sebelum lanjut, silakan vote dan komen ya ges yaa
.
.
.
"Apakah ayahku tidak ingin mengantarku?" Celetuk Hao tiba-tiba. Tak heran jika dia bertanya seperti itu, karena hari ini dia akan Kembali ke akademi. Mendapat pertanyaan seperti itu, Hikaru lantas menggeleng sebagai jawaban.
"Tidak, tuan muda. Tuan Duke sedang sibuk akhir-akhir ini. Sebentar lagi beliau akan berangkat menuju di perbatasan untuk mengecek beberapa masalah"
Ah, Hao ingat ini adalah salah satu scene di novel, yang mana putra mahkota juga berada di perbatasan atas perintah kaisar, ayah dari putra mahkota. Alasan kaisar memerintahkan putra mahkota untuk turun tangan adalah untuk membiasakannya menyelesaikan masalah kekaisaran, kemampuan dasar yang harus di miliki sang pewaris tahta.
Menghela napas, Hao tidak ambil peduli dengan itu, ia langsung beranjak memasuki kereta kuda yang sudah disiapkan untuknya. Pada awalnya ia berniat untuk kabur ketika sudah sampai di akademi, namun mengingat label anak tunggal dari Duke Zhang sangat membebaninya sehingga ia membatalkan niatnya karena beresiko mempermalukan keluarganya.
Ya sudah, pasrahkan saja
Hao langsung menuju Gedung asramanya ketika ia sudah sampai. Berterima kasihlah kepada author novel yang ia baca karena menjelaskan secara Panjang lebar lokasi asrama mereka ini, jadi ia tidak perlu memalukan diri untuk bertanya kepada orang lain.
Hao ingat nomor kamarnya adalah 209 di lantai 2. Jika kalian penasaran bagaimana Hao bisa tahu, jawabannya mudah, itu karena dia sekamar dengan adik dari saingan cintanya, Shen Xiaoting. Kalau Hao tidak salah mengingat, adik Xiaoting adalah seorang beta laki-laki yang memiliki imunitas tubuh yang lumayan buruk. Oleh karena itu seorang beta sepertinya yang seharusnya berada di asrama yang berbeda dengan alpha maupun omega malah ditempatkan di tempat omega, yang dilabeli sebagai kasta terlemah.
Sesampainya di kamar, Hao langsung merebahkan dirinya di Kasur miliknya, di sana sudah tertera namanya di samping kasur, jadi Hao tidak perlu repot-repot mencari lagi.
Kasurnya yang sekarang tidak seempuk kasurnya yang berada di mansion, tapi cukup membuat matanya dilanda rasa kantuk. Namun, Hao merasa ini bukan saatnya untuk tidur. Ia lalu beralih menatap kasur yang berada di sampingnya, itu adalah kasur milik teman sekamarnya, Ricky. Jika dipikir-pikir, ia tidak terlalu mengetahui tentang teman sekamarnya ini.
Di novel itu hanya sedikit bagian cerita yang membahas tentang Shen Quanrui, atau yang biasa di panggil dengan sebutan Ricky. Yang Hao tahu Ricky akan dijodohkan lalu bertunangan ketika usia nya menginjak 18 tahun, tunangannya adalah Lee Jeonghyeon, anak dari Duke Lee yang juga merupakan keluarga berpengaruh setelah keluarga Zhang. Di masa depan, Ricky yang jatuh hati kepada tunangannya, berusaha melakukan segala hal untuk menarik perhatian Jeonghyeon. Namun ternyata usaha Ricky terbuang sia-sia karena cintanya bertepuk sebelah tangan, sang tunangan ternyata telah menaruh hati kepada sang kakak, Xiaoting pada saat menghadiri pesta ulang tahun Ricky yang ke 18. Singkatnya, Ricky sudah kalah telak sebelum berjuang.
Anak yang malang, pada akhirnya ia akan mati terbunuh tepat pada saat ulang tahunnya yang ke 19, tepat setahun setelah ia bertunangan. Untuk itu Hao juga merasa agak kasihan terhadapnya. Namun yang membuat Hao heran adalah alasan kematian Ricky yang tidak diketahui oleh siapapun. Siapa yang membunuhnya? Karena alasan apa? Bahkan di novel juga tidak dijelaskan.
Sibuk memikirkan teman sekamarnya, Hao sampai menyadari kehadiran orang yang sedang dipikirkannya itu. Dikejutkan dengan suara ketukan pintu kamarnya, ia langsung menoleh.
Hao sempat terdiam sesaat, ia sedikit terpesona dengan orang di depannya ini. Rambut pirangnya yang sangat menawan, sorot matanya yang tajam hingga menusuk hati. Anak ini memiliki pesona tersendirinya, namun sayang sekali ia harus mati terbunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous [BinHao] HIATUS
FanfictionTujuannya hanya satu, kembali ke dunia nya yang dulu. "Lepaskan aku, aku ingin kembali ke rumahku!" "Bukankah di sini adalah rumahmu?" Homophobic? Jauh-jauh sana!