First sedang mengerjakan beberapa tugas malam itu didalam kamarnya. Tiba-tiba terdengar suara gaduh yang sering terdengar akhir-akhir ini. Pertengkaran kedua orang tuanya. First hanya menggelengkan kepala mendengar kegaduhan yang terjadi diluar sana. Memasangkan earphone pada kedua telinganya, memainkan musik sekeras mungkin dan melanjutkan belajar.
Suara musik yang sedang First dengarkan tidak mampu menghalau suara pertengkaran diluar. First merasa pertengkaran kali ini lebih hebat dari biasanya. First memutuskan untuk keluar kamar dan memeriksa keadaan kedua orang tuanya.
First berjalan menuju sumber suara. Orang tua First bertengkar di ruang tamu. Sesampainya disana, First melihat sang ayah hendak mengayunkan botol minuman kepada Ibu First. Melihat itu First langsung berlari berusaha melindungi ibunya.
Tepat ketika First berhasil memeluk ibunya, botol minuman itu menghantam bahu First dengan keras hingga pecah berkeping-keping. Salah satu pecahan kaca itu melukai bahu First cukup dalam. Darah mengalir melalui tangan First dan menetes diujung jarinya. Ibu First sangat terkejut menyaksikan kejadian tersebut. Tanpa dapat berkata-kata, Ibu First terduduk dengan lemas.
"Aww First, kenapa di halangin?" Kata Papa First sambil tertawa. Tidak ada perasaan bersalah sedikit pun di wajahnya.
"Puas pa?" Tanya First "sebenernya apa yang papa pikirin? Hah?"
"Yang papa pikirin? Mama kamu yang nyebelin. Ngatur-ngatur papa segala. Tanya macem-macem tiap pulang kerja. Papa cuma pengen bebas. Ga boleh?" Kata papa First dengan tidak jelas. Sepertinya papa First dalam keadaan mabuk berat sehingga membuatnya menggila.
"Nyebelin papa bilang? Pengen bebas? Sadar pa. Papa udah punya istri, punya anak juga. Salah kalo istri papa ngingetin suaminya buat engga macem-macem diluar sana? Salah pa?" First sudah terbawa emosi.
"Bisnis papa itu harus ketemu client di luar tiap hari First. Kamu ga bakal ngerti. Mama kamu juga, bisa nya cuma marah terus tiap pulang kerja."
"Papa gak usah nyari-nyari kesalahan mama deh, emang First ga tau kalo papa selingkuh sama sekertaris papa yang baru itu?" First sudah tidak dapat menahan emosinya, sehingga dia meninggikan suaranya. Dia tidak terima Ibunya diperlakukan tidak Adil oleh ayahnya sendiri.
First sudah lama tahu ayahnya mengkhianati sang ibu, tapi dia memilih untuk diam dan berharap semua akan membaik dengan sendirinya. Tapi malam ini First sudah tidak tahan lagi.
Satu tamparan melayang di pipi First dengan cukup keras. Dan disaat bersamaan..
"Aaa . . Stop it." Terdengar teriakan histeris dari lantai atas.
First langsung panik mendengar teriakan itu.
Cukup lama First memandangi papanya dengan tajam hingga akhirnya dia berkata"papa pengen bebas? Ok! Tinggalin keluarga ini. Jangan ganggu keluarga First lagi. First yang bakal tanggung jawab buat keluarga First."
Setelah mengucapkan itu First langsung berlari meninggalkan kedua orang tuanya. Menuju lantai atas menghampiri salah satu kamar yang sangat dia yakini, suara teriakan tadi berasal dari dalam sini.
"Kamar AJ n JJ"
First mengetuk pintu secara perlahan.
"Je ini Abang, tolong buka pintunya." Kata First.
Terlihat jelas ke khawatiran di wajah First.
Tidak lama kemudian pintu itu terbuka, dan First langsung memasuki kamar itu."Mana AJ?" Tanya First kepada JJ, seseorang yang membukakan pintu tadi.
JJ menunjukan keberadaan AJ menggunakan dagunya.
AJ duduk di pojok kamar disamping tempat tidur. Terisak sambil memeluk kedua kakinya. First dan JJ menghampiri AJ dan duduk mengelilingi AJ. First memeluk kedua adiknya. Mendapat pelukan dari sang Kakak, tangisan AJ semakin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
House of Cards {First X Khaotung}
RomanceRumah dari kartu aja kalo runtuh bisa kita bangun lagi. Begitupun "Rumah" Lo, Lo pasti bisa perbaiki semuanya.