Chapter 8

156 15 1
                                    

Pukul 8:00 malam. First masih setia duduk di ruang tamu menunggu kepulangan adik kembarnya dengan perasaan cemas.

"Bang makan malem dulu gih, makanannya udah siap tuh di ruang makan dari tadi." Kata sang mama menghampiri First di ruang tamu.

Kalimat itu bukan satu dua kali mama First ucapkan. Dari sore hari, mama First sudah meminta First untuk tidak menunggu AJ dan JJ di ruang tamu, First bisa melakukan hal lain terlebih dahulu, seperti mandi, makan, istirahat di kamarnya, atau apapun hal lain yang bisa First lakukan.

Tapi jawaban First selalu sama.

"Nanti aja ma, Abang belum tenang kalo belum liat AJ JJ pulang ke rumah."

"Bang," kata mama. Berjalan menghampiri First dan duduk di sampingnya.

"Tapi Abang dari tadi loh disini. Enggak ngapa-ngapain. Abang bisa makan dulu atau mandi dulu. Abang abis dari kampus kan tadi belum mandi. Abang juga bisa tungguin di kamar Abang, sambil istirahat." Mama First kesal melihat anaknya yang tidak beranjak dari tempat duduknya sedari tadi.

First pun berpikir apa yang mamanya ucapkan benar adanya. Tapi First bersikeras untuk tetap menunggu di ruang tamu.

"Tapi Abang,," perkataan First terhenti oleh suara motor yang berhenti didepan rumahnya. Suara motor yang cukup familiar di telinga First. Milik Neo dan Khaotung. First dan Mama saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju halaman rumah.

Khaotung dan Neo mengantarkan AJ dan JJ pulang. Saat AJ dan JJ sudah turun dari motor, Khaotung dan Neo langsung pamit untuk pulang.

Melihat kakak dan sang mama berdiri di depan pintu, keberanian AJ dan JJ hilang entah kemana. AJ dan JJ hanya bisa menundukkan kepalanya, merasa bersalah. Berjalan menghampiri ibu dan kakaknya dengan takut-takut.

"Kenapa nunduk gitu? Tadi sore aja berani teriak sama Abang? Hemm,," kata First sarkas.

Mendengar perkataan kakaknya seperti itu tentu AJ dan JJ semakin menciut. Tidak berani menatap kearah mata sang kakak.

First tahu kini AJ dan JJ mulai ketakutan. First pun mendekatkan dirinya pada AJ dan JJ dan membawa mereka kedalam pelukannya.

"Maafin Abang,," kata First.

Setelah semua orang tenang First kira ini adalah saatnya untuk mereka berbicara. Tidak seperti saat sore tadi dimana semua orang sedang dipenuhi dengan emosi.

"Maaf, Abang engga bisa luangin waktu buat kalian."

"AJ yang minta maaf, Bang." Kata AJ. "Maaf karena bertingkah kayak anak kecil. Harusnya AJ lebih ngertiin Abang. Maaf AJ egois." Sambungnya.

First pun tersenyum mendengar adiknya berkata demikian. Ternyata adiknya bisa berkata manis seperti ini.

"Nah, gitu kan enak diliatnya. Kalian itu saudara. Gak baik marahan lama-lama." Sang mama ikut masuk kedalam percakapan mereka. "Kita cuma punya satu sama lain sekarang. Harus bisa saling support, saling menjaga, saling sayang. Kalau bertengkar kayak tadi, sakit loh hati mama." Sang mama memberi nasihat kepada ketiga putranya.

"Iyaaa mama. Maaf udah bikin mama khawatir." First yang menjawab perkataan mamanya. "Sini biar First peluk juga." Katanya lagi dengan membuat gerakan agar sang ibu ikut masuk kedalam pelukannya.

***

Makanan di meja makan yang sudah mama siapkan sedari tadi kini sudah mulai dingin. Mau tidak mau sang mama harus kembali menghangatkan makan malam mereka. AJ dan JJ pun ikut membantu.

"Makanan datang." Kata JJ sambil membawa sup yang telah selesai di panaskan dan menyimpannya diatas meja makan.

"Je, hati-hati dong. Kalo sampe tumpah kena tangan gimana? Panas loh itu." Kata sang mama sambil membawa makanan lainnya dan menaruhnya diatas meja.

"Hehe,," JJ malah cengengesan mendengar Omelan dari sang mama.

"Udah cepet kalian makan. Nanti makanannya keburu dingin lagi." Kata sang mama lagi ketika semua makanan sudah tersaji diatas meja makan sambil memberikan piring berisi nasi kepada ketiga putranya.

"Tambahin lagi ma punya JJ." Kata JJ saat sang ibu menyerahkan piring kepada JJ.

Sang mama pun menuruti keinginan putranya.

"Khaotung sama Neo kenapa engga disuruh mampir dulu tadi?" Tanya mama.

"Mereka keburu takut duluan kali ma liat bang First. Mereka kan tau bang First lagi marah, dan mereka tau juga gimana bang First kalo udah marah." JJ yang menjawab pertanyaan mama.

"Ngapain mesti takut segala sih. Harusnya mereka lebih takut sama kalian, kalian aja berani bentak abang." Lagi First mengeluarkan kalimat sarkasnya.

"Oihh bang. Terus aja bahas. AJ udah minta maaf loh." AJ kesal.

"Iya iya, maaf." Kata First sambil mengacak sekilas rambut AJ.

"Bang, itu tangan Abang berminyak di gosokin rambut AJ ah kotor."

"Berminyak apaan sih? Abang ini makan pake sendok."

Melihat interaksi putranya, sang mama pun tersenyum. Senang akhirnya bisa melihat mereka kembali kompak, setelah beberapa hari mereka bermusuhan. Rumah mereka kembali dipenuhi dengan kehangatan.

"Oh iya, mama ada rencana buat jualan cake cookies gitu. Mama masih ada tabungan buat dijadiin modal jualan. Menurut kalian gimana?" Tanya sang mamah ditengah-tengah acara makan malam mereka.

"Mama yakin? Gak usah deh ma, Abang takut mama kecapean." First menanggapi.

"Bang, tapi kalo mama jualan bisa bantuin Abang juga loh."

"Gak perlu ma, mama cukup diem di rumah, jagain AJ sama JJ. Lagian hasil kerja Abang di cafe bang Blue juga lumayan. Cukup buat kita berempat."

"Tapi mama jualan juga buat isi waktu luang mama bang. Biar ada kegiatan di Rumah." Sang mama tetap berusaha membujuk putra sulungnya.

"Kalo Abang gak ijinin mama jualan, mama juga gak ijinin Abang kerja lagi." Sang mama merajuk.

"Oih,, mama siapa coba ini bisa ngegemesin kayak gini?"

"Udah sih bang, ijinin aja. Nanti JJ bantuin juga deh biar mama engga kecapean."

"AJ juga bantuin nanti."

"Euh oke oke. Sekarang Abang tau deh sifat keras kepala Abang turun dari siapa." Kata First sambil menggelengkan kepalanya.

Sang mama pun tersenyum senang.

~TBC~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

House of Cards {First X Khaotung}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang