Part 3

306 26 5
                                    

Aku bersyukur hari ini matahari bersinar dengan hangat. Aku duduk di bawah pohon di taman universitas sambil mendengarkan lagu yang bermain di ponselku. Di sampingku sudah tersedia secangkir caramel macchiato hangat dan lima bungkus snack. Ya, sebut saja aku tukang makan.

Mataku bergerak menelusuri kalimat demi kalimat yang tertera dalam buku tebal yang sedang kubaca. Anatomi tubuh manusia.

Sebenarnya buku ini memuakkan, namun aku cukup menyukainya. Aku harus tahu benar seluk beluk tubuh manusia jika ingin lulus menjadi seorang dokter. Ah iya, itulah cita-cita terbesarku saat ini. Lulus dari universitas dan memperbaiki ekonomi keluargaku.

"Hingga sekarang, obat untuk penyakit ini belum ditemukan,"

Ketika membaca kalimat itu, hatiku benar-benar sedih. Jika ada penyakit, seharusnya tentu ada obatnya.

Ngomong-ngomong soal sakit, bagaimana keadaan orang yang kemarin babak belur itu ya? Kejadian kemarin masih terputar jelas di otakku. Sejak kemarin aku tidak bisa menghapusnya. Andai saja aku tahu siapa pria bermata hijau itu, aku sudah melaporkannya pada polisi.

"Hai, Valerie!"

Aku terkejut begitu mendengarnya. Ah benar-benar, siapa sih yang menggangguku? Aku mendongak dan menemukan Edward berdiri di depanku dengan cengirannya. Menyebalkan.

"Apa maumu?" tanyaku to the point.

Ia tersenyum kemudian duduk di sebelahku. Seperti biasa, Edward hobi sekali duduk di sebelahku. Aku tidak tahu kenapa. Tapi dia membuatku cukup tidak disukai oleh gadis-gadis di kampusku. Katanya Edward itu most wanted di kampusku dan ia satu jurusan denganku. Ia baik, sangat pintar, tampan, tapi ia selalu membuatku tidak nyaman karena ia selalu dekat-dekat denganku.

Azella bilang mungkin Edward menyukaiku, tapi aku tidak tahu apa yang Edward sukai dari gadis jelek dan miskin sepertiku. Dan lagi, kalaupun benar ia menyukaiku, aku tidak punya perasaan yang sama padanya. Waktu pesta Helloween dia pernah bilang suka padaku, tapi aku tidak terlalu menganggapnya serius.

"Kau sendirian saja. Dimana Azella?" tanyanya. Buku yang sedang kubaca diambilnya tiba-tiba, benar-benar tipikal Edward.

"Kau itu menyebalkan tahu!" ucapku kesal.

Ia malah mengangguk dengan tampang gembiranya, "Aku tahu."

"Kembalikan bukuku." kataku dengan nada tajam. Aku berusaha meraih bukuku dari tangannya tapi ia selalu berusaha menghindariku. Akhirnya aku terpaksa menendang perutnya. Edward merintih kesakitan ia terpaksa berdiri.

"Perempuan itu licik seperti ular."

Aku tertawa geli melihat kaca matanya nyaris terlepas dari wajahnya. Lucu sekali, dia terlihat seperti orang bodoh.

"Aku akan mengembalikan bukumu,"

Tawaku terhenti karena Edward. Di depanku ia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara ingin tersenyum, juga serius. Tiba-tiba ia berjongkok di depanku kemudian menangkup wajahku dengan satu tangannya.

"Asalkan kau mau menjadi kekasihku."

Jantungku nyaris saja berhenti saat mendengar permintaan Edward. Ini, ini pertama kalinya seseorang memintaku menjadi kekasihnya. Apakah rasanya begini? Sangat gugup dan bingung. Tapi juga antusias.

Edward masih jongkok di depanku. Sebelah tangannya masih berada di pipi kananku, dan kurasa ia juga masih menunggu jawaban apa yang akan kuberikan. Meskipun, aku juga tidak tahu jawaban apa yang ingin kuberikan untuknya.

"Ed,"

"Hm?"

Aku melepaskan tangannya dari wajahku kemudian menggenggamnya.

Married To The BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang