Aku menarik napas panjang, lalu kuembuskan.
"Bang nama lo siapa?" tanyaku yang sebelumnya disuruh mengikuti pria berpakaian serba hitam. Biar nggak boring-boring amat, jadi sedikit basa-basilah.
"Bukannya lo udah tahu? Ngapain nanya, lagian gua sebut apa kagak bukan urusan lo," celetuknya seakan paham isi otak-otak bulusku.
"Ni orang napa nyebelin kayak si Ardi, sih." Aku bergumam.
"Lo nggak usah nistain temen gua kayak gitu. Entar demen baru nyaho," katanya seenak jidat. Eh, dia denger kah? Padahal aku berkata pelan.
"Hah? Demen sama dia? Idih najis sama jamet!" Mendingan Jastin aja iya nggak, sih?
Pria tersebut tak membalas ucapanku. Dia hanya menggeleng dan terus berjalan menaiki anak tangga. Hingga pada akhirnya, aku akan sampai di sebuah pintu ujung berwarna coklat tua yang tinggi dan lebar, hmm cukup megah.
Selang tak berapa lama. Pintu terbuka, aku terkejut bukan kepalang, saat seorang wanita dengan pakaian sexy dan rambut yang terurai berantakan berjalan sedikit tertatih-tatih ke luar dari ruangan itu. Dia kenapa?
Aku terus melangkah dan sesekali melihat ke belakang, sampai akhirnya ....
"Aduh!" Kepalaku terbentur oleh pintu dan aku memukulnya.
Pria tadi kulihat sedang menahan tawa. Rasanya ingin kuseleding badannya sampe encok. Ketika aku meliriknya dengan sebal, dia justru membenarkan posisi dan berdehem dengan pandangan menghadap pintu.
Tok ... tok!
"Bos, Sela udah dateng."
Tidak ada jawaban. Bahkan ketika aku mencoba menajamkan telinga dan menyipitkan kedua mata, tidak ada suara. Atau jangan-jangan dia dan wanita tadi ada apa-apa lagi?
"Bang, kayaknya Bang Rizal lagi sibuk deh. Mungkin gua pulang aja kali ya," kataku berterus terang. Malas juga menunggu lama-lama.
Sang pria tak menjawab perkataanku, lebih tepatnya dicuekin. Aku bersandar pada pintu, kenapa lama sekali? Sejak perempuan tadi ke luar hampir tiga puluh menit.
"Hadeh, nggak bisa nepatin janji. Mending gua balik ke kosan terus nonton drama, itu lebih berfaedah bagi mata gua." Saat kaki ini hendak melangkah, bajuku ditarik, hingga sekuat tenaga aku berusaha untuk melepaskan diri. Haiyyaa ...!
Sial, tenaganya kuat sekali.
"Lo boleh masuk," katanya tanpa melirik sedikitpun ke arahku. Tangannya melepaskan genggaman bajuku begitu saja dan hampir membuatku ndlosor.
"Bangsat lo!" makiku geram setengah mati. Begitu dipastikan dia menghilang dari pandangan, jantungku kini justru berdetak sangat cepat.
Masuk nggak ya?
Masuk aja kali ya?
Eh, jangan. Entar kalo lo diapa-apain gimana?
Tapi kalo lo nggak masuk. Selamanya lo nggak akan pernah bisa ngeliat muka Rizal dan gimana karakter dia sesungguhnya. Apa dia lebih kejam dari dunia virtual yang cuma modal ngancem doang.
Emangnya lo nggak tahu bahaya? Lebih baik kubur dalam-dalam masalah yang emang seharusnya dikubur. Jangan nekat tahu kalo nggak mau berakhir tragis. Pikir deh, Intan bilang Rizal nyewa orang buat nabrak lo.
Aku menepis segala pemikiranku yang sedang bentrok. Karena kali ini aku memiliki rencana sendiri, jadi kuputuskan untuk masuk.
Hidup Sesil!
~oo0oo~
"Katanya ini ruangannya Rizal. Mana sih orangnya?" kataku sembari menyipitkan kedua mata. Seraya menggaruk kepala yang sedikit gatal, aku menatap ke arah sekitar, terlihat ada banyak buku-buku bertuliskan latin dan alat elektronik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Above Mystery
Teen FictionKorban ghosting, siapa sih yang tidak tahu istilah kata itu. Ya, semua orang pasti hampir pernah mengalaminya. Hal tersebut salah satunya menimpa seorang gadis bernama Sesil Aprilia. Karena kecintaannya terhadap Jastin-mantan pacar virtualnya yang m...