua pasti punya caranya masing-masing.
Namun tetap saja, aku berharap setidaknya apa yang kusampaikan lewat judul ini bisa mendorong kalian untuk berpikir lebih positif serta berpacu untuk bangkit dengan penuh bersemangat versi diri sendiri yang akan aku bagikan sejauh pengalaman yang kutempuh.
Nah, perspektif ini sebetulnya lahir dari perjuanganku dalam menulis, tapi tetap bisa dipraktekkan buat umum kok. Maksudku, tidak hanya berlaku untuk penulis saja. Kurasa, perjuangan penulis malah sebenarnya bisa dikaitkan dengan bidang lain karena topiknya terkait dengan konsistensi.
Konsistensi tidaklah mudah karena manusia pada dasarnya mudah oleng gara-gara rasa penasaran yang terlalu mendominasi ketika menemukan hal baru. Itu lumrah saja, tetapi akan jadi momok penyakit nomor satu jika bukan diri kita yang mengendalikannya. Kemudian, keolengan ini akan merusak segalanya ketika kita jatuh dari sesuatu yang sudah kita bangun itu; entah branding atau sesuatu yang sudah kita usahakan secara terbaik versi diri sendiri.
Aku kasih contoh pengalaman pribadi, ya. Aku pernah berkali-kali jatuh. Jatuh di sini dalam artian aku merasa gagal menjadi seorang penulis fiksi. Bayangkan saja, kecintaanku pada dunia kehaluan ini sudah dimulai sejak SMP. Waktu itu, era sewa-menyewa novel sedang booming di kotaku. Singkat cerita, ide-ide menumpuk di otak, tapi belum tahu bagaimana menuangkannya dalam tulisan. Pada akhirnya setelah mengumpulkan niat, aku menuangkannya ke dalam buku catatan sekolah yang bagian lembar halamannya masih tersisa banyak tapi sudah tak terpakai lagi (berhubung buku harus diganti tiap caturwulan, nah, sisa kertasnya masih banyak). Namun, serajin-rajinnya aku menulis, selalu stuck di konflik pertama. Trus, memang dasarnya aku yang cepat bosan, setiap memulai judul baru, aku harus mengganti semua nama tokoh beserta ide. Ya, se-anti itu memang, tapi ya begitulah. Entah berapa banyak ide dan nama yang nggak bisa ku-cycle lagi.
Perjuangan itu terus berlanjut hingga tidak terasa aku sudah SMA. Terhitung dua kali hiatus, sih, sebab siklus yang kuhadapi belum mengalami kemajuan. Alhasil, aku menyerah walau tetap membaca novel. Ide-ide masih tetap berseliweran macam lebah yang berdengung-dengung, jadi pada akhirnya aku tetap menulis dan membiarkan siklus itu nggak maju-maju. Lelah sebenarnya, tetapi apa boleh buat.
Kalian tahu, tidak, yang membuatku bangkit ketika sadar di saat yang sama, aku mungkin nggak akan bisa menjadi yang sekarang ini? Jawabannya adalah memotivasi diri. Serius, hanya kita yang bisa menyelamatkan diri tidak peduli sebagus apa motivasi orang. Oke, motivasiku belum tentu bisa membantu semua teman di sini, tapi melalui topik ini, aku berharap kalian terpacu untuk memotivasi diri kalian. Kalianlah yang mendorong kalian sendiri. Intinya, tips terbaik memotivasi diri sebenarnya adalah DIRI KALIAN SENDIRI.
Maaf jika kesannya terlalu tegas karena kata-katanya diperbesar semua. Lantas, seperti apa gambaran memotivasi diri itu?
Izinkan aku share berupa poin, ya.
1. Stop berpikir kalau kamu tidak mampu, tetapi tetap mempertahankan pemikiran yang realistis. Artinya; terimalah dirimu sebagaimana adanya. Tiap manusia dianugerahi kemampuan yang nggak mungkin sama antara satu dengan yang lain. Jadi, lakukanlah apa yang kamu suka dan jadikanlah potensi sehingga kamu bisa tergerak untuk melakukan yang terbaik versi dirimu.Aku mau cerita sedikit. Dulu bisa dibilang, aku kayak nggak punya kemampuan apa-apa. Nilai akademik di sekolah selalu flat, pun bukan tipikal murid berprestasi yang disayang guru. Satu-satunya pelajaran yang sangat enjoy kuikuti adalah bahasa Indonesia, juga bahasa asing seperti Inggris dan Mandarin. Lalu akhirnya kusadari kalau minat dan bakatku condong ke seni. Daya serapku terhadap dunia digital juga cukup cepat. Aku suka mendesain dan mengedit foto. Inilah yang melatarbelakangi kesukaanku dalam menulis fiksi. Walau belum famous seperti penulis senior lain dan menghadapi banyak rintangan, aku sudah melakukan banyak hal baik dalam kurun waktu tiga tahun ini. Selain menjadi editor bagi naskahku sendiri, aku berhasil mempelajari cara me-layout naskah, merancang sampul buku, juga jadi pemateri demi memotivasi kalian semua. Juga, tak terpikirkan olehku, aku diberi kesempatan untuk menjadi mentor dan memimpin suatu event kepenulisan.
Jadi kesimpulannya, stop berpikir bahwa kamu nggak mampu atau nggak spesial. Siapa bilang kamu tidak bisa? Kamu hanya butuh waktu saja.
2. Jangan malu dengan kekurangan. Sebaliknya, peluk dan galilah potensi untuk menyeimbangkannya. Tidak ada manusia yang sempurna. Yang ada, manusia berusaha menutupi kekurangan dan menunjukkan kelebihan agar terlihat sempurna.
Meskipun demikian, ini jauh lebih baik daripada iri dengan orang lain karena semakin besar perasaan itu maka semakin besar pula kecenderunganmu menilai rendah kemampuan 'emas' yang kamu miliki.
Cerita sedikit, aku pernah mengalami itu. Sejujurnya, sering. Hehe, tetapi pada akhirnya aku percaya dengan kemampuan diri, berusaha mengerti kalau aku pasti punya 'something' yang orang lain nggak punya dan itulah yang menjadikan dirimu 'unik' versi sendiri.
3. Ingat kembali tujuan terbesar yang membawamu hingga sekarang. Dengan demikian, kamu bisa kayak 'ditegur' dan refleks bangkit kembali.
Aku sering menerapkan ini. Tujuan terbesarku adalah karya tulisku mejeng di Gramedia, tersebar hingga difilmkan, trus ingin mengubah pola pikir remaja ke sisi positif. Gede banget, ya, mimpi itu. Tapi jika harus jujur, itulah motivasi yang kupegang sampai sekarang. Di saat oleng, aku selalu ingat apa tujuanku menulis.
4. Temukan 'wadah' yang sealiran dengan duniamu. Jika kesukaanmu terkait dengan literasi, kamu bisa bergabung dengan komunitas yang sebidang. Bisa juga grup khusus yang membahas hal-hal menarik, yang bikin kamu betah, termasuk grup khusus pembaca di mana kamu bisa sharing tulisanmu
Sejauh pengalamanku, dengan adanya grup atau komunitas khusus, jadinya merasa kayak punya teman sefrekuensi. Selain itu, ada kritik dan saran yang bisa meningkatkan progress kepenulisan kamu.
Pesan:
Percayalah tidak ada yang instan di dunia ini, tetapi bukan berarti segalanya menjadi sulit untuk dijalani. Percayalah bahwa semua akan terasa lebih ringan ketika kita menerima segala kekurangan. Dengan menerima, kamu akan tergerak untuk memperbaiki dan menemukan potensi. Keunggulan tersebutlah yang akan menjadi identitas kamu. Mari percaya pada kemampuan diri kita dan terus bertotalitas. Semangat 🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang - Sebuah Motivasi Menulis
Non-FictionPlease vote if you get motivated 🌟 'Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang' adalah caraku memotivasi penulis sejauh pengalaman menulisku. Aku berharap semoga penyampaian di dalamnya bisa sedikit-banyak mendorong semangat untuk lebih percaya diri sert...