Pertemuan.

9.9K 273 3
                                    

Burung-burung pun mulai berkicau di luar gereja tersebut dengan aroma yang menenangkan hati. pintu gereja tersebut pun mulai terbuka dan tampaklah sosok pendeta di sana dengan senyuman manis palsu yang tersinggung di bibirnya.

"Senang rasanya kalian datang". Matthias pun menyingkir dari jalan nya dan membiarkan orang-orang tersebut masuk, Matthias mengikuti mereka dan mulai duduk memimpin di depan. mereka pun mulai berdoa dan bersembah dengan Tuhan mereka. Senyuman Matthias tidak pernah luntur dari bibirnya, namun sesaat mata gelapnya bertemu dengan sosok gadis cantik yang sedang berdiri di depan pintu.

Matthias pun segera berdiri dan berjalan mendekati gadis tersebut, entah kenapa dia cukup tertarik dengan gadis tersebut. dengan mata bulatnya yang melihat sekitar dengan penasaran dengan mulut kecilnya yang sedikit terbuka yang sepertinya mengagumi tempat ini. Gadis tersebut pun langsung menoleh ke arah pendeta yang mendekati nya.

"Apa kamu tersesat gadis kecil?". Tanya nya dengan lembut, dia sedikit menyerbu ruang pribadinya dan menatap nya dengan tatapan lembut, dalam hatinya terdapat senyum miring tersungging. Ahh gadis ini sepertinya polos

"Hmphhh! iya, ibu ku meninggalkan diriku. Dia bilang dia ingin membeli pancake stoberi untuk diriku, lalu aku mencari jalan pulang lalu aku tersesat disini". Katanya dengan bibir mungilnya sedikit maju karena menceritakan hal tersebut. Matthias tak bisa menahan gejolak gelapnya untuk menjadikan gadis ini miliknya sendiri.

Matthias terkekeh pelan dan dengan lembut mengelus rambut gadis tersebut yang terkuncir kuda. "Ahh malang sekali, bagaimana jika kamu duduk dulu dan meminta kepada Tuhan agar mempertemukan dirimu bersama ibu mu lagi" Tuturnya dengan lembut, Tuhan! siapapun tolong selamatkan gadis ini yang terjerat ke dalam sosok pendeta gila tersebut!

"Ngomong-ngomong siapa nama mu gadis kecil?". Gadis tersebut pun menoleh dan sedikit memiringkan kepalanya. "Liliya!, Liliya Qeenna!". Matthias mengangguk dan sedikit mengamati bentuk lekuk tubuh gadis itu, namun dia segera menggeleng untuk menghilangkan pikiran tersebut. Tunggu dulu Matthias! Tahan, kau harus bisa menjerat gadis ini!

Setelah itu Liliya pun segera duduk di sana, dia sedikit menoleh ke arah Matthias dan Matthias yang mengerti pun segera mengangguk. "Berdoalah" Dengan polos, gadis berkuncir kuda tersebut mengangguk dan dia mulai mengangkat kedua tangannya dan menyatukan mereka. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya dan mulai berdoa, mulutnya yang kecil selalu bergerak-gerak yang membuat Matthias ingin mengurung gadis tersebut.

Setelah beberapa menit, mulut gadis kecil tersebut tak henti-henti nya bergerak membuat menarik perhatian dari pria yang di sebelahnya. Pria tersebut menurunkan kembali tangannya dan menatap gadis tersebut, dengan percaya diri dia pun berjalan mendekati nya. "Hey, gadis lucu. Apa yang kamu minta? sehingga mulut mu itu tidak berhenti bergerak?"

Liliya membuka matanya satu dan menoleh ke arah pria tersebut, dia sedikit memiringkan kepalanya. "Aku meminta sangat banyak!". Ujarnya dengan antusias dan dengan senyuman lucu yang terlihat di wajahnya. Matthias yang melihat hal tersebut sedikit merasakan amarah, ketika seorang pria acak yang mencoba mendekati mainannya.

Dengan itu Matthias segera menghampiri mereka. "Maaf sebelumnya, sayang jika kita sedang berdoa jangan ada yang menganggu nya". Katanya dengan lembut, tatapannya sedikit beralih ke arah pria tersebut dan terlintas lah tatapan tajam di mata pendeta tersebut. Namun dengan pintar dia segera mengubah ekspresinya kembali

Liliya yang mendengar hal tersebut langsung melebarkan matanya. "Uhm... benarkah? baiklah pendeta, terimakasih telah memberitahu ku". Gadis lugu tersebut pun kembali melanjutkan doanya, sedangkan pria tadi mengangguk mengerti dan mulai meminta maaf. Dia pun segera berjalan menjauh dari sana dan mulai mengurus urusannya sendiri.

"Aku ingin permen, aku ingin permen kapas, aku ingin pancake stoberi yang sedang di beli oleh ibu!". Katanya dengan pelan, Matthias yang mendengar permintaan polos tersebut tersenyum miring dan membayangkan jika dirinya bisa memenuhi semua permintaan dari gadis polos ini, dan membuat mereka bergantung pada dirinya.

.
.
.
.
.

Setelah matahari hampir terbenam, orang-orang mulai meninggalkan gereja dan berjalan pulang ke rumah mereka masing-masing, begitupun dengan Liliya. Gadis polos tersebut pun mulai melangkah keluar dari gereja dan mulai memakai sepatunya kembali, saat selesai dia pun kembali berdiri dan hendak melangkah menjauh dari gereja tersebut. Tapi, tunggu dulu! Liliya kan tidak mengetahui jalan untuk kembali ke rumahnya, gadis itu merupakan pendatang baru di kota ini yang di bawa oleh ibunya.

Liliya terdiam di depan halaman gereja tersebut dengan satu jarinya yang berada di mulutnya dan sedikit menekan. "Ibu! Liliya tidak tau jalan pulang! Huaaa! Ibu!." Gadis itu berjalan mondar-mandir di sana dengan menatap ke sekitar, bahkan mata bulatnya pun mulai berkaca-kaca dengan kedua sudut bibirnya bergetar.

Matthias yang melihat kerentanan terhadap gadis tersebut tersenyum miring dan dengan itu dia segera menghampiri Liliya.

"Hey tenang lah nak. jangan menangis, ayo aku akan mengantarkan dirimu pulang". Liliya pun langsung menoleh dan dia mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu dengan lugu dan bodohnya dia mengangguk.

"Apakah pendeta tau dimana rumah ku?". Tanya nya dengan suara seperti anak kecil, Matthias mengangguk meyakinkan dan ia dengan lembut meraih tangan Liliya dan menggenggam nya lalu sedikit memberikan remasan di tangan tersebut.

"Ini adalah kesempatan emas Matthias, jangan disia-siakan!". Matthias berteriak senang di dalam hatinya, dia akan membawa gadis lugu ini menuju rumah nya dan mengurung mereka di sana. dan hanya akan menjadi miliknya sendiri, Hanya miliknya sendiri!.

Matthias pun segera berjalan dengan gadis tersebut, lalu dia semakin mengeratkan genggaman nya di tangan Liliya. Baru hanya beberapa langkah, tiba-tiba seorang wanita paruh baya menghampiri nya dengan sebuah paper bag di tangan kirinya.

"Liliya!". Liliya yang mengetahui suara tersebut langsung mengangkat kepalanya dan menatap sang ibu yang berlari menghampiri nya. Gadis tersebut langsung melepaskan genggaman Matthias, membuat pendeta tersebut menggeram kesal.

"Ibuu!!!". Dengan cepat wanita paruh baya tersebut mendekap sang anak, Tuhan! anaknya ini memang sangat lincah dan juga tidak bisa diam di satu tempat, Liliya selalu penasaran dengan setiap benda atau apapun itu. Maka dari itu Ibunya selalu kewalahan jika harus membawa putrinya tersebut untuk ikut bersamanya jika sedang berbelanja.

"Dasar bocah nakal! Ibu kan sudah bilang, jangan pergi kemana-mana!". Dengan geram wanita itu langsung menjewer telinga anaknya, tidak terlalu keras agar tidak membuat putrinya menangis. sedangkan Liliya hanya terkikik lucu sambil mengelus kuping nya yang sedikit memerah.

Matthias yang melihat hal tersebut segera berjalan mendekati mereka berdua. "Jangan khawatir Bu, dia selama ini ada di gereja. Tadinya aku ingin mengantarkan dia untuk pulang, namun kebetulan sekali jika sekarang Liliya bertemu dengan ibunya, saya ikut senang". Katanya dengan senyuman lembut yang terus tersungging di wajahnya. dia mati-matian agar tidak menarik kembali Liliya dalam genggaman nya, namun untuk kali ini dia harus sabar dan menunggu sehingga waktunya tepat.

Matthias Drevn [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang