17.Ayah

176 29 0
                                    

Suara berisik dari ruangan mall, eskalator yang berputar berkali-kali. Cella kesenangan hingga reflek memeluk Raka.

"ka... akhirinya pertanyaan yang Selama ini gw tanyakan akhirnya terjawab." ucap Cella dengan kesenangan "eh...maaf" ucap Cella dengan canggung melepaskan pelukannya dari Raka.

"udah gapapa ayo sini" Ucap Raka tersenyum lebar lalu memeluk cella, Raka terkekeh kecil mengusap rambut Cella pelan.

"Ayo.." ucap Raka tiba"
"Ayo apa?" tanya Cella heran Sedikit mengangkat kepalanya.

"Berjuang bareng, ayo kita lari mencari kebahagian" Raka tersenyum tulus lalu Cella yang melihat senyumannya Raka lalu ikut tersenyum memeluk Raka.

"Jangan ngerasa sendiri, ada gue disini, gue selalu ada buat lo" lirihnya kepada Cella.

"Apapun itu gue bakalan selalu ada buat lo, because you are the encouragement of my life"


C

ella membalas pelukannya, hanya ada anggukan "makasih, makasih udah buat rasanya Itu pelukan."

Cella merenungi dirinya di balkon kamarnya sesudah diantar oleh Raka. Suara kicauan burung diatas pohon menandakan Sore menjelang malam akan tiba. langit yang berwarna kuning kemerahan itu melengkapi betapa cerahnya sore ini, angin bertiup sepoi-sepoi, anak anak yang bermain lompat tali sehabis mandi dengan bedak yang bertaburan di pipi mereka.

Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu dari kamar Cella, Cella bergegas berdiri dari duduknya membukakan pintu secepatnya.Sosok Laura berdiri dihadapan Cella bahkan tanpa kata sapaan Laura langsung berkata tegas dihadapan Cella.

"Dari mana aja lo? lo dicariin ayah keruangan" Ucap Laura dengan tegasnya.

"Tapi kak... Cella ga bikin kesalahan hari ini, kenapa Cella dipanggil" Ucap Cella dengan herannya.

"ya mana gw tau kan urusan lo" Ucapnya meninggalkan Cella ke kamarnya begitu saja.

"Loh kak..." Ucap Cella menundukkan diri mengeluh kepada dirinya sendiri "bangsat Cella apa lagi yang lo perbuat? mau ga mau lo harus kesana kan?" Batinnya dengan mengeluh.

Cella keluar dan menutup pintu kamarnya, berjalan menuju ruangan ayahnya, sementara Laura kembali keluar dari kamarnya ingin tau apa yang terjadi.

Cella mengetuk pintu ruangan itu dan masuk menemui ayahnya.

Brak!
Suara gebrakan meja yang dipukuli oleh ayah Cella setelah mengetahui adanya keberadaan Cella, Cella terkaget dengan suara gebrakan itu.

"Bisa ga sih sehari aja kamu ga bikin masalah, kamu ga cape apa hena marah terus?" Bentak ayahnya berdiri dari duduknya, dihadapan Cella.

Cella yang ketakutan itu hanya tertunduk takut di hadapan ayahnya.

Plak!
Tamparan itu melayang di pipi Cella yang meninggalkan bekas merah diwajahnya.

"Emang dasar anak pembawa sial ya kamu"

"Kamu tuh jadi beban pikiran orang tau gak, yang bener-bener bisa banggain ayah Itu cuma laura!"

"Kalo bukan karna ayah kasian sama kamu, ayah ga bakal ambil hak asuh kamu" ucapnya dengan memaki -maki Cella, sembari ingin memberikan kekerasan kepada Cella namun ia berubah pikiran

"Kenapa yah ga jadi mukulnya? katanya ayah kasian sama Cella tapi nyatanya ayah cuma ngasih kekerasan ke Cella, kalo memang anak ayah cuma kak Laura, yaudah kenapa gak dari dulu Cella sama bunda aja" Dengan beraninya Cella menjawab perkataan ayahnya.

Plak!
Tamparan melayang di mulut Cella
"Udah bisa ngejawab ya kamu sekarang? dan kamu ayah peringati jangan pernah bawa bawa wanita brengsek itu lagi!" Serunya dengan emosi.

"Maksud lo apaan bawa bawa gw hah?" Tegas Laura yang masuk tanpa kata permisi, namun Cella tak mempedulikan itu

"Loh laura ngapain kamu?" Ucap ayahnya dengan nada yang kecil dari sebelumnya

"Ayah juga ga usah menjelek jelekkan bunda, yang brengsek itu bukan bunda!" Seru Cella tak mempedulikan Laura

"GRACELLA APRILIA NARLA" Teriaknya seorang ayah Cella yang ditahan Laura

"Sekarang keluar kamu dari ruangan ayah, SEKARANG!" Ucapnya terduduk dengan mengacak rambutnya frustasi

***
"Lagi lagi kak Laura, gue nya kapan?" Ucap Cella mengeluh menangis yang posisinya sekarang berada di belakang pintu kamarnya

"Gue capek, capek badan, capek batin, capek pikiran, capek semuanya, padahal ayah tau gue udah berusaha buat jadi yang ayah mau tapi ayah gagal jadi ayah yang Cella mau" Ucapnya dengan meneteskan air matanya ke lantai

"Bun...tunggu Cella yah besok, Cella pastiin besok Cella bakal samperin bunda pulang sekolah, bakal Cella peluk bunda serat-eratnya"

"Udah Cell capek bukan harus tentang fisik yang dilihatkan?, nyatanya gw secapek ini ga ada yang tau apalagi isi hati atau pikiran gue"

"Gapapa namanya juga hidup pasti capek, kalo ditanya 'are you okay?' ga, sebenarnya ga tapi mau ga mau kita harus nutupin semua itu buat ga ngerepotin siapapun" Ucap Cella dengan menenangkan diri

"Tapi sejujurnya gue merasa bersalah karna gue udah berani ngejawab ayah tadi tapi disisi lain gue juga cukup puas karna apa yang selama ini gw pendam akhirnya gue ucapin juga walau belum seutuhnya."

Cella terus tertunduk menyembunyikan wajahnya dengan kaki yang ia tekuk, semua itu menyakitkan.

Hujan yang turun satu persatu dengan bunyi yang berisik disertai dengan petir yang sesekali terdengar, seolah olah alam tau Cella sedang bersedih, namun dibalik itu Cella sangat takut dengan yang namanya petir, setiap ia mendengar suara petir yang bergemuruh ia selalu menutupi telinganya dengan sedikit depresi, entah itu semacam trauma atau segala macam lainnya.

Hujan deras yang mengguyur di sertai petir yang menggelegar membuat suasana semakin suram. Terlihat jelas dari awan yang hitam pekat di langit menandakan bahwa hujan ini mungkin akan berakhir cukup lama. Cella meringkuk di sudut kamar sembari menutup telinganya, mencoba menghalau suara-suara dari luar yang membuat tubuhnya bergetar ketakutan.

DUAR!
Petir menyambar dengan suara yang amat keras, hal itu mengejutkan ...dia terperanjat kaget.

Jantungnya berdegup kencang diiringi dengan rasa khawatir yang luar biasa.

Annyeong ketemu lagi sama author
masih ada yang penasaran ga sama ruangan yang ada di rumah Cella
bentar lagi author up tentang ruangan itu lagi kok

jangan lupa ninggalin jejak ya sebatas komen atau vote

Way home (Terbit)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang