14. Pertemuan Pertama

3.3K 247 8
                                    

"Tante Asha ...," panggil Zanna ragu-ragu di sela-sela gadis kecil itu mengerjakan tugas.

Yuta menoleh cepat. "Ya, Sayang?"

Masih dengan ragu-ragu Zanna berkata, "Zanna mau minta sesuatu."

"Minta apa, Sayang?"

"Zanna pengin dibacain dongeng sambil boboan di ranjang," pinta Zanna seraya meletakkan tangannya di lengan Yuta.

Hati Yuta rasanya begitu hangat setiap kali merasakan tangan mungil Zanna menyentuh lengannya. Apalagi kini tidak ada lagi APD yang menghalangi mereka. Yuta sampai tidak bisa berkata-kata untuk sejenak.

"Kayak anak-anak kecil di film atau buku gitu." Suara Zanna terdengar begitu penuh harap. "Dibacain dongeng sebelum bobo sama mamanya."

Jika tadi Yuta tidak bisa berkata-kata karena sentuhan Zanna, sekarang ucapan putrinya membuat lidah wanita itu kelu. Rasa bersalah menggerogoti hatinya dan membuat Yuta ingin menangis.

Zanna yang tidak menyadari perubahan sikap Yuta, terus saja menceritakan harapannya, "Zanna pengin banget ngerasain, tapi mamanya Zanna belum pulang-pulang juga. Jadi, boleh enggak Tante Asha gantiin dulu?"

Hancur hati Yuta mendengar betapa Zanna merindukan dirinya. Sekuat tenaga dia menahan diri agar tidak sampai menangis dan berusaha untuk menjawab dengan tenang, "Tapi Tante Asha enggak bisa ada di sini pas malam, Sayang."

"Enggak usah malam, Tante. Siang aja enggak apa-apa. Pas Zanna bobo siang."

Tatapan Zanna yang begitu merindu membuat Yuta ingin mendekap putrinya saat ini juga.

"Boleh enggak, Tante?"

"Boleh, Sayang." Mana mungkin Yuta menolak permintaan Zanna, bukan? Meski khawatir memikirkan Zev yang pasti menunggunya pulang, dia juga tidak bisa mengabaikan Zanna.

Alhasil, Dani yang bingung melihatnya. "Bu Guru enggak pulang?"

Sekarang sudah lewat jauh dari waktu pelajaran usai. Yuta sudah menemani Zanna makan, bermain pun sempat. Wajar jika Dani heran melihat Yuta masih belum menunjukkan gelagat akan pulang.

"Zanna minta dibacain dongeng sambil ditemenin tidur siang. Katanya-"

Dani langsung memotong ucapan Yuta seraya menggeleng kencang. Dia tahu benar keinginan Zanna. "Enggak usah dilanjut, nanti gue nangis."

"Aku ngerasa bersalah banget, Ann," bisik Yuta sedih.

"Gue paham, tapi ini bukan sepenuhnya salah lo." Dani bisa mengerti beratnya beban yang Yuta pikul dan dia berusaha untuk membesarkan hati wanita itu. "Yang udah lewat enggak bisa diubah lagi, tapi lo bisa perbaiki yang di depan. Sekarang fokus aja buat bahagiain Zanna, oke?"

Nyatanya Yuta memang tidak dibiarkan bersedih lama-lama karena Zanna kembali mendekat. Gadis kecil itu berjalan setengah melompat-lompat meninggalkan kamar mandi, disusul oleh Andin.

"Tante Asha, Zanna udah selesai cuci kaki sama sikat giginya," ujar Zanna ceria.

Cepat-cepat Yuta memaksakan diri untuk menghalau perasaan sedih yang sempat menguasai. "Mau bobo sekarang?"

"Ganti baju dulu," sahut Zanna.

Spontan mulut Yuta berucap, "Mau Tante bantu ganti baju?"

"Mau!" seru Zanna kegirangan.

Momen sederhana seperti ini saja mampu membuat Yuta bersusah payah menahan tangis. Sambil menggantikan pakaian Zanna, Yuta berpikir, kapan terakhir kali dia menggantikan pakaian putrinya? Di saat yang sama dia juga menyadari jika putrinya sudah tumbuh demikian pesat. Dahulu, tubuh ini begitu mungil. Tubuh kecil yang selalu dia gendong kian kemari. Kini, bayi menggemaskan itu telah berubah menjadi gadis kecil yang cantik.

Selamat Tinggal LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang