Indah

6 2 0
                                    

“Lo dapet tugas apa dari Rizal?” Aku menoleh begitu suara memecahkan lamunanku.

Ternyata Intan, dia singgah di sampingku. Sedangkan aku masih bersender pada sanggahan kursi, akibat sakit hati karena ponsel Sela mati dan layarnya pecah. Entah masih bisa dibenarkan atau tidak, aku tak tahu.

“Nggak tahu bakal gua lakuin apa kagak. Dia keterlaluan,” kataku.

Intan tersenyum sinis dan menepuk pelan pundakku. “Keterlaluan gimana? Bukannya dia emang gitu? Bahkan terang-terangan bikin Bibi lo ngalamin kecelakaan. Sel, lo udah masuk ke dalam perangkapnya dan nggak bakal bisa ke luar.”

Apa itu artinya Sela mengetahui sesuatu tentang Rizal? Tapi mengapa aku tidak begitu merasa yakin?

“Mana HP lo?”

“Ha?” Aku menatap gadis tersebut.

Tanpa berbicara, dia mengambil ponsel Sela yang kukantongi. “Gua bakal minta tolong sama Jastin buat benerin. Gua yakin dia bisa.” Intan bangkit, dan aku? Tentu saja merasa sangat terkejut.

“Dih, nggak usah. Ngapain lo minta tolong sama dia? Mending gua bawa ke konter aja. Balikin!”

“Ehh!” Intan mengangkat tangannya tinggi-tinggi ketika aku hendak meraih ponsel milik Sela.

“Gua tanya, duitnya dari mana, hm?” Kalau ini sih ....

“Hehe.” Aku menggaruk kepala yang sedikit gatal. “Kan pinjem uang lo dulu. Entar gua balikin.”

“Enak aja, utang lo udah numpuk. Lagian, kenapa juga akhir-akhir ini lo lebih sensitif ke Jastin.”

“Gua lagi baik hati bantuin lo supaya ngirit,” lanjutnya yang sejujurnya membuatku sedikit sakit hati.

“Intan.”

“Hmmm?”

“Gua heran deh, perasaan elo sama SevenStar kagak akur. Tapi lo sama Jastin deket banget. Jangan-jangan lo ada main sama Ja—”

“Idih!”

“Dengerin gua.” Intan melangkah sehingga aku cepat-cepat berlari mengejarnya.

“Jastin itu masih ada hutang budi sama gua. Jadi dia harus baik-baikin gua, coba aja kalo waktu itu gua nggak bilang rahasia Rizal yang bakal—” Ucapan Intan terpotong seketika saat dia menutup mulut menggunakan tangannya.

Aku memandang bingung. “Rahasia? Rahasia apaan?” Mataku menatap polos layaknya anak kecil yang kepo akan dunia baru.

Intan tersenyum, namun seperti dipaksakan. Mencurigakan sekali.

“Enggak kok, tadi mulut gua typo. Ya udah, gua pergi dulu soalnya ada tugas dadakan dari Rizal. HP lo gua suruh Jastin benerin, besok lo ambil sendiri di rumahnya.” Intan melambaikan tangannya sambil berjalan terburu-buru.

“Tapi ....” Belum sempat aku menyelesaikan kalimat, dia justru sudah semakin menjauh.

Arghh! Bangke. Jastin ... Jastin ... Jastin! Kenapa harus nama dia yang selalu terngiang-ngiang di kepalaku.

Lagi pula memangnya dia tukang konter yang bisa benerin HP. Ngomong-ngomong, aku jadi teringat dengan perkataan Rizal tadi. Dia menyuruhku untuk memata-matai Intan. Namun, aku bingung apakah harus melakukannya?

Di sisi lain, yang kudengar Sela dan Intan adalah sahabat online. Jahat nggak sih, kalau aku diam-diam memata-matainya?

Ada begitu banyak hal yang belum kutahu. Terlebih lagi, apa penyebab Sela sampai dia bisa terseret.

Tak banyak berpikir, aku lebih memilih untuk kembali ke kosan. Intan bilang, dia tidak pulang malam ini dan akan kembali ke hotel. Huft ....

~oo0oo~

Love Above MysteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang