Mantan ke-2

8 1 0
                                    

Aku menenteng banyak belanjaan setelah kembali dari pasar pagi di Kota Jakarta. “Intan!” Saat kupanggil, keadaan rumah terlihat kosong dan Intan tidak berada di dalam kamar.

Aih, aku tidak tahu jika dia akan pergi sepagi ini? Masih setengah tujuh.

Akan tetapi, notifikasi WhatsApp di ponsel Sela membuyarkan lamunanku. Jujur, semenjak menggenggam HP Sela, aku belum pernah sama sekali membuka aplikasi tersebut. Karena kupikir akan ada banyak privasi di dalamnya.

Ya, benar saja. Ada banyak nomor tidak dikenal yang mengirim pesan, salah satunya adalah berupa ancaman.

+62 853-46**-6265
[Bagus, soalnya kalau lo nggak ngirim videonya dalam waktu seminggu, gua bakal bikin lo masuk RS]

Itulah pesan terakhir yang Sela baca, tapi dia tidak membalas sama sekali. Apakah itu artinya ada video yang harus Sela kirim, namun dia tidak mengirimkan sama sekali dan berakhir masuk ke rumah sakit?

Aku mengsecroll ke atas, seperti dugaanku. Sela adalah tipe cewek penakut, ada beberapa video yang sempat dia kirim ke nomor yang tidak dikenal itu. Hanya saja, aku sudah tidak bisa mengunduh karena telah dihapus filenya secara permanen. Sial!

Kupilih untuk kembali dan membaca pesan dari Intan.

Intan
[Tiga puluh menit lagi, Ardi jemput lo]

Sontak mataku melebar sempurna, ketika membaca satu nama yang tersemat di pesan Intan. Ardi ... yaps, Ardi.

Ya ampun ... ya ampun, aku nggak bisa ketemu mantan untuk yang kedua kalinya. Et ... sebentar, jangan kalian pikir kalau aku ini adalah fuck girl, padahal sebenarnya, aku adalah sad girl.

Akan kujelaskan sedikit, hubunganku dengan Jastin dulu murni karena aku benar-benar menyukainya. Namun, untuk Ardi? Dulu aku hanya menjadikan sebuah pelampiasan, jahat bukan? Tapi pada akhirnya dia juga menghilang seperti Jastin. Anak Jakarta memang tidak bisa dipercaya.

Singkat cerita, awalnya aku akan membuat masakan untuk Intan yaitu soto, tapi karena dia sudah berangkat lebih dulu. Ya sudah, aku makan sendiri saja.

Aktivitasku terhenti ketika bel rumah tiba-tiba saja berbunyi. Aku langsung berlari dan mengintip dari lubang pintu. Tinggi, memakai baju polos berwarna putih, jaket kulit, dan celana hitam levis, namun bagian lututnya terlihat sobek. Serta ada tas punggung yang melekat di belakangnya.

Kalung rantai yang melingkar di leher. Kumis tipis, dan ... dan rambut yang berdiri menjulang tinggi, setinggi harapan emakyu. Fiks, ini tipe jamet banget.

Atau jangan-jangan dia Ardi? Ya ampun, mimpi apa aku semalem bisa melihat jametnya secara nyata? Please deh, ini keterlaluan banget, merinding aku lihatnya.

Aku jadi teringat bagaimana dia menggodaku dulu saat di grup. Dih, enggak banget.

“Sela, lima menit lo kagak ke luar. Bakal gua dobrak pintunya,” katanya dari balik pintu, suaranya terdengar lebih berintonasi dan tegas.

Aku harus bagaimana? Tanpa banyak bicara, aku mengambil sapu dan kembali berdiri di depan pintu.

Menarik napas, lalu buang. “Sela, lo udah ditunggu Rizal. Dia bilang, kalo lo nolak ketemu sama dia hari ini, Rizal yang bakal angkat kaki.”

Tanganku dengan gemetar mencoba membuka kunci. “Gua nyaranin lo, jangan sampai Rizal yang ke sini. Atau ....”

“Dia bakal nyewa orang buat bunuh gua, gitu?” Pintu kubuka dengan keras. Dan ... ya, aku bisa melihat dirinya secara nyata.

Pandanganku sudah merabun, aku yakin kini mataku tampak berkaca-kaca. Sapu yang niatnya ingin kulayangkan, bahkan tidak jadi dan hanya sekedar kuangkat tanpa digerakkan.

Love Above MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang